Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian yang berdasarkan ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Data yang diperoleh melalui penelitian itu adalah data empiris yang mempunyai criteria tertentu yaitu valid. Valid menunjukkan derajat ketepatan antara data yang sesungguhnya terjadi pada obyek dengan data yang dapat di kumpulkan oleh peneliti. Data yang valid pasti reliable (berkenaan dengan derajat konsistensi) dan obyektif (bersangkutan dengan kesepakatan antar orang banyak). Setiap penelitian mempunyai tujuan dan kegunaan tertentu. Secara umum tujuan penelitian ada tiga macam, yang bersifat penemuan, pembuktian, dan pengembangan. Penemuan berarti data yang diperoleh dalam penelitian betul-betul baru yang sebelumnya belum pernah diteliti. Pembuktian berarti data yang diperoleh digunakan untuk membuktikan adanya keragu-raguan terhadap informasi atau pengetahuan tertentu, dan pengembangan berarti memperdalam dan memperluas pengetahuan yang ada.
Melalui penelitian manusia dapat menggunakan hasilnya. Secara umum data yang telah diperoleh dari penelitian dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengatasi masalah.
JENIS-JENIS PENELITIAN
Terbagi menjadi dua, yaitu berdasarkan tujuan penelitian dan berdasarkan tingkat kealamian tempat penelitian. Sedangkan berdasarkan tujuan penelitian terbagi menjadi 3 yaitu penelitian dasar, penelitian pengembangan (R & D) dan penelitian terapan. Penelitian dasar berfungsi sebagai penemuan ilmu baru. Penelitian pengembangan (R&D) berfungsi sebagai penemuan, pengembangan, dan pengujian produk. Penelitian Terapan berfungsi sebagai menerapkan ilmu atau produk.
Sedangkan penelitian berdasarkan tingkat kealamiahan tempat penelitian terbagi menjadi tiga, yaitu penelitian eksperimen,penelitian survey, penelitian naturalistic.
PENGERTIAN METODE PENELITIAN KUANTITATIF DAN KUALITATIF
Metode Kuantitatif disebut metode tradisional juga disebut metode positivistic karena berlandaskan positivism. Metode ini sebagai metode ilmiah, karena memenuhi kaidah-kaidah ilmu ilmiah, yaitu empiris, obyektif,terukur, rasional, dan sistematis. Metode ini juga disebut metode discovery, karena dengan metode ini dapat ditemukan dan dikembangkan iptek baru. Metode ini menggunakan angka-angka, analisis, dan statistic.
Metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistic, karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamniah, juga disebut metode ethnography, karena pada awalnya metode ini lebih banyak digunakan untuk penelitian bidang antropologi budaya; disebut sebagai metode Kualitatif, karena data yang digunakan dan terkumpul lebih bersifat kualitatif.
METODE PENELITIAN KUANTITATIF
Variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.
Macam variable :
1. Variable Independen / variable bebas adalah variable yang mempengaruhi atau menjadi sebab perunaham atau timbulnya variable terikat.
2. Variabel Dependen / Variabel terikat adalah variable yang dipengaruhi oleh akibat, karena adanya variable bebas
3. Variabel Moderator adalah variable yang mempengaruhi hubungan variable bebas dengan variable terikat.
4. Variabel Intervening adalah variable yang secara teoritis mempengaruhi hubungan antara variable bebas dan terikat menjadi hubungan yang tidak langsung dan tidak dapat diamati dan diukur.
5. Variabel Kontrol adalah variable yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga pengaruh variable independen terhadan dependen tidak dipengaruhi oleh factor luar yang tidak diteliti.
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/ subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik Sampling terbagi menjadi dua yaitu probability sampling (peluang unsure yang sama untuk dijadikan sample) dan non probability sampling (peluang yang tidak sama unsure untuk dijadikan ke dalam sample). Probability sampling terbagi atas Simple Random Sampling (pengambilan sample secara acak dalam suatu populasi homogeny), Proportionate Stratified Random Sampling ( bila populasi mempunyai unsure yang tidak homogeny dan berstrata proporsional), Disproportionate Stratified Random Sampling (menentukan jumlah sample yang populasi berstrata tapi kurang proporsional), Cluster Sampling (untuk menentukan sample bila obyek yang diteliti atau sumber data sangat luas). Nonprobability Sampling terbagi atas Sampling Sistematis, Sampling Kuota, Sampling Insidental, Sampling Purposive, Sampling Jenuh, Snowball Sampling.
Teknik pengumpulan data pada metode penelitian kuantitatif terdiri dari wawancara, angket, dan observasi. Wawancara terbagi menjadi dua yaitu wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. Angket adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan member seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Observasi adalah teknik pengumpulan data mempunyai cirri spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan anbgket. Kalau wawancara dan angket selalu berkomunikasi dengan orang, maka observasi tidak terbatas pada orang, tetapi juga obyek-obyek alam yang lainnya.
(komponen dan proses penelitian kualitatif)
Variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.
Macam variable :
1. Variable Independen / variable bebas adalah variable yang mempengaruhi atau menjadi sebab perunaham atau timbulnya variable terikat.
2. Variabel Dependen / Variabel terikat adalah variable yang dipengaruhi oleh akibat, karena adanya variable bebas
3. Variabel Moderator adalah variable yang mempengaruhi hubungan variable bebas dengan variable terikat.
4. Variabel Intervening adalah variable yang secara teoritis mempengaruhi hubungan antara variable bebas dan terikat menjadi hubungan yang tidak langsung dan tidak dapat diamati dan diukur.
5. Variabel Kontrol adalah variable yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga pengaruh variable independen terhadan dependen tidak dipengaruhi oleh factor luar yang tidak diteliti.
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/ subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik Sampling terbagi menjadi dua yaitu probability sampling (peluang unsure yang sama untuk dijadikan sample) dan non probability sampling (peluang yang tidak sama unsure untuk dijadikan ke dalam sample). Probability sampling terbagi atas Simple Random Sampling (pengambilan sample secara acak dalam suatu populasi homogeny), Proportionate Stratified Random Sampling ( bila populasi mempunyai unsure yang tidak homogeny dan berstrata proporsional), Disproportionate Stratified Random Sampling (menentukan jumlah sample yang populasi berstrata tapi kurang proporsional), Cluster Sampling (untuk menentukan sample bila obyek yang diteliti atau sumber data sangat luas). Nonprobability Sampling terbagi atas Sampling Sistematis, Sampling Kuota, Sampling Insidental, Sampling Purposive, Sampling Jenuh, Snowball Sampling.
Teknik pengumpulan data pada metode penelitian kuantitatif terdiri dari wawancara, angket, dan observasi. Wawancara terbagi menjadi dua yaitu wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. Angket adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan member seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Observasi adalah teknik pengumpulan data mempunyai cirri spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan anbgket. Kalau wawancara dan angket selalu berkomunikasi dengan orang, maka observasi tidak terbatas pada orang, tetapi juga obyek-obyek alam yang lainnya.
METODE PENELITIAN KUALITATIF
Masalah dalam penelitian kualitatif lebih cenderung ke arah penelitian harus jelas, spesifik, dan dianggap tidak berunah, tetapi masalah yang dibawa dalam penelitian kualitatif masih remang remang, bahkan gelap, kompleks, dan lebih dinamis. Dalam pandangan kualitatif, penelitian kualitatif bersifat holistic (menyeluruh, tidak dapat dipisah-pisahkan), sehingga peneliti kualitatif tidak akan menetapkan penelitiannya hanya berdasarkan variable penelitian, tetapi keseluruhan situasi social yang diteliti meliputi aspek tempat (place), pelaku (actor), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis.
Bentuk Rumusan masalah dalam metode penelitian kualitatif terbagi menjadi tiga,yaitu :
1. Rumusan masalah deskriptif adalah rumusan masalah yang memandu peneliti untuk mengeksplorasi situasi social yang diteliti secara menyeluruh, luas, dan mendalam.
2. Rumusan masalah komparatif adalah rumusan masalah yang memandu peneliti untuk membandingkan antara konteks social atau domain satu dibandingkan dengan yang lain.
3. Rumusan masalah assosiatif adalah rumusan masalah yang memandu peneliti unuk mengkonstruksi hubungan antara situasi social atau domain satu dengan yang lainnya. Rumusan masalah assosiatif terbagi menjadi tiga, yaitu hubungan simetris (hubungan suatu gejala yang munculnya bersamaan sehingga bukan hubungan sebab akibat), hubungan kausal ( hubungan yang bersifat sebab akibat), hubungan reciproral ( hubungan saling mempengaruhi ).
Teori dalam penelitian kualitatif bersifat sementara, dan dapat berkembang setelah peneliti memasuki lapangan atau konteks ruang tertentu. Dalam kaitannya dengan teori, penelitian kuantitatif bersifat menguji hipotesis atau teori, sedangkan dalam penelitian kualitatif lebih bersifat menemukan teori. Dalam penelitian kualitatif, jumlah teori yang dimiliki oleh peneliti kualitatif jauh lebih banyak karena harus disesuaikan dengan fenomena yang berkembang di lapangan. Peneliti kualitatif akan lebih professional kalau menguasai semua teori sehingga wawasannya akan lebih luas, dan dapat menjadi instrument penelitian yang baik. Fungsi dari teori dalam kualitatif adalah sebagai bekal untuk memahami konteks social secara luas dan mendalam.
Dalam sampel penelitian kualitatif, disebut sampel teoretis karena tujuan penelitian kualitatif adalah untuk menghasilkan teori. Pada penelitian kualitatif peneliti memasuki situasi social tertentu, melakukan observasi dan wawancara kepada orang-orang yang dipandang tahu akan situasi social tersebut. Penentuan sumber data pada orang yang diwawancarai dilakukan dengan purposive, yaitu dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu.
Teknik pengambilan sampling dalam penelitian kualitatif terdiri dari dua macam, yaitu probability dan non probability sampling. Probability sampling terbagi atas Simple Random Sampling (pengambilan sample secara acak dalam suatu populasi homogeny), Proportionate Stratified Random Sampling ( bila populasi mempunyai unsure yang tidak homogeny dan berstrata proporsional), Disproportionate Stratified Random Sampling (menentukan jumlah sample yang populasi berstrata tapi kurang proporsional), Cluster Sampling (untuk menentukan sample bila obyek yang diteliti atau sumber data sangat luas). Nonprobability Sampling terbagi atas Sampling Sistematis, Sampling Kuota, Sampling Insidental, Sampling Purposive, Sampling Jenuh, Snowball Sampling.
Teknik pengumpulan data dalam metode penelitian kualitatif lebih banyak dilakukan dengan secara observasi serta wawancara. Tapi dapat dilakukan pula melalui dokumentasi, serta dengan triangulasi/ gabungan.
Pengumpulan data dengan observasi dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu observasi partisipatif, partisipasi terus terang dan tersamar, dan observasi tak terstruktur. Observasi partisipatif terdiri dari observasi pasif, observasi yang moderat, observasi yang aktif, observasi yang lengkap.
Observasi partisipatif berarti peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari obyek yang diamati sebagai sumber data. Observasi terus terang berarti peneliti melakukan pengumpulan data terus terang mengatakan kepada peneliti, bahwa sedang melakukan penelitian. Observasi tak terstruktur adalah penelitian yang focus penelitiannya belum jelas.
Macam wawancara menurut Esternberg (2002) adalah wawancara terstruktur, wawancara seniterstruktur, dan wawancara tak terstruktur.
Triangulasi adalah teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.Fungsi dari teknik pengumpulan data melalui triangulasi adalah mengumpulkan data serta menguji kredibilitas data dari berbagai sumber data dan teknik pengumpulan data.
Analisis data kualitatif terbagi menjadi 4 yaitu :
a. Analisis domain adalah memperoleh gambaran umum dan menyeluruh dari obyek penelitian atau situasi social
b. Analisis taksonomi adalah domain selanjutnya dijabarkan lebih rinci
c. Analisis Komponensional adalah mencari cirri spesifik pada setiap struktur internal dengan cara mengontraskan antar elemen.
d. Analisis tema cultural yaitu mencari hubungan diantara domain,dan bagaimana hubungan dengan keseluruhan dan selanjutnya dinyatakan sebagai tema/ judul penelitian.
PENUTUP
Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian yang berdasarkan ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Data yang diperoleh melalui penelitian itu adalah data empiris yang mempunyai criteria tertentu yaitu valid. Valid menunjukkan derajat ketepatan antara data yang sesungguhnya terjadi pada obyek dengan data yang dapat di kumpulkan oleh peneliti. Melalui penelitian manusia dapat menggunakan hasilnya. Secara umum data yang telah diperoleh dari penelitian dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengatasi masalah.
Metode Kuantitatif disebut metode tradisional juga disebut metode positivistic juga disebut metode ilmiah. Metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistic, karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamniah, juga disebut metode ethnography.
Untuk mencapai sumber data maka metode kuantitatif memerlukan observasi, wawancara, angket. Sedangkan pada metode penelitian kuantitatif juga diperlukan adanya triangulasi untuk menentukan kevalidan data terhadap sumber data maupun teknik pengumpulan data yang lain
Sumber : Buku Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D karya Prof.Dr.Sugiyono, Penerbit : Alfabeta, Bandung, 2009
Berdasarkan uraian metode penelitian kuantitatif dan kualitatif, Jelaskan rencana penelitian saudara terkait Skripsi / Tugas Akhir yang mau dibuat, Jelaskan Topik yang akan diteliti dan sebutkan alasannya, serta pemilihan metode yang akan digunakan !
Menurut Sruyabrata (1983) berdasarkan sifat-sifatnya, metode penelitian dibagi menjadi beberapa hal.
a. Penelitian historis
Penelitian historis adalah penelitian yang dilakukan dengan merekonstruksi masa lampau. Penelitian ini dilakukan secara objektif dan tersistematis.
b. Penelitian deskriptif
Penelitian deskriptif juga dibuat dan disusun secara tersistematis, akurat dan factual. Umumnya ditulis dengan cara mengambarkan dan mendeskripsikan. Terkait variabel yang diteliti, bisa menggunakan satu variabel maupun lebih dari satu variabel.
c. Penelitian perkembangan
Diperuntukan untuk metode penelitian yang sifatnya menyelidik pola dan pertumbuhan.
d. Penelitian kasus atau lapangan
Selain penelitian perkembangan, ada juga penelitian kasus atau lapangan, yang tugasnya sudah jelas, yaitu untuk mengentahui latar belakaan atau interaksi lingkungan objek yang diteliti.
e. Penelitian korelasional
Pernah Anda mendengar penelitian korelasional? Jenis penelitian ini digunakan untuk mengetahui tingkat keterkaitan antara variasi faktor berdasarkan koefisien korelasi.
Pernahkah Anda mendengar istilah studi korelasional? Studi korelasi sering digunakan untuk mempelajari hubungan variabel satu dengan variabel yang lain. Ada juga yang memanfaatkan untuk mengetahui melihat koefisien korelasi. Dimana koefisien korelasi ini digunakan untuk menguji hipotesis satu variabel dan variabel yang lain.
f. Penelitian eksperimen
Penelitian eksperimen dibagi menjadi penelitian eksperimen semu dan penelitian eksperimen suguhan. Eksperimen suguhan diperuntukan untuk mengetahui hubungan sebab akibat, agar bisa melakukan kendali atau kontrol. Sedangkan eksperimen semu diperuntukan untuk mengkaji hubungan sebab akibat objek yang diteliti, namun yang tidak dapat dikontrol.
Sebenarnya penelitian eksperimen juga dapat disebut sebagai metode penelitian yang sifatnya sistematis. Karena metode penelitian ini mampu mengali sebab akibat. Dan menariknya, metode eksperimen ini paling sering digunakan untuk penelitian kuantitatif daripada penelitian kualitatif.
Peneliti yang melakukan metode eksperimen, perlu melakukan tiga syarat, yaitu mengontrol kegiatan, memanipulasi dan terakhir yang paling penting, peneliti melakukan tindakan observasi. Adapun dua pembagian kelompok ketika Anda hendak melakukan penelitian eksperimen pada objek tertentu, yaitu memperhatikan kelompok treatment dan kelompok kontrol.
g. Penelitian kausal komparatif
Jika anda ingin melakukan penelitian untuk mengetahui kemungkinan hubungan sebab akibat tanpa harus melakukan eksperimen, Anda bisa menggunakan metode observasi, maka ini disebut penelitian kausal komparatif.
h. Penelitian tindakan
Akan berbeda jika penelitian diperuntukan untuk mengembangkan ketrampilan, maka termasuk dengan jenis penelitian tindakan. Penelitian pendidikan satu ini salah satu bentuk dari refleksi diri, dimana para partisipan juga bisa melakukannya. Ketika anda hendak menggunakan metode penelitian ini, tidak ada salahnya jika Anda memperhatikan tiga elemen penting.
Pertama, penelitian tindakan membantu Anda untuk memperbaiki praktek penelitian. Kedua, penelitian tindakan juga bertujuan sebagai pengembangan professional. Jadi maskudnya mampu meningkatkan kepemahaman terhadap praktek. Terakhir, bertujuan untuk bahan evaluasi.
Jenis-jenis penelitian
Adapun jenis penelitian yang lain, yang sebenarnya juga sering digunakan untuk melakukan penelitian. Hal terpenting saat membuat penelitian , penulis juga perlu mengetahui jenis metode penelitian dibagi menjadi beberapa jenis.
Jadi selain jenis penelitian di atas, ada tambahan jenis penelitian tambahan lain. Berdasarkan metode penelitian, dibagi menjadi beberapa metode, sebagai berikut.
a. Penelitian Studi Kasus
Penelitian studi kasus diperuntukan untuk melakukan metode penelitian pendidikan yang mengalami kasus tertentu. Jadi kasus inilah yang dilakukan penelitian.
Adapun poin utama yang diperhatikan oleh peneliti dalam study kasus, yaitu menelitia tingkah laku yang mepengaruhi timbulnya perilaku. Serta mempelajari dampak yang ditimbulkan dari kasus tersebut.
Terkait metode atau teknik peroleh data dapat dilakukan secara komprehensif. Misal dapat diawali dan dimulai dengan melakukan observasi perilaku, bisa melakukan analisis hingga melaukan wawancara.
Bahkan, Anda juga dapat melakukan tes, jika memang itu diperlukan. Kelemahan metode penelitian studi kasus adalah subjektif. Satu hal lagi, hasil studi ini sebenarnya tidak diperuntukan untuk menguji hipotesis, melainkan untuk menghasilkan hipotesis.
b. Penelitian Survei
Khusus untuk penelitian survey digunakan untuk memecahkan masalah pendidikan. Karena bentuk penelitian ini berbentuk survey, maka peneliti bertujuan dan fokus untuk mengumpulkan informasi tentang variabel kelompok tertentu. Contohnya, sensus penduduk, itu termasuk penelitian survey. Survey juga dapat digunakan untuk meneliti penelitian pendidikan, khususnya untuk menemukan jawaban atas permasalahan yang sedang dialami oleh peserta didik. Misal ketika dalam pembukaan siswa baru, maka survey ini dapat diperuntukan untuk jumlah siswa yang masuk, yang mndaftar.
c. Metode penelitian dan pengembangan
Metode penelitian dan pengembangan merupakan penelitian yang seringkali digunakan untuk tindakan-tindakan penelitian yang sifatnya praktek.
Misal, peneliti melakukan pengembangan produk baru atau menyempurnakan produk agar bisa dinikmati banyak orang. Bentuk penelitian dalam hal ini tidak hanya berbentuk hardware, tetapi bisa juga software. Salah satu contoh, tentang metode penelitian produk ponsel X yang ingin mengeluarkan fitur baru berbasis 4G. Maka para peneliti melakukan serangkaian penelitian dan pengembangan produk, agar penemuannya bisa dinikmati oleh banyak pengguna ponsel.
Tipe Metode Penelitian
Menurut mcmillan dan Schumcher (2001) menyebutkan bahwa metode penelitian pendidikan dibagi menjadi penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif. Berikut ulasannya,
a. Penelitian kualitatif
Dikatakan penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang disampaikan secara deskriptif. Jadi peneliti juga melakukan analisis, mengacu pada data.
Jenis penelitian kualitatif dikhususkan untuk penelitian yang sifatnya non numerik dan yang bersifat menafsirkan makna dari data. Wajar saja jika metode penelitian ini bersifat subjektif, karena tidak dapat di generalisasikan.
Lantas bagaimana dan seperti apa cara melakukan penelitian metode ini? Anda dapat melakukan penelitian ilmiah dengan mengawali lima tahap penelitian. Yaitu mengangkat permasalahan, memunculkan pertanyaan riset, mengumpulkan data yang relevan, melakukan analisis data dan menjawab pertanyaan riset.
b. Penelitian kuantitatif
Kebalikan dari penelitian kuantitatif. Jika penelitia kualitatif bersifat subjektif dan bukan dalam non numerik, maka pada penelitian kuantatif adalah metode penelitian yang bersifat numerik.
Khusus penelitian kuantitatif, memiliki karakteristiks khusus, yaitu menggunakan cara berfikir secara deduktif, atau rasional, empiris.
Dan penelitian ini juga butuh logika, karena sifatnya objektif. Adapun tujuan penelitian ini, yaitu menyusun ilmu nomotetik, atau yang disebut dengan ilmu yang dapat membuat hukum-hukum atau generalisasi.
Rasa ingin tahu merupakan salah satu sifat dasar yang dimiliki manusia. Sifat tersebut akan mendorong manusia bertanya untuk mendapatkan pengetahuan. Setiap manusia yang berakal sehat sudah pasti memiliki pengetahuan, baik berupa fakta, konsep, prinsip, maupun prosedur tentang suatu obyek. Pengetahuan dapat dimiliki berkat adanya pengalaman atau melalui interaksi antara manusia dengan lingkungannya. Secara universal, terdapat tiga jenis pengetahuan yang selama ini mendasari kehidupan manusia yaitu: (1) logika yang dapat membedakan antara benar dan salah; (2) etika yang dapat membedakan antara baik dan buruk; serta (3) estetika yang dapat membedakan antara indah dan jelek. Kepekaan indra yang dimiliki, merupakan modal dasar dalam memperoleh pengetahuan tersebut. Salah satu wujud pengetahuan yang dimiliki manusia adalah pengetahuan ilmiah yang lazim dikatakan sebagai “ilmu”. Ilmu adalah bagian pengetahuan, namun tidak semua pengetahuan dapat dikatakan ilmu. Ilmu adalah pengetahuan yang didasari oleh dua teori kebenaran yaitu koherensi dan korespondensi. Koherensi menyatakan bahwa sesuatu pernyataan dikatakan benar jika pernyataan tersebut konsisten dengan pernyataan sebelumnya. Koherensi dalam pengetahuan diperoleh melalui pendekatan logis atau berpikir secara rasional. Korespondensi menyatakan bahwa suatu pernyataan dikatakan benar jika pernyataan tersebut didasarkan atas fakta atau realita. Koherensi dalam pengetahuan diperoleh melalui pendekatan empirik atau bertolak dari fakta. Dengan demikian, kebenaran ilmu harus dapat dideskripsikan secara rasional dan dibuktikan secara empirik. Koherensi dan korespondensi mendasari bagaimana ilmu diperoleh telah melahirkan cara mendapatkan kebenaran ilmiah. Proses untuk mendapatkan ilmu agar memiliki nilai kebenaran harus dilandasai oleh cara berpikir yang rasional berdasarkan logika dan berpikir empiris berdasarkan fakta. Salah satu cara untuk mendapatkan ilmu adalah melalui penelitian. Banyak definisi tentang penelitian tergantung sudut pandang masing-masing.
Penelitian dapat didefinisikan sebagai upaya mencari jawaban yang benar atas suatu masalah berdasarkan logika dan didukung oleh fakta empirik. Dapat pula dikatakan bahwa penelitian adalah kegiatan yang dilakukan secara sistematis melalui proses pengumpulan data, pengolah data, serta menarik kesimpulan berdasarkan data menggunakan metode dan teknik tertentu. Pengertian tersebut di atas menyiratkan bahwa penelitian adalah langkah sistematis dalam upaya memecahkan masalah. Penelitian merupakan penelaahan terkendali yang mengandung dua hal pokok yaitu logika berpikir dan data atau informasi yang dikumpulkan secara empiris (Sudjana, 2001). Logika berpikir tampak dalam langkah-langkah sistematis mulai dari pengumpulan, pengolahan, analisis, penafsiran dan pengujian data sampai diperolehnya suatau kesimpulan. Informasi dikatakan empiris jika sumber data mengambarkan fakta yang terjadi bukan sekedar pemikiran atau rekayasa peneliti. Penelitian menggabungkan cara berpikir rasional yang didasari oleh logika/penalaran dan cara berpikir empiris yang didasari oleh fakta/ realita. Penelitian sebagai upaya untuk memperoleh kebenaran harus didasari oleh proses berpikir ilmiah yang dituangka dalam metode ilmiah. Metode ilmiah adalah kerangka landasan bagi terciptanya pengetahuan ilmiah. Penelitian yang dilakukan menggunakan metode ilmiah mengandung dua unsur penting yakni pengamatan (observation) dan penalaran (reasoning). Metode ilmiah didasari oleh pemikiran bahwa apabila suatu pernyataan ingin diterima sebagai suatu kebenaran maka pernyataan tersebut harus dapat diverifikasi atau diuji kebenarannya secara empirik (berdasarkan fakta). Terdapat empat langkah pokok metode ilmiah yang akan mendasari langkah-langkah penelitian yaitu:
1. Merumuskan masalah; mengajukan pertanyaan untuk dicari jawabannya. Tanpa adanya masalah tidak akan terjadi penelitian, karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah. Rumusan masalah penelitian pada umumnya diajukan dalam bentuk pertanyaan..
2. Mengajukan hipotesis; mengemukakan jawaban sementara (masih bersifat dugaan) atas pertanyaan yang diajukan sebelumnya. Hipotesis penelitian dapat diperoleh dengan mengkaji berbagai teori berkaitan dengan bidang ilmu yang dijadikan dasar dalam perumusan masalah. Peneliti menelusuri berbagai konsep, prinsip, generalisasi dari sejumlah literatur, jurnal dan sumber lain berkaitan dengan masalah yang diteliti. Kajian terhadap teori merupakan dasar dalam merumuskan kerangka berpikir sehingga dapat diajukan hipotesis sebagai alternatif jawaban atas masalah.
3. Verifikasi data; mengumpulkan data secara empiris kemudian mengolah dan menganalisis data untuk menguji kebenaran hipotesis. Jenis data yang diperlukan diarahkan oleh makna yang tersirat dalam rumusan hipotesis. Data empiris yang diperlukan adalah data yang dapat digunakan untuk menguji hipotesis. Dalam hal ini, peneliti harus menentukan jenis data, dari mana data diperoleh, serta teknik untuk memperoleh data. Data yang terkumpul diolah dan dianalisis dengan cara-cara tertentu yang memenuhi kesahihan dan keterandalan sebagai bahan untuk menguji hipotesis.
4. Menarik kesimpulan; menentukan jawaban-jawaban definitif atas setiap pertanyaan yang diajukan (menerima atau menolak hipotesis). Hasil uji hipotesis adalah temuan penelitian atau hasil penelitian. Temuan penelitian dibahas dan disintesiskan kemudian disimpulkan. Kesimpulan merupakan adalah jawaban atas rumusan masalah penelitian yang disusun dalam bentuk proposisi atau pernyataan yang telah teruji kebenarannya.
Dengan mengikuti langkah-langkah di atas, penelitian ilmiah merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk mengkaji dan memecahkan suatu masalah menggunakan prosedur sistematis berlandaskan data empirik. Berdasarkan proses tersebut di atas, mulai dari langkah kajian teori sampai pada perumusan hipotesis termasuk berpikir rasional atau berpikir deduktif. Sedangkan dari verifikasi data sampai pada generalisasi merupakan proses berpikir induktif. Proses tersebut adalah wujud dari proses berpikir ilmiah. Itulah sebabnya penelitian dikatakan sebagai operasionalisasi metode ilmiah.
Untuk mendapatkan kebenaran ilmiah, penelitian harus mengandung unsur keilmuan dalam aktivitasnya. Penelitian yang dilaksanakan secara ilmiah berarti kegiatan penelitian didasarkan pada karakeristik keilmuan yaitu: 1. Rasional: penyelidikan ilmiah adalah sesuatu yang masuk akal dan terjangkau oleh penalaran manusia. 2. Empiris: menggunakan cara-cara tertentu yang dapat diamati orang lain dengan menggunakan panca indera manusia. 3. Sistematis: menggunakan proses dengan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis. Penelitian dikatakan tidak ilmiah jika tidak menggunakan penalaran logis, tetapi menggunakan prinsip kebetulan, coba-coba, spekulasi. Cara-cara seperti ini tidak tepat digunakan untuk pengembangan suatu profesi ataupun keilmuan tertentu. Suatu penelitian dikatakan baik (dalam arti ilmiah) jika mengikuti cara-cara yang telah ditentukan serta dilaksanakan dengan adanya unsur kesengajaan bukan secara kebetulan. Dalam keseharian sering ditemukan konsep-konsep yang kurang tepat dalam memaknai penelitian antara lain:
1. Penelitian bukan sekedar kegiatan mengumpulkan data atau informasi. Misalnya, seorang kepala sekolah bermaksud mengadakan penelitian tentang latar belakang pendidikan orang tua siswa di sekolahnya. Kepala sekolah tersebut belum dapat dikatakan melakukan penelitian tetapi hanya sekedar mengumpulkan data atau informasi saja. Pengumpulan data hanya merupakan salah satu bagian kegiatan dari rangkaian proses penelitian. Langkah berikutnya yang harus dilakukan kepala sekolah agar kegiatan tersebut menjadi penelitian adalah menganalisis data. Data yang telah diperolehnya dapat digunakan misalnya untuk meneliti pengaruh latar belakang pendidikan orang tua terhadap prestasi belajar siswa.
2. Penelitian bukan hanya sekedar memindahkan fakta dari suatu tempat ke tempat lain. Misalnya seorang pengawas telah berhasil mengumpulkan banyak data/infromasi tentang implementasi MBS di sekolah binaanya dan menyusunnya dalam sebuah laporan. Kegiatan yang dilakukan pengawas tersebut bukanlah suatu penelitian. Laporan yang dihasilkannya juga bukan laporan penelitian. Kegiatan dimaksud akan menjadi suatu penelitian ketika pengawas yang bersangkutan melakukan analisis data lebih lanjut sehingga diperoleh suatu kesimpulan. Misalnya: (1) faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi MBS; atau (2) faktor-faktor penghambat implementasi MBS serta upaya mengatasinya.
Tujuan Umum Penelitian
Uraian di atas memperlihatkan bahwa penelitian adalah penyaluran rasa ingin tahu manusia terhadap sesuatu/masalah dengan melakukan tindakan tertentu (misalnya memeriksa, menelaah, mempelajari dengan cermat/sungguh-sungguh) sehingga diperoleh suatu temuan berupa kebenaran, jawaban, atau pengembangan ilmu pengetahuan. Terkait dengan ilmu pengetahuan, dapat dikemukakan tiga tujuan umum penelitian yaitu:
1. Tujuan Eksploratif, penelitian dilaksanakan untuk menemukan sesuatu (ilmu pengetahuan) yang baru dalam bidang tertentu. Ilmu yang diperoleh melalui penelitian betul-betul baru belum pernah diketahui sebelumnya. Misalnya suatu penelitian telah menghasilkan kriteria kepemimpian efektif dalam MBS. Contoh lainnya adalah penelitian yang menghasilkan suatu metode baru pembelajaran matematika yang menyenangkan siswa.
2. Tujuan Verifikatif, penelitian dilaksanakan untuk menguji kebenaran dari sesuatu (ilmu pengetahuan) yang telah ada. Data penelitian yang diperoleh digunakan untuk membuktikan adanya keraguan terhadap infromasi atau ilmu pengetahuan tertentu. Misalnya, suatu penelitian dilakukan untuk membuktian adanya pengaruh kecerdasan emosional terhadap gaya kepemimpinan. Contoh lainnya adalah penelitian yang dilakukan untuk menguji efektivitas metode pembelajaran yang telah dikembangkan di luar negeri jika diterapkan di Indonesia.
3. Tujuan Pengembangan, penelitian dilaksanakan untuk mengembangkan sesuatu (ilmu pengetahuan) yang telah ada. Penelitian dilakukan untuk mengembangkan atau memperdalam ilmu pegetahuan yang telah ada. Misalnya penelitian tentang implementasi metode inquiry dalam pembelajaran IPS yang sebelumnya telah digunakan dalam pembelajaran IPA. Contoh lainnya adalah penelitian tentang sistem penjaminan mutu (Quality Assurannce) dalam organisasi/satuan pendidikan yang sebelumnya telah berhasil diterpakan dalam organisasi bisnis/perusahaan
Terkait dengan topik yang akan saudara ajukan dalam Skripsi pada evaluasi pertemuan ke 1, buatlah literature review yang berhubungan dengan topik yang akan saudara teliti, diutamakan dari jurnal penelitian 5 tahun terakhir !
Sejarah merupakan ilmu pengetahuan yang sudah tua usianya. Sebagai sebuah ilmu, sejarah tidak hanya hanya menjadi tradisi masyarakat Barat, tetapi juga masyarakat Timur, termasuk Indonesia. Tradisi sejarah tersebut melahirkan kesan umum tentang “Sejarah” dalam suatu masyarakat. Dalam kasus Indonseia, tradisi sejarah umumnya berlangsung di kalangan elite, kalangan penguasa yang umumnya menulis sejarah sebagai kisah perjalanan politik. Tradisi penulisan sejarah itu di dalam kebudayaan Jawa dikenal dengan nama “babad”, di kebudayaan Minang dikenal dengan nama “tambo”, di kebudayaan Melayu di dikenal dengan nama “syajarah”, dan lain sebagainya. Tradisi kesejarahan tersebut kemudian bersinergi dengan konsep sejarah dari dunia Barat setelah masuknya penjajahan Belanda. Sejarah dipahami sebagai sebuah sejarah politik yang didasarkan pada sumbersumber tertulis yang dapat dilacak otentisitas dan kredibilitasnya. Pengaruh pemikiran positivistik van Ranke telah melahirkan tradisi pemikiran sejarah bahwa masa lampau adalah realitas politik yang benarbenar terjadi apa adanya (Barnes,1963:245-253) Warisan tradisi kesejarahan dunia “Timur” dan dunia “Barat” tersebut melahirkan kesan tentang sejarah dalam masyarajat Indonesia. Di kalangan awam, sejarah adalah sebuah realitas yang kebenarannya harus pasti. Berdasarkan asumsi ini, maka ketika kerjadi perbedaan pendapat tentang sebuah fakta sejarah tertentu terutama yang terkait dengan sejarah politik, seperti Serangan Umum 1 maret 1949, Peristiwa 30 September1965 di Indonesia, Supersemar, dan semacamnya orang cenderung mengatakan bahwa telah terjadi penyelewengan sejarah. Oleh sebab itu ada usaha-usaha meluruskan sejarah. Bagian ini akan membicarakan tentang hal-hal mendasar tentang apa itu sejarah, bagaimana masa lampau sampai ke tangan orang sekarang, dan sebagainya.
Pengertian Sejarah
Secara harfiah, “Sejarah” berasal dari kata Arab “syajarah” yang berarti pohon. Terkait dengan ini muncul istilah “syajarah an-nasab” yang berarti pohon silsilah (Kuntowijoyo,1999:1; R Moh. Ali, 2005). Memang dalam benak sebagian masyarakat, sejarah dimaknai juga sebagai suatu silsilah. Akan tetapi, pengertian yang terkandung dalam sejarah sesungguhnya diadopsi dari kata bahasa Yunani “Istoria”, yang merupakan kata asal dari bahasa Latin “Historia”, bahasa Perancis “histoire” dan bahasa Inggris “history” yang mulanya berarti: pencarian, penyelidikan, penelitian (inquiry, investigation, research). Dari istilah orang-orang Yunani memberikan arti tambahan pada arti kata itu, ialah suatu catatan atau cerita dari hasil-hasil pencarian itu. Dalam bahasa Jerman untuk istilah “sejarah” adalah “geschichte”, yang berasal dari kata kerja “geshchehen” yang berarti “terjadi” (to be happen), bukan berarti pencarian (inquiry) atau sasaran/objek dari pencarian tersebut, melainkan masa lampau (history as past actually). Pengertian yang pada saat ini diterima secara umum, kata Sejarah (history) berarti salah satu dari tiga hal berikut ini: (1) pencarian (inquiry); (2) sasaran-sasaran/objek dari pencarian tersebut; dan (3) catatan dari hasil-hasil pencarian tersebut. Berdasarkan pengertian itu, maka sejarah mengandung arti: kejadian-kejadian yang dibuat manusia atau yang memengaruhi manusia; perubahan atau kejadian yang berubah dari satu keadaan ke keadaan yang lainnya. Perbuatan menyejarah adalah perbuatan yang mempunyai arti yang lebih dari pada biasanya sehingga patut mendapat tempat di dalam sejarah sebagai catatan peristiwa. Sejarah juga berarti seluruh totalitas dari pengalaman manusia dimasa lampau. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengertian sejarah adalah:
1. fakta-fakta atau kejadian-kejadian itu adalah hasil dari kemauan bebas manusia (manusia mempunyai kemauan bebas); kemerdekaan dari kemauan manusia adalah pengertian dasar dari sejarah;
2. kejadian-kejadian/perbuatan-perbuatan manusia tersebut untuk dapat menjadi bahan yang sebenarnya dari sejarah haruslah bersifat konkrit, ialah terbatas pada waktu dan tempat tertentu; sejarah bersifat untuk = singular = particular = individual = kejadian-kejadian yang bersifat unik/individual. Meskipun begitu sejarah juga membicarakan apa yang disebut “fakta-fakta yang bersifat umum” (general facts), yang berarti keumuman-keumuman atau generalisasi-generalisasi, misalnya: orang-orang Romawi adalah bangsa yang mempunyai bakat alam dalam bidang politik/pemerintahan”, Kota kota pantai utara Jawa pada abad XVI merupakan kota berkebudayaan Islam, dan semacamnya.
3. Akan tetapi fakta-fakta yang dihadapi oleh sejarah adalah cukup luas di dalam arti dan bakatnya, sehingga meliputi juga fakta-fakta yang kompleks tertentu yang membentang (terjadi selama) dalam suatu tempat dan waktu yang panjang, misalnya: pergerakan-pergerakan di dalam sejarah (Renaissance, Revolusi Perancis, dsb.), pemerintahan-pemerintahan, lembaga-lembaga (politik, sosial, ekonomi, agama, dsb.), hukum-hukum, caracara hidup, adat kebiasaan (fakta yang bersifat umum).
4. Cara penelaahan terhadap “fakta-fakta yang berisfat umum” tersebut dapat digolongkan dalam tiga golongan/sebab: (a) karena sifat/tabiat dari seseorang tertentu; (b) sifat atau tabiat dari suatu bangsa/ras, rakyat, keluarga, atau suatu kelompok orang; (c) sifat atau tabiat dari suatu masa, abad, pemerintahan, administrasi pemerintahan, sistem ekonomi, sistem budaya, sistem sosial.
5. Sejarah sebagai perbuatan-perbuatan dari seseorang tetapi tidak hanya sebagai perseorangan, melainkan sebagai makhluk-makhluk sosial atau sebagai anggota-anggota dari suatu kesatuan sosial yang ini atau yang itu misalnya: keluarga, kota, negara; jadi seseorang hanya mempunyai arti sejarah sejauh itu memengaruhi suatu golongan orang-orang yang terorganisasi dari individu-individu yang lainnya, atau dipengaruhi oleh itu.
6. Akan tetapi tidak semua perbuatan manusia sebagai makhluk sosial termasuk sejarah. Untuk dapat disebut sejarah, perbuatanperbuatan tersebut harus menunjukkan kepentingan atau artinya suatu arti yang bersifat sejarah (historical significance) atau dapat dikatakan bahwa fakta-fakta berarti secara sejarah (historis) jika fakta-fakta itu memberikan pengaruhnya terhadap dunia sezamannya dalam cara-cara yang tertentu dan efektif, atau fakta-fakta itu telah turut membentuk dunia yang terdapat pada waktu itu.
Berdasarkan uraian itu, maka dapat disimpulkan bahwa sejarah mencakup tiga arti, yaitu:
1. Kejadian-kejadian atau kegiatan yang dilakukan oleh manusia pada masa yang lalu; kenyataan masa lalu (past human events; past actually) – Sejarah sebagai peristiwa
2. Catatan dari kejadian-kejadian/kegiatan manusia tersebut (Sejarah sebagai cerita atau kisah).
3. Proses atau teknik (Cara atau methods) untuk pembuatan catatan dari kejadian-kejadian tersebut (Sejarah) sebagai Ilmu Pengetahuan = Ilmu Sejarah) (Garraghan, 1957:3-32).
Dari Kejadian Menjadi Sejarah
Setiap individu atau kelompok manusia pernah mengalami peristiwa atau kejadian tertentu. Peristiwa atau kejadian tersebut dapat menyangkut peristiwa individual atau peristiwa kelompok. Peristiwa itu dialami oleh manusia baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Peristiwa tersebut ada yang berlangsung beberapa menit yang lalu atau beradad-abad yang lalu. Dengan demikian di dalam beberapa abad yang lalu telah terjadi triliunan peristiwa atau kejadian yang dialami oleh triliunan manusia sejak zaman Adam hingga sekarang.
Peristiwa atau kejadian itu ada yang meningalkan jejak dan ada yang tidak meninggalkan jejak. Peristiwa yang meninggalkan jejak ada yang jejaknya sampai pada zaman sekarang, dan ada yang tidak sampai zaman sekarang, artinya telah hilang atau dihilangkan. Salah satu sebab jejak hilang karena telah termakan usia. Jejak yang dihilangkan ada yang disengaja, dan ada yang tidak disengaja. Penghilangan jejak secara sengaja, misalnya dengan tujuan agar peristiwa tertentu tidak diketahui oleh orang lain (dalam bahasa kepolisian sebagai penghilangan barang bukti). Penghilangan secara sengaja juga dilakukan dengan alasan bukti itu dianggap tidak diperlukan oleh penggunanya atau pemiliknya,
Meskipun oleh orang lain dari zaman lain, jejak atau bukti itu menjadi penting. Sebagai contoh Surat Keputusan (SK) pengangkatan seseorang menjadi ambtenaar pada zaman Belanda yang dimiliki oleh seorang Bupati di Blora, misalnya pada masa pendudukan Jepang dianggap tidak perlu, bahkan membahayakan. Maka bisa saja SK itu dibakar atau dibuang ke sungai agar tidak diketahui oleh pihak pendudukan Jepang bahwa seorang tokoh tertentu pernah diangkat menjadi aparat birokrasi Belanda.
Dalam kajian sejarah, jejak atau bukti itu sangat penting sekali. Jejak atau bukti itu sebagai sarana, alat bagi sejarawan untuk melakukan hubungan dengan persitiwa masa lampau. Tanpa jejak atau bukti itu sejarawan tidak dapat berbicara tentang sesuatu peristiwa yang pernah terjad di masa lampau. Bukti itu dapat berupa benda (artefak), tulisan, dan informasi lisan. Hanya melalui bukti-bukti yang tertingal itulah, sejarawan dapat menghadirkan kembali masa lampau di kalangan pembaca buku-buku sejarah. Bukti-bukti sejarah yang tersedia tidak dapat berbicara sendiri mengenai masa lampau.
Bukti-bukti itu perlu ditafsirkan oleh sejarawan agar jelas tentang kebenaran faktual dan rangkaian antar faktanya menjadi sebuah cerita masa lampau. Cerita sejarah itu dengan demikian, bukan masa lampau itu sendiri, tetapi produk intelektual sejarawan berdasarkan bukti-bukti sejarah yang tersedia dan yang dia gunakan.
Sejarah dalam pengertian itu merupakan sebuah hasil rekonstruksi, sebuah proses pembangunan kembali apa yang pernah terjadi di masa lampau. Dalam proses rekonstruksi pasti memuat unsur-unsur subjek (pengarang, penulis), maka di dalamya akan memuat sifat-sifatnya, gaya bahasanya, struktur pemikirannya, dan lain sebagainya. Jadi di sini sejarah sebagai cerita berbeda dengan sejarah sebagai kejadan. Sejarah sebagai cerita sifatnya subjektif, dan sejarah sebagai kejadian sifatnya objektif. Sartono Kartodirdjo (1993:14-15) menegaskan bahwa sejarah dalam arti sebujektif merupakan suatu konstruk, yaitu bangunan yang disusun oleh penulis sebagai uraian atau cerita. Uraian atau cerita itu merupakan suatu kesatuan atau unit yang mencakup fakta-fakta terangkaikan untuk menggambarkan gejala sejarah, baik proses maupun struktur. Dengan demikian cerita tentang Peristiwa G-30 September 1965 bukan realitas tahun 1965, tetapi hanyalah tafsir dari para penulis atas peristiwa itu berdasarkan data-data yang tersedia. Proses tersajinya sejarah sebagai kejadian hingga menjadi tulisan sejarah merupakan proses logis yang dapat dipahami. Sejarah sebagai kejadian hanya dapat sampai kepada pembaca jika ada sumber data yang ditinggalkan da nada sejarawan yang tertarik untuk meneliti dan menuliskannya.
Sejarah dalam arti objektif (sejarah sebagai kejadian) hanya sekali terjadi (einmalig). Ia tidak dapat diulang kembali, sekalipun direkam dengan pita suara atau alat audio-visual, pemutaran kembali dizaman lain dan tempat lain tetap bukan peristiwanya sendiri karena zaman yang melingkupi sudah berubah. Demikian pula bagi orang yang berksempatan mengalami suatu kejadian pun sesungguhnya ia hanya dapat mengamati dan mengikuti sebagian dari totalitas kejadian. Ia tidak mungkin memiliki gambaran secara total seketika terjadi. Keseluruhan proses kejadian itu berlangsung terlepas dari subjek manapun juga; jadi objektif dalam pengertian tidak memuat unsur-unsur subjek (pengamat, penulis).
Sejarah antara Ilmu dan Seni
Nugroho Notosusanto (1971) mengemukakan bahwa ada persoalan mengenai pengertian ilmu perang dan seni perang, juga terdapat persoalan antara pengertian ilmu sejarah dan seni sejarah. Di Indonesia “disiplin” sejarah oleh umum lazim disebut “ilmu sejarah, (istilah “disiplin” dipakai di sini dengan arti, bagian pengetahuan yang disistemasikan”, sesuai dengan pendapat G. J. Renier (1997), sesungguhnya menyimpan persoalan-persoalan.
Sebagai cabang ilmu pengetahuan, sejarah dapat diberi definisi sebagai berikut: adalah “Ilmu Pengetahuan yang menyelidiki dan kemudian mencatat, di dalam perhubungan sebab akibatnya dan perkembangannya, kegiatan-kegiatan/aktivitas-aktivitas manusia di masa lampau yang (a) tertentu dalam waktu dan tempatnya; (b) sosial di dalam sifat dan hakikatnya; dan (c) yang mempunyai arti yang bersifat sosial” (Garraghan, 1957:10).
Jika kita usut perkembangan penulisan sejarah sejak sebelum Heredotus, maka akan tampak, bahwa sejarah mula-mula adalah cabang dari sastra, jadi merupakan sesuatu seni. Sebelum dikenalnya kritik sejarah, yang akan merupakan inti metode sejarah, sesungguhnya penulisan sejarah dilakukan tanpa dukungan sesuatu disiplin atau ilmu sejarah. Memang disiplin atau “ilmu” sejarah baru boleh dianggap telah terbentuk, sesudah metode sejarah dengan kritik sejarah, sebagai intinya mengalami perkembangannya yang pertama. Hal itu tidak berarti, bahwa sejarawan-sejarawan lama begitu saja memercayai segala keterangan yang diperolehnya sebagai bahan historiografi atau penulisan sejarah. Seperti pada semua manusia yang telah mencapai tingkat peradaban tertentu, mereka juga cukup mempunyai “common sense” untuk merasa, bahwa tidak semua saksi dapat dipercayai keterangannya. Persoalannya adalah bahwa pada masa “pra kritik” itu kesangsian sebagai suatu prinsip (skepticism on principle) belum merupakan bagian sikap jiwa para sejarawan. Sejak abad ke-17 kritik sejarah mulai berkembang, hingga akhirnya mencapai taraf kematangannya dalam diri metode sejarah pada abad ke-19. Dalam abad itulah timbul apa yang disebut “sejarah ilmiah” yang juga disebut “sejarah kritis” atau “sejarah empiris”. Kebangkitan sejarah sebagai sebuah disiplin ilmiah ini dimulai di Jerman di mana Leopold von Ranke mencetuskan diktumnya, bahwa tugas sejarah hanyalah menunjukkan apa yang benar-benar telah terjadi (wie es eigentlich gewesen). Sejak itulah tampil kemuka sejarawan-sejarawan yang menganggap dirinya “sejarawan-sejarawan ilmiah”. Akan tetapi sesudah berhasilnya perjuangan untuk membebaskan sejarah dari kungkungan sastra/seni untuk menjadikannya sesuatu ilmu, setingkat dengan ilmu-ilmu alam yang ketika itu mencapai puncak kekegalannya, timbullah kesadaran, bahwa ada soal-soal yang tak terpecahkan untuk membela pendirian itu. Jika ditinjau dengan saksama, akan nyata bahwa bagaimanapun keteguhan kita berpegang kepada ajaran Ranke dan kawan-kawannya, namun ada proses dalam sejarah yang tidak cocok dengan proses-proses ilmiah (yang sesuai dengan ukuran ilmu-ilmu alam). Sebagai reaksi atas “sejarah ilmiah” atau “ilmu sejarah” yang terkesan kering itu timbullah dua macam anggapan baru mengenai hakikat disiplin sejarah, yang satu mengatakan, bahwa sejarah itu benar sesuatu ilmu, akan tetapi ilmu yang khas, yang lain daripada ilmu-ilmu alam. Adapun pendapat yang lain mengatakan, bahwa bagaimanapun juga, sejarah adalah tetap sesuatu seni. Dalam hal ini tentu saja ada anggapan, bahwa seni itu setaraf dengan ilmu. Sejarah sebagai ilmu sangatlah jelas. Dalam metode sejarah digunakan kerja ilmiah yang digunakan dalam pencarian dan kritik sumber. Jika kita mengingat bagaimana kerasnya kritik ilmiah yang dipakai untuk meneliti sumber-sumber sejarah, maka sifat ilmiah daripada sejarah dapat dianggap terbukti. Pemakaian alat-alat rontgen serta bahan-bahan kimia untuk menentukan palsu tidaknya suatu dokumen misalnya saja, menimbulkan kesan yang sangat ilmiah. Kesimpulan yang kita peroleh dari sumber-sumber sejarah adalah jelas hasil suatu penelitian yang ilmiah, tetapi belumlah dapat disebut sejarah. Hasil penelitian sumber-sumber itu tidak mentah lagi, melainkan telah diolah dan diolah dengan cara-cara ilmiah. Sebab sesungguhnya sejarah itu tetap merupakan kisah, tetap merupakan “narrative” (lihat Lemon, 1995).
Meskipun bahan-bahan yang lepas-lepas belum boleh disebut sejarah. Juga daftar angka tahun dengan pertelaan peristiwa di belakangnya, belum boleh disebut sejarah melainkan baru berupa kronik. Sejarah, barulah menjadi sejarah jika bahan-bahannya telah dirangkai-rangkaikan secara selaras oleh sejarawan menjadi suatu kisah. Kini nampak bahwa sejarawan menjadi suatu pengkisah, meskipun bahan-bahannya telah teruji secara ilmiah, namun penulisannya menyangkut proses penafsiran oleh sejarawan. Oleh karena itulah dalam bidang sejarah tidak bersifat eksak sebagimana matematika yang dapat menerapkan rumus 2 x 2 = 4.
Meskipun bahan-bahannya persis sama, dua orang sejarawan akan menuliskan dua kisah sejarah yang berbeda. Perbedaan itu bukanlah perbedaan dalam data atau sumber-sumbernya, melainkan perbedaan dalam penafsiran dan penyimpulan. Jika kita ingat pula bahwa sejarah meskipun disusun berdasarkan bahan-bahan yang telah diolah secara ilmiah, tetap menyangkut keindahan bahwa karena dituliskan sebagai kisah, maka kita akan cenderung kepada kesimpulan, bahwa sejarah juga merupakan suatu seni, tetapi seni semata-mata, juga tidak, karena seperti kita lihat, proses penelitian bahan-bahannya dilakukan secara ilmiah sungguh-sungguh. Dengan demikian tampaklah, bahwa pada daftar penelitian, sumbersumber sejarah bersifat ilmiah, pada taraf penafsiran dan penulisannya sejarah bersifat seni. Penilainnya tidaklah akan jauh dari kenyataan jika kita berkata, bahwa sejarah adalah suatu ilmu, tetapi juga suatu seni.
Sebagai sebuah karya seni penulisan sejarah harus dilakukan sedemikian rupa sehingga khalayak senang membacanya. Dalam hal itu kisah sejarah harus memenuhi syarat yang sama dengan kisah sastra. Oleh karena: “The prosess of historical recreation is not essentially different from that of the post or novelist, except that his imagination must be subordinated to the truth” (Notosusanto, 1971).
Dalam posisi seperti tersebut di atas, sejarah bersifat relatif. Jika sifat relatif tak dapat dinyatakan pada sejarah sebagai kenyataan masa lampau, maka dalam segi-segi tertentu/terbatas, sifat relatif dapat dinyatakan pada “sejarah sebagai catatan peristiwa-peristiwa” (history as record). Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Kenyataan-kenyataan sejarah hanya dapat kita ketahui secara tidak langsung dari peninggalan-peninggalan yang ditinggalkannya dalam bentuk dokumen-dokumen dan sumber-sumber keterangan lainnya. Jadi apa yang kita ketahui adalah bukan fakta-fakta itu sendiri, melainkan pengetahuan seseorang atau kesan seseorang tentang fakta-fakta itu yang didasarkan bukan dari hal-hal yang sekecil-kecilnya dari kenyataan itu tetapi atas dasar suatu jumlah yang terbatas dari fakta-fakta itu. Akan tetapi meskipun begitu, keadaankeadaan tersebut tidak menghalangi kita untuk mengetahui fakta-fakta itu dengan “kepastian” seperti dikatakan oleh Ranke “wie es eigentlich gewesen ist”; sejarah sebagai catatan peristiwa-peristiwa masa lalu tidak seluruhnya bersifat relatif, karena terdapat banyak fakta yang dapat diketahui secara pasti (absolut).
2. Pengertian atau kemampuan kita untuk memahami kenyataan masa lalu ditentukan atau dipengaruhi oleh pengetahuan kita tentang dunia di mana kita hidup (memandang masa lampau dengan melalui kacamata dari masa sekarang). Meskipun begitu ini tidak berarti bahwa hakikat dari gambaran masa lalu kita itu tidak berarti tidak benar, jadi gambaran masa lalu itu pada hakikatnya adalah gambaran yang benar (meskipun secara relatif). Pencerminan dari masa lampau di dalam masa sekarang berbeda dari abad ke abad, atau dari seseorang dengan orang lain dalam masa yang sama.
3. Masa lampau dalam kenyataannya dipandang dari berbagai sudut kepentingan tertentu, yang berbeda dari generasi ke generasi. Segi-segi/aspek-apsek sejarah yang menarik minat ahli-ahli sejarah pada suatu masa mungkin tidak menarik bagi ahli-ahli sejarah dari masa-masa lainnya.
Berdasarkan penjelasan itu dapat dikatakan sebagai kenyataan dari masa lampau sejarah adalah bersifat absolut, tetapi sebagai catatan dari peristiwa-peristiwa tersebut sejarah bersifat relatif didalam segi-seginya yang tertentu (Garraghan, 1957)
Metode Sejarah
Sebagai ilmu, sejarah memerlukan metode dan metodologi. Metode sejarah atau metode penelitian sejarah dapat didefinisikan sebagai berikut: Suatu kumpulan yang sistematis dari prinsip-prinsip dan aturanaturan yang dimaksudkan untuk membantu dengan secara efektif dalam pengumpulan bahan-bahan sumber dari sejarah, dalam menilai atau menguji sumber-sumber itu secara kritis, dan menyajikan suatu hasil “sinthese” (pada umumnya dalam bentuk tertulis) dari hasil-hasil yang dicapai (Garraghan, 1957: 33).
Pengertian metode sejarah yang panjang itu mungkin dapat disingkat sebagai suatu sistem dari cara-cara yang benar untuk mencapai kebenaran sejarah. Dari pengertian tersebut, kita dapat menetapkan adanya tiga langkah atau tahap kegiatan di dalam metode sejarah, ialah:
1. Pencarian bahan-bahan sumber di atas kita dapat bekerja, ialah pencarian sumber-sumber keterangan atau pencarian buktibukti sejarah, tahap ini disebut Heuristik, yang merupakan langkah permulaan di dalam semua penulisan sejarah.
2. Penilaian atau pengujian terhadap bahan-bahan sumber tersebut dari sudut pandangan nilai kenyataan (kebenarannya) semata-mata, tahap kedua ini disebut kritik sumber atau kritisisme, yang merupakan langkah yang sangat penting sehingga sering dikatakan bahwa seluruh proses dari metode sejarah disebut sebagai Kritisisme Sejarah.
3. Penceritaan atau Penyajian yang bersifat formal (resmi) dari penemuan-penemuan dari kegiatan Heuristik dan Kritisisme; tahap ketiga ini meliputi penyusunan kumpulan dari data sejarah dan penyajian /penceritaannya (pada umumnya dalam bentuk tertulis) di dalam batas-batas kebenaran yang objektif dan arti atau maknanya; tahap ketiga ini disebut Sinthese dan Penyajian (Sinthese dan Penulisan).
Di sini perlu disebutkan bahwa di dalam kenyataannya/prakteknya, ketiga langkah atau tahap kegiatan tersebut tidak perlu dijalankan secara terpisah dengan tajam, melainkan dapat saling bersilangan, sehingga sejarawan biasanya atau kadang-kadang menggunakan atau menjalankan ketiga-tiganya secara bersama-sama. Hanya perlu diperhatikan bahwa seorang sejarawan yang telah terlatih biasanya menunjukkan dirinya di dalam kesiapan dan ketrampilan (kemahiran) dengan mana ia menjalankan ketiga langkah penelitian tersebut (Notosusanto, 1971). Seorang calon sejarawan yang ingin melakukan penelitian sejarah, pada umumnya harus melalui prosedur penelitian sebagai berikut (Gray, 1964): 1. Menentukan judul atau pokok penelitian yang akan diteliti atau diselidiki. 2. Mencari bukti-bukti (pembuktian) atau bahan-bahan sumber (baik sumber-sumber primer maupun sumber-sumber sekunder) yang diperlukan (Heuristik). Dalam tahap kedua ini termasuk teknik pencatatan dari dari bahan-bahan sumber (note-taking) dalam kartu-kartu kepustakaan (Bibliographical cards). 3. Menilai atau menguji bahan-bahan sumber dengan kritik luar/(external criticism) dan kritik dalam (internal criticism) untuk menentukan/menetapkan otentisitas (authenticity: kebenaran, kesahihan, kesejatian) dari bahan-bahan sumber sebelum digunakan di dalam penelitian (kritisisme). 4. Tahap Konstruksi dan Komunikasi: melakukan konstruksi (penyusunan dan penulisan atau sinthese dari hasil atau penemuan-penemuan penelitian) dengan bahasa yang sederhana, lugas dan ilmiah, agar dapat dikomunikasikan dengan baik kepada pembacanya (Sinthese dan Penulisan Sejarah). Hasil dari Sinthese dan Penulisan Sejarah adalah Karangan Sejarah Ilmiah atau Karangan Sejarah Kritis (Historiografi).
Jika metode sejarah berkaitan dengan proses penelusuran sumbersejarah hingga menghasilkan fakta sejarah dan disajikannya dalam tulisan sejarah, maka metodologi sejarah merupakan ilmu yang menanyakan lebih jauh tentang kebenaran metode tersebut (science of method). Metodologi berurusan dengan pertanyaan filosofis tentang prosedur penelitian sejarah. Apakah fakta sejarah, bagaimana menilai kebenaran sejarah, bagamana tafsir dan penjelasan sejarah, dan semacamnya. Termasuk di dalamnya model-model analisis dalam kajian-kajian sejarah, seperti sejarah ekonomi, sejarah sosial, sejarah, lokal, dsb. Kajian yang membahas tentang berbagai aspek dan model penulisan sejarah Indonesia (Kuntowijoyo, 2003).
Tinjauan pustaka pada dasarnya adalah survei artikel ilmiah, buku, disertasi, prosiding konferensi, dan / atau materi terbitan lainnya. Tinjauan tersebut memberikan ringkasan, deskripsi, dan evaluasi kritis dari suatu topik, masalah, atau bidang penelitian. Jangan bingung dengan resensi buku, yang merangkum buku dan memiliki format yang kurang terstruktur. Penulis tinjauan pustaka biasanya memberikan umpan balik atas karya yang diterbitkan.
Apa yang Harus Anda Sertakan dalam Tinjauan Pustaka:
Gambaran umum tentang subjek dan tujuan tinjauan.
Analisis karya yang mendukung, menentang, dan bekerja dengan pandangan netral tentang subjek tersebut. Ini harus dibagi dengan jelas.
Penjelasan persamaan dan perbedaan antar karya.
Perbandingan pandangan berbeda dipegang oleh penulis lain.
Kritik terhadap metodologi.
Pemeriksaan kesenjangan dalam penelitian.
Evaluasi bagaimana setiap studi berkontribusi pada argumen yang bersangkutan.
Kesimpulan yang merangkum tinjauan pustaka.
1 Tinjau Pedoman APA:
Format APA adalah standar untuk tinjauan pustaka, seperti untuk disertasi, tesis, atau artikel akademis yang diterbitkan. Kenali elemen inti gaya penulisan ini, termasuk fonta, margin, spasi, format teks isi, halaman judul, abstrak, kutipan teks, daftar pustaka, dan kutipan.
2 Tentukan Topik:
Jika Anda belum memutuskan suatu topik, Anda perlu mulai meneliti sekarang. Pemilihan topik adalah langkah yang sangat penting setiap kali Anda menulis atau meninjau tesis. Topiknya harus tidak terlalu luas atau terlalu sempit. Topik sempit dengan studi yang memadai untuk mendukung ulasan Anda dapat diterima. Namun demikian, topik yang terlalu luas akan membuat Anda sangat sulit untuk meliput berbagai macam karya yang harus dipertimbangkan semuanya untuk membentuk suatu kesimpulan. Mahasiswa universitas lebih suka memilih topik yang berhubungan dengan bidang studi mereka atau proyek tesis akhir mereka.
3 Pilih literatur Anda:
Ada banyak sekali database dan konten online yang Anda gunakan untuk menemukan dan memilih materi yang diterbitkan. Jika Anda termasuk dalam sebuah institusi, instruktur penelitian Anda akan menjadi pemandu yang lebih baik untuk mencari literatur. Jika tinjauan pustaka adalah sesuatu yang Anda lakukan sendiri, maka Anda perlu mencari database yang relevan terkait dengan bidang studi Anda. Anda dapat mencari materi ilmiah menggunakan mesin pencari akademis seperti Google Scholar atau Info Akademik . Mereka akan memberikan tautan dan dan mengarahkan Anda ke sumber daya digital dan cetak tentang subjek tertentu.
Seringkali, selama fase penelitian Anda menyadari bahwa topik tersebut terlalu luas atau terlalu sempit. Jika perlu, perbaiki topik Anda agar sesuai dengan ulasan Anda. Jika Anda akan membuat pernyataan tesis atau tujuan, inilah saat yang tepat untuk melakukannya.
4 Menganalisis dan Mempersiapkan Literatur:
Pertama, berikan literatur pilihan Anda gambaran singkat. Baca sekilas konten dan dapatkan inti dari apa yang penulis coba buktikan atau sangkal. Ide yang bagus untuk membaca abstrak dan beberapa paragraf pertama dari pendahuluan di langkah ini. Anda juga dapat membuat catatan selama langkah ini.
Selanjutnya, berdasarkan apa yang Anda baca, susun materi Anda dan pikirkan judul, subpos, dan divisi yang akan Anda gunakan untuk ulasan Anda. Saat membuat catatan, Anda harus:
Tentukan istilah kunci
Lihatlah statistiknya
Identifikasi pola kunci
Periksa penekanan, kekuatan, dan kelemahan
Periksa celah dalam literatur
Identifikasi hubungan antar studi
Evaluasi metodologi yang digunakan
Saat menulis review, mulailah dengan meringkas literatur. Anda dapat melakukan ini dalam format tabel atau peta konsep jika Anda ingin membuatnya lebih mudah. Tabel dapat mencakup analisis ringkasan dan interpretasi. Semua program pengolah kata atau spreadsheet (seperti Microsoft Word atau Excel) akan baik untuk tujuan ini. Bagan juga dapat mencakup tanggal, penulis, metodologi yang digunakan, definisi istilah kunci, dan tentu saja, ringkasan.
5 Tulis Review Anda:
Mulailah dengan mengidentifikasi pernyataan masalah atau tujuan Anda (atau tesis). Jelaskan mengapa bidang studi ini penting. Berikan alasan Anda untuk memilih penelitian atau literatur yang Anda pilih sebagai lawan dari materi "lain" yang mungkin relevan atau mungkin tidak relevan. Juga, diskusikan tinjauan pustaka lain yang ditulis tentang topik Anda. Jelaskan bagaimana studi Anda mengisi celah dalam tinjauan yang ada atau mengapa pengulangan diperlukan. Pastikan Anda mengutip semua referensi Anda! Juga sertakan sebanyak mungkin subpos untuk memastikan esai terorganisir dengan baik dan koheren. Di akhir review, tulis kesimpulan. Tidak ada aturan yang tegas untuk menulis kesimpulan yang baik. Itu tergantung pada tujuan Anda dalam meninjau bidang studi. Kesimpulan Anda dapat memberikan dukungan untuk tuduhan yang dibuat dalam pendahuluan, membantah hipotesis,
Sumber Daya Bermanfaat:
Contoh Ulasan Sastra:
Mallett, S. (2004). Memahami rumah: Sebuah tinjauan kritis terhadap literatur . The Sociological Review, 52 (1): 62-89. Johnson, B. & Reeves, B. (2005). Tantangan . Bab tinjauan literatur dari tesis master yang tidak diterbitkan, University of Minnesota Duluth, Minnesota.
Sumber : Liana Daren, https://www.grammarly.com/blog/how-to-write-a-literature-review/?gclid=EAIaIQobChMIsuH92uiv7wIV0n8rCh04Jgg7EAAYASAAEgJIXPD_BwE&gclsrc=aw.ds
Buatlah Literature Review (Tinjauan Pustaka) yang relevan untuk topik Skripsi yang akan dibuat. Usahakan dari pustaka mutakhir (jurnal, buku teks) yang terbit tidak lebih dari 10 tahun terakhir ! (Minimal 30 jurnal / buku teks)
Konsep seni adalah berbagai hal-hal abstrak konseptual (teori) yang menyelubungi ide, perancangan dan pembentukan seni secara umum. Apa saja konsep-konsep tersebut? Salah satunya adalah pengertian seni sendiri, sifat dasar seni, unsur pembetuk seni, fungsi, prinsip, hingga ke bentuk konkretnya sebagai karya seni.
Memahami konsep seni membawa kita pada berbagai kemungkinan langkah baru dalam mengeksplorasi dan menciptakan karya seni. Mengapa? karena kita tahu apa saja parameter yang dapat disesuaikan dari masing-masing unsur pembentuk seni.
Tentunya unsur intrinsik seni adalah hal utama yang akan dirangkai untuk menciptakan seni. Namun unsur pembentuk seni tidak hanya dari dalam saja. Lukisan tidak akan menjadi lukisan jika ia tidak diakui sebagai lukisan oleh masyarakat. Seni bela diri akan menjadi koreografi (tari) dalam konteks yang berbeda.
Seni tercipta berdasarkan bentuk konkret atau wujud nyatanya dan berbagai hal-hal pembentuk lainnya pula seperti: sifat, fungsi, bentuk, struktur dan bahkan pengertian seni-nya sendiri. Ya, bahkan pengertian seni akan sangat berpengaruh pada karya seni yang diciptakan.
Misalnya, di masa lalu karya seni kontemporer tidak akan diakui sebagai seni oleh masyarakat. Mengapa? karena pengertian seni pada masa lalu cenderung lebih diartikan sebagai peniruan alam hingga ke media dokumentasi. Sekarang, tugas tersebut sudah hampir digantikan oleh fotografi.
Pengertian Seni dalam Konsep Seni
Menurut Soedarso (2006: 102) Seni adalah karya manusia yang mengomunikasikan pengalaman batin lalu disajikan secara indah atau menarik hingga merangsang timbulnya pengalaman batin pula pada orang lain yang menikmatinya.
Namun seni juga dapat menjadi sesederhana peniruan alam dengan segala seginya seperti apa yang diungkapkan oleh Plato. Artinya apa yang dilakukan seni hanyalah melukis pemandangan, menari menirukan gerakan binatang yang elok, bernyanyi mengikutin nada yang disusun melalui rasio alam (fibonaci), dsb.
Bisa juga menggunakan pengembangan pengertian seni Plato oleh Aristoteles yang berpendapat bahwa seni adalah tiruan dunia alamiah dan dunia manusia (sosial). Aristoteles juga berpendapat bahwa seni harus mempunyai keunggulan falsafah (pemikiran yang dalam).
Definisi Seni
Apa bedanya pengertian dan definisi? Pengertian adalah pemahaman umum terhadap arti seni. Setiap ahli, setiap individu memiliki pengertiannya masing-masing dalam menginterpretasikan apa itu seni.
Sementara definisi seni adalah pengertian mengerucut dan ditetapkan sebagai apa yang dipegang oleh seorang seniman, individu hingga ke institusi tertentu. Misalnya seorang seniman akan menggunakan definisi seninya sendiri dalam berkarya, sehingga karyanya berbeda dengan yang lain.
Contoh lainnya adalah suatu institusi seperti galeri menetapkan bahwa karya seni yang mereka aku hanyalah karya seni tradisional, mereka sengaja mengkurasi karya-karya tradisional dan tidak menampung karya digital. Karena definisi seni yang mereka amini adalah karya tradisional.
Peneliti juga biasanya menentukan definisi operasional spesifik, sehingga penelitian mereka objektif dan mengerucut. Ketika orang lain membaca penelitiannya, maka ia harus memperhatikan terlebih dahulu definisi yang telah peneliti tentukan agar penelitian bermanfaat baginya.
Sifat Dasar Seni
Sifat dasar dari seni secara tidak langsung akan menyetir karya yang diciptakan menjadi berkarakter seperti seni sebagaimana mestinya, jika karya memang memenuhi dasar-dasar penciptaannya. Seni pada dasarnya sangat universal, namun juga individual, ekspresif, kreatif dan abadi (Gie, 1976: 41). Berikut adalah penjelasan dari kelima sifat dasar seni:
Universal, seni berkembang diseluruh belahan dunia dan dapat dimengerti atau dipahami oleh banyak orang.
Individual, meskipun sifatnya universal, setiap karya seni memiliki ciri khas individual seniman hingga suatu kelompok dalam penciptaan atau penyampaiannya.
Ekspresif, seni akan menyampaikan ekspresi seniman dan penikmatnya sendiri, keduabelah pihak akan memiliki ekspresi unik sendiri dalam berinteraksi dengan seni.
Kreatif, seni adalah penciptaan hal-hal baru, rekonstruksi atau saduran orisinal alami dari penciptanya.
Abadi, seni akan terus hidup baik seutuh mungkin melalui peninggalan artefak yang berhasil dijaga keutuhannya, maupun melalui cercahan kecil oleh seniman generasi penerusnya.
Struktur Seni dalam Konsep Seni
Struktur seni adalah tata hubung unsur-unsur seni yang membangun suatu kesatuan karya seni.
Struktur, adalah unsur pembentuk internal karya seni, misalnya: garis, bentuk, warna, bentuk dan tekstur untuk seni rupa. Seni musik terdiri dari melodi dan irama, dsb.
Tema, adalah ide pokok secara keseluruhan mengena apa yang ingin dipersoalkan atau dibawakan dalam karya seni. Misalnya: tema sosial, perihal moral, tema kasih sayang, dsb.
Medium (Media), merupakan wahana/material dan alat apa yang digunakan untuk menciptakan seni, apakah kanvas untuk lukisan? Instrumen perkusi untuk seni musik? Dsb.
Gaya, merupakan gaya khas seperti apa yang seniman ingin tonjolkan. Gaya berhubungan dengan kebiasaan, latar belakang dan idealism dari senimannya sendiri, beberapa seniman lebih cenderung suka sesuatu yang tampak liar, alami, intuitif atau justru ada yang ingin sangat terkonsep dan terstruktur ala akademik.
Aliran (Genre), adalah suatu mazhab, gaya kelompok atau kepercayaan bersama yang ingin digunakan. Bisa jadi realisme, naturalisme, dadaisme untuk seni rupa, pop, jazz, tradisional untuk seni musik, dsb. Seniman juga biasa menggabungkan beberapa aliran dalam karyanya.
Sifat dasar seni adalah berbagai watak atau ciri khas alamiah yang menyelubungi seni berdasarkan kodratnya yang telah dibawa sejak seni dilahirkan atau diciptakan. Apa saja sifat dasar seni tersebut?
Berdasarkan hasil telaah terhadap berbagai filsafat dan teori seni, dapat disimpulkan bahwa seni memiliki 5 ciri yang merupakan sifat dasar seni, yaitu: kreatif, individual, ekspresif, abadi dan universal (Gie, 1976: 41). Dibawah ini akan dijabarkan beberapa sifat dasar seni tersebut menurut The Liang Gie.
Sifat Dasar Seni
Kreatif
Pada dasarnya, seni adalah hasil kegiatan kreatif, yaitu penciptaan hal-hal baru yang belum dikenal. Meskipun sebuah karya seni yang diciptakan meniru alam, proses itu tetap tergolong menjadi penciptaan kreatif. Intinya, seni mengubah sesuatu menjadi hal lain yang baru dan orisnil, sehingga menghasilkan realitas baru.
Individual
Seni yang dihasilkan akan memiliki ciri khas perogangan dari seniman yang menciptakannya. Dalam artian, karya seni yang dibuat oleh seorang seniman akan berbeda dengan hasil yang dibuat oleh seniman lainnya, bahkan ketika subjek atau tema yang diangkat sama.
Beberapa Fotografer dapat memotret model yang sama, namun hasil Foto dari masing-masing Fotografer akan berbeda. Seni yang baik adalah seni yang membebaskan makna atau pesan absolut dan tidak memperkosa pandangan Individu perecapnya; multitafsir.
Ekspresif
Berbagai ekspresi dan emosi yang berasal dari pengalaman hidup seorang seniman akan terpancar pada karyanya. Dampaknya akan dirasakan oleh Apresiator dan merupakan bentuk ekspresi Apresiator itu sendiri terhadap apa yang ia interpretasikan dari karya sang seniman.
Sehingga seni adalah media ekspresi dua arah yang dapat menggerakan hati para pelaku seni melalui emosi dan gagasan yang tercipta dari sebuah karya seni.
Abadi
Konsep karya seni yang telah dihasilkan oleh seorang seniman dan telah diapresiasi oleh masyarakat tidak dapat ditarik kembali atau terhapuskan oleh waktu, meskipun penciptannya telah meninggal. Bahkan ketika karya seni telah rusak dimakan usia, Konsep-konsep dasarnya akan diteruskan oleh para legasi pelaku seni.
Pada dasarnya, ketika kita menciptakan karya seni, kita hanya menyusun mozaik dari berbagai pecahan-pecahan kearifan yang telah ada disekitar kita (Intertekstual). Hingga pada masanya, karya yang telah tercipta juga akan menjadi pecahan kearifan itu sendiri dan akan digunakan oleh generasi penerus untuk menyusun mozaik baru.
Universal
Seni terus berkembang di seluruh dunia dalam sepanjang waktu dan dapat dipahami oleh siapapun, meskipun dalam beberapa kasus butuh waktu pembelajaran atau tepatnya penghayatan. Manusia Purba telah mampu mengembangkan seni sebagai penunjang kebutuhan komunikasi melalui gambar-gambar sederhana.
Gambar telah dikenal jauh sebelum Bahasa ditemukan dan berhasil menjadi media komunikasi pada masa dan komunitas yang sama. Contoh lainnya adalah susunan nada musik yang serupa dapat menggerakan hati Pendengarnya ke arah yang sama, meskipun ia tidak mengerti bahasa lirik lagu yang dinyanyikan.
Struktur yang Membentuk Sifat Dasar Seni
Lalu bagaimana sifat-sifat dasar seni tersebut dapat terbentuk? Jawabannya dapat diambil dari struktur-struktur pembentukan seni itu sendiri. The Liang Gie (1976: 70) menjelaskan bahwa dalam semua jenis kesenian, secara umum terdapat unsur-unsur yang membangun struktur karya seni sebagai berikut ini.
Struktur Seni
Struktur seni
Struktur seni adalah tata hubung sejumlah unsur-unsur seni yang membentuk suatu kesatuan karya seni utuh. Contoh struktur seni dalam bidang seni rupa adalah: garis, warna, bentuk, bidang dan tekstur yang biasa disebut dengan unsur-unsur seni rupa. Sementara itu pada bidang seni musik adalah irama dan melodi. Unsur-unsur bidang seni tari adalah: wirama, wirasa dan wiraga. Bidang seni teater adalah: gerak, suara dan lakon.
Tema
Tema adalah ide pokok yang dipersoalkan dalam karya seni. Ide pokok suatu karya seni dapat dipahami atau dikenali melalui pemilihan Subject Matter atau Pokok Persoalan dan Judul Karya. Subject Matter dapat berhubungan dengan niat estetis atau nilai kehidupan lainnya, yakni: objek alam, kebendaan, suasana dan peristiwa yang dikemas dalam metafor atau simbolisasi lainnya.
Medium
Medium yang dimaksud disini adalah sarana yang digunakan untuk mewujudkan gagasan seniman menjadi suatu karya seni melalui pemanfaatan material/bahan dan alat serta penguasaan teknik berkarya. Tanpa medium karya seni tidak dapat diciptakan, karena Medium adalah tubuh yang dirasuki oleh gagasan atau konsep seni.
Gaya
Gaya atau Style dalam karya seni adalah ciri, kepribadian, atau gaya personal yang khas dari sang seniman. Sering kali orang-orang berpendapat bahwa Gaya dan Aliran adalah sama. Namun, sebenarnya keduanya mempunyai perbedaan prinsipil. Seperti yang diutarakan oleh Soedarso Sp. (1987: 79), bahwa gaya adalah ciri bentuk luar yang melekat pada karya seni. Sementara, Aliran lebih berkaitan dengan pandangan atau prinsip seniman dalam menanggapi sesuatu.
Penelusuran Sifat Dasar Seni
Meskipun struktur dapat menjadi salah satu jawaban atas hadirnya sifat dasar seni, kita tidak hanya dapat menarik kesimpulan dari teori itu saja untuk menentukan asal-muasalnya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, The Liang Gie merumuskannya dari berbagai teori dan filsafat seni.
Teori itu mencakup pengertian seni itu sendiri, berbagai filsafat seni dan berbagai pemikiran dari seniman-seniman berdasarkan pandangan Gaya atau aliran seni yang mereka anut. Menelusuri berbagai teori-teori seni tersebut, tentunya adalah cara yang harus ditempuh pula untuk mengetahui pembentukan sifat dasar seni.
Fungsi Seni dalam Mengonsep Karya Seni
Mengonsep karya seni juga berarti memperhatikan pertimbangan fungsi dari seni. Apakah seni akan dibuat untuk memenuhi fungsi aplikatif atau menyelesaikan suatu permasalahan sehari-hari yang konkret? atau hanya dibuat berdasarkan keindahannya saja, atau justru ingin menghibur banyak orang?
Setidaknya fungsi seni dapat di generalisasi menjadi:
Fungsi fisik, seni dapat dinikmati baik secara fisik dari bentuk visual, suara atau gerakan yang indah.
Fungsi psikis, selain dari keindahan fisik, secara psikis seni juga dapat menjadi penggugah hati nurani seseorang.
Berfungsi sebagai hiburan atau rekreasi massal.
Sebagai media alternatif yang sangat efektif untuk sumber belajar pendidikan (tidak menjenuhkan).
Fungsi religi, yaitu untuk membantu pendidikan keagamaan.
Sarana komunikasi untuk menyampaikan berbagai pesan moral dan sosial.
Fungsi riset dan penelitian, untuk menciptakan sesuatu yang baru dan bermanfaat bagi masyarakat, terutama dari segi hiburan.
Konsep Seni dalam Berkarya (Konsep Berkarya Seni)
Berbagai konsep dasar seni diatas akhirnya digunakan digunakan untuk perancangan suatu karya seni. Misalnya, seniman menentukan pengertian atau definisi seni apa yang digunakan, bagaimana cara ia menyikapi sifat dasar seni, bagaimana struktur seni dibuat, dsb.
Misalnya, konsep berkarya seni rupa melibatkan setidaknya 5 tahap, yaitu:
Melakukan pengamatan & penelitian, pengertian seni, aliran seni dan susunan struktur seperti apa yang cocok dan akan digunakan untuk karya seni yang akan dibuat.
Menentukan tema, gambaran imaji dan kekhasan seperti apa yang diinginkan? Apakah pertanyaan filsafat? Tema cinta? Atau murni bentuk keindahan estetika saja?
Membuat sketsa, sketsa yang dimaksud adalah perancangan seni secara umum sebelum dieksekusi.
Analisis Sketsa, gambar sketsa sangat banyak membantu untuk menumpahkan ide yang abstrak menjadi realita dan memperbaiki atau mengembangkannya secara konkret lewat gambar kasar yang jauh lebih jelas dan nyata dibandingkan dengan imajinasi di kepala.
Mengeksekusi konsep, artinya, mulai menciptakan karya seni yang telah dirancang sebelumnya. Perlu diketahui bahwa eksekusi konsep atau penciptaan karya dapat dilakukan secara perlahan juga, melalui uji coba terlebih dahulu.
Evaluasi, karya yang telah diciptakan atau uji coba selalu dapat diperbaiki kembali atau dibuat versi barunya untuk memperbaiki atau mengembangkan karya tersebut.
Sketsa adalah bread and butter atau lalapan dan sambal untuk konsep seni. Semua cabang seni biasanya melibatkan gambar sketsa, baik itu seni tari dalam menentukan koreografi, arsitektur dalam menentukan rancang bangunnya, hingga seni musik yang dapat memanfaatkan draft kasar ala sketsa lewat perancangan draft notasi kasar dan coretan lirik lagu.
Referensi
Soedarso, SP. (2006). Trilogi Seni – Penciptaan, Eksistensi, dan Kegunaan Seni. Yogyakarta: Penerbit ISI Yogyakarta.
The Liang Gie. (1976). Garis Besar Estetik (Filsafat Keindahan). Yogyakarta: Karya.
Sumber : https://serupa.id/konsep-seni-dan-aplikasinya/
2. Kumpulkan definisi seni dari berbagai para ahli di seluruh dunia, jelaskan pemahaman saudara terhadap definisi tersebut dan sebutkan sumber definisi tersebut diambil !
Estetika adalah salah satu hal dasar yang akan dialami dan dihadapi oleh manusia sehari-hari. Sifatnya dalam keseharian sangat spontan, hanya dalam pikiran, nyaris berbarengan dengan alam bawah sadar, hingga terkadang membuat kita tidak begitu menghiraukannya. Kecantikan berada di mata pemandangnya dan keindahan adalah hal yang subjektif, tidak usah diperdebatkan lagi. Padahal estetika merupakan salah satu faktor pertama yang akan diperhatikan dalam berbagai interaksi kehidupan sosial.
Pada umumnya estetika adalah penilaian utama yang selalu dijatuhkan pada setiap karya seni. Walaupun begitu dalam perkembangannya keindahan tidak selalu menjadi yang utama dalam seni. Banyak hal lain yang terungkap dalam pencarian para filsuf dan ahli lain yang berkontribusi pada bidang ini, salah satunya adalah filsafat seni. Estetika menjadi salah salah satu pencarian yang tak pernah usai digali, baik dalam filsafat maupun seni.
Tujuan Estetika
Estetika adalah ilmu yang membahas tentang keindahan ataupun selera dan rasa, termasuk seni. Walaupun hari ini menilai seseorang dari penampilan dianggap kurang pantas dan tidak adil, tetapi mau tidak mau hal tersebut akan selalu bersemayam dipikiran semua orang dalam kehidupan sehari-hari. Karena itulah kita selalu memperhatikan penampilan diri sendiri, sekecil apapun itu. Karena nyatanya penampilan tetap berpengaruh pada karir, kehidupan asmara bahkan lingkungan pertemanan.
Semakin masyarakat mengerti estetika, maka semakin dalam juga apresiasinya terhadap keragaman paras wajah, ras dan pengaruh visual lain pada umumnya. Apresiasi yang lebih baik berarti juga memicu toleransi positif pada keanekaragamannya; Tidak berpatok pada satu pandangan ras, warna, dll tentang keindahan/kecantikan. Cantik tidak selalu harus putih atau berhidung mancung. Keindahan tidak hanya terletak pada mata yang melihatnya, tetapi beradasarkan konteks tertentu (misalnya: aspek sosial) dari pemandang dan subjek yang dipandangnya itu sendiri. Hal seperti itulah yang terus digali oleh estetika.
Pengertian Estetika
Secara etimologis estetika berasal dari kata Yunani: Aistetika yang berarti hal-hal yang dapat dicerap dengan panca indra, Aisthesis yang berarti pencerapan panca indra/sense perception, (The Liang Gie, 1976:15). Namun pengertian estetika umumnya sendiri adalah cabang ilmu filsafat yang membahas mengenai keindahan/hal yang indah, yang terdapat di alam dan seni. Estetika sebagai ilmu tentang seni dan keindahan pertama kali diperkenalkan oleh Alexander Gottlieb Baumgarten (1714-1762), seorang filsuf Jerman. Walaupun pembahasan estetika sebagai ilmu baru dimulai pada abad ke 17 namun pemikiran tentang keindahan dan seni sudah ada dari sejak zaman Yunani Kuno.
Dalam proses perkembangannya filsuf dan para ahli terus mengemukakan pendapat yang berbeda mengenai cabang filsafat ini. Mulai dari pengertian estetika, hingga jangkauan ilmunya sendiri. Secara singkat sejarah estetika barat dapat dibagi menjadi beberapa masa seperti yang diutarakan pada tabel dibawah ini.
Periode Estetika
Tokoh Penting
Estetika klasik Graeco-Roman
Plato (428-348 SM), Aristoteles (384-322 SM), Horatius (65-8 SM), Plotinus (204-269 M)
Estetika abad pertengahan
St. Agustinus (353-430), Thomas Aquinas (1225-1275)
Estetika renaisans
Ficino (1433-1499), Alberti (1409-1472)
Estetika pencerahan
Earl of Shaftesbury (1671-1713), Hutcheson (1694-1746), David Hume (1711-1776), Alexander Gottlieb Baumgarten, Immanuel Kant (1724-1804)
Estetika romantik
Friedrich Schiller, Friedrich Schleiermacher, Wolfgang von Goethe
Estetika positivism dan naturalism
Herbert Spencer, Grant Allen (Kaum Fisiologis), Hyppolyte Taine, Gustaf Theodor Fechner, Ernst Grosse
Estetika abad ke-20
Edward Bullough, Jerome Stolnitz, Virgil Aldrich, Benedetto Croce, George Santayana, John Dewey
Estetika kontemporer
Clive Bell, Susanne K. Langler, Collingwood, Morris Weitz
Estetika Menurut Plato
Filsafat Keindahan
Menurut Plato, sumber rasa keindahan adalah cinta kasih, karena ada kecintaan maka kita manusia selalu ingin kembali menikmati apa yang telah dicintainya itu. Rasa cinta pada manusia bukan hanya tertuju pada keindahan, tetapi juga kebaikan (moral) dan kebenaran (ilmu pengetahuan).
Rasa cinta pada keindahan timbul karena manusia sendiri telah belajar hal yang dicintainya itu. Pendidikan menjadi proses tertanamnya rasa cinta pada keindahan dan dapat diuraikan sebagai berikut:
Manusia dididik untuk mencintai keindahan nyata yang tunggal, seperti tubuhnya sendiri, tubuh seorang manusia.
Kemudian di didik untuk mencintai keindahan tubuh yang lain, sehingga tertanam hakikat keindahan tubuh manusia.
Keindahan tubuh yang bersifat rohaniah lebih luhur daripada keindahan tubuh yang bersifat jasmani.
Keindahan rohaniah dapat menuntun manusia mencintai segala sesuatu lainnya yang bersifat rohani, misalnya ilmu pengetahuan.
Pada akhirnya manusia harus dapat menangkap ide keindahan itu sendiri tanpa kaitan dengan sifat jasmaninya itu sendiri.
Dapat disimpulkan bahwa terdapat keindahan yang melekat pada benda dan ada juga keindahan yang berada di luar benda itu sendiri. Keindahan pada benda/objek merupakan ilusi dari keindahan yang sebenarnya. Ada bentuk indah yang abadi, sedangkan keindahan benda di dunia fisik hanyalah tiruan dari ide keindahan yang abadi itu sendiri, keindahan bersifat transendental/transcendental. Ada keindahan yang sederhana dan nada keindaan yang kompleks. Keindahan sederhana menunjukkan adanya kesatuan yan sederhana. Jika di jelajahi asal muasalnya, bisa jadi pemikiran Plato yang satu ini adalah sumber salah satu prinsip prinsip seni yang umum digunakan, yaitu: kesatuan. Sedangkan keindaan kompleks menunjukkan adanya ukuran, proporsi, dan unsur-unsur yang membentuk kesatuan besar. Prinsip kesatuan tersebut nyatanya banyak dianut oleh para filsuf lain. Plato tidak hanya melihat bahwa kesatuan hanyalah satu-satunya ciri keindahan. Kesatuan hanya merupakan salah satu karakteristik keindahan.
Filsafat Seni
Plato memiliki pemikiran yang dilematis teradap karya seni. Walaupun Plato tidak menyukai seni karena ditakutkan dapat memberikan dampak buruk bagi pemikiran ‘dunia Idealnya’, dia tetap membahas berbagai kelebihan dan manfaat yang dapat dihasilkan oleh karya seni. Plato berpendapat bahwa benda seni yang diciptakan para seniman merupakan tiruan benda indah yang merupakan ilusi dari ide keindahan yang telah dijabarkan diatas. Karya seni itu sendiri hanya sebuah ilusi/bersifat maya. Karenanya, karya seni itu inferior (bertaraf rendah). Karya seni juga dapat merusak akal sehat akibat kandungan emosi dan akibat tiruan ide keindahan (hegemonisasi kecantikan: harus putih, berhidung mancung dan berambut lurus).
Karya seni tidak dapat dijadikan sumber menimba pengetahuan, tidak seperti matematika atau ilmu eksak lain. Sementara itu, emosi pada karya seni bersumber dari keirasionalan yang di ilhami dari para dewa (konteks zaman yunani kuno). Emosi dalam karya seni juga dapat membutakan akal sehatnya. Karenanya ia berpendapat bahwa karya seni dapat membahayakan kehidupan sosial dalam suatu negara. Karya seni juga dianggap bukan sumber yang baik untuk pengetahuan dan pendidikan karena dinilai pengetahuan disitu rendah.
Pandangan Plato tersebut terjadi karena pendekatannya yang terlalu rasional (seperti pemikir zaman tersebut pada umumnya. Pendekatannya terlalu intelektual dan terlalu mengangkat nilai-nilai ilmu pengetahuan berdasarkan akal dan pikiran yang masih terbatas pada masanya. Karya seni dinilai dari sudut ilmu pengetahuan rasional yang masih kurang mumpuni untuk menjamah seni.
Estetika Menurut Aristoteles
Berbeda dengan Plato, Aristoteles berpendapat bahwa seni justru memberikan dampak yang baik dengan berbagai ilmu pengetahuan yang dapat diaplikasikan dan tidak kalah dengan ilmu eksak. Walaupun begitu menariknya Aristoteles justru banyak mendapatkan pengaruh dari pemikiran Plato yang kritis terhadap seni.
Mimesis
Seperti Plato, Aristoteles juga berpendapat bahwa seni itu suatu imitasi atau tiruan; mimesis. Manusia meniru untuk mendapatkan kegembiraan, keindahan dan hal lainnya. Tetapi imitasi yang dimaksudkan oleh Aristoteles disini bukan sekedar reproduksi realitas. Seniman memang meniru realitas, tapi menyimpang dari dunia pengalaman atau empiris. Seniman memilih sejumlah realitas untuk membangun sebuah gambaran yang memiliki makna. Hal yang ditiru oleh seniman termasuk tingkah laku manusia. Gambaran tingkah laku manusia itu mengandung hukum kemungkinan terjadi atau keharusan terjadi pada manusia. Karya seni bersifat universal karena digambarkan dapat terjadi kapanpun dimanapun bagi manusia.
Berbeda dengan Plato yang menganggap karya seni hanyalah ilusi, Aristoteles justru beranggapan bahwa karya seni adalah karya nyata yang dapat diresapi secara sensoris (inderawi). Pendekatan Aristoteles jauh lebih ilmiah dibandingkan dengan pendekatan Plato yang lebih bersifat rasional / intelektual idealis.
Sastra
Filsafat seni Aristoteles lebih berporos pada sastra melalui kajian terhadap drama dan epos pada zamannya. Telaah utamanya adalah pada drama, yaitu ‘komedi’ dan ‘tragedi’. Dia juga banyak menguraikan bentuk epos dan puisi.
Aristoteles merinci unsur-unsur drama yang terdiri atas:
Objek imitasi, adalah tingkah laku dan kelakuan manusia (drama, perbuatan).
Medium imitasi, dapat erupa bahasa, irama dan nada.
Karakteristik imitasi, berupa dialog, narasi, deklamasi dan acting.
Dalam drama tragedy, manusia digambarkan lebih baik dari kenyataan sebenarnya, sementara dalam komedi manusia digambarkan lebih buruk dari kenyataan sebenarnya. Tragedi menggambarkan kesuperioran manusia melebihi kekuatan aslinya. Sedangkan komedi menggambarkan keburukan dan kelemahan manusia. Tragedi memiliki sejumlah unsur utama berupa:
Plot (alur cerita)
Karakter
Pikiran
Bahasa
Musik
Spektakel
Aristoteles juga membahas perbedaan sejarah dan sastra. Sejarah menggambarkan apa yang telah terjadi apa adanya, sedangkan sastra menggambarkan yang mungkin terjadi sehingga sastra lebih bersifat universal/umum, dan lebih mengandung filsafat dibandingkan dengan sejarah yang bersifat fakta dan partikular. Sehingga dia melihat seni dapat menjadi simbol atau lambing yang maknanya harus ditemukan oleh apresiatornya sendiri: penonton, pembaca atau pemain.
Ciri Keindahan
Dalam memberikan karakteristik mengenai apa itu yang disebut indah, Aristoteles masih terpengaruhi oleh pemikiran Plato. Keduanya menekankan adanya kesatuan dan harmoni. Terjaringnya keserasian antara berbagai unsur yang disusun/disatukan menjadi fokal utama pada keindahan. Berikut adalah beberapa ciri keindahan menurut Aristoteles:
Kesatuan atau keutuhan yang dapat menggambarkan kesempurnaan bentuk, tidak ada yang lebih atau kurang. Sesuatu yang pas dan khas.
Harmoni atau keseimbangan antara unsur dan proporsi, sesuai dengan ukuran yang khas.
Kejernihan, segalanya memberikan suatu kesan yang jelas, terang, jernih, murni tanpa ada keraguan.
Berbeda dengan Plato, Aristoteles berpendapat bahwa semua keindahan tersebut dapat diapresiai melalui nalar dan pikiran biasa. Tidak bersifat transendental seperti yang dikatakan Plato.
Estetika Menurut St. Agustinus
Pemikiran seni Agustinus sering juga disebut neo-platonisme, atau pemikiran platonisme yang baru. Pokok pikiran klasik dari Plato mengenai harmoni, keteraturan dan keutuhan/kesatuan, dan keseimbangan dalam karya seni digunakan oleh Agustinus. Sesuatu yang indah adalah kesatuan objek atau unsur seni yang sesuai dengan pengaturan/prinsip seni sesuai dengan perbandingan/proporsi masing-masing bagiannya.
Ide keindahan Plato dikenakan pada Tuhan/Dewa, sehingga keindahan seni dan alam berhubungan erat dengan agama. Karya seni yang indah adalah karya yan sesuai dengan keteraturan yang ideal dan hanya dapat diperoleh melalui sinar Ilahi. Karena itulah filsafat Agustinus sering disebut juga iluminasi, yang segala sesuatunya indah karena cahya Ilahi, cahaya terang dari Tuhan. Dalam karya seni yang baik selalu terdapat kecemerlangan keteraturan dan dengan pemikiran itu Agustinus menolak seni sebagai mimesis. Seni itu transendental, peran cahaya ilahi sangatlah besar.
Agustinus juga tertarik menilai jenis karya fiksi dalam sastra. Menurutnya ada dua jenis cerita fiksi dalam sastra. Keduanya sebetulnya adalah kebohongan/fiksional, hanya saja ada kebohongan yang tidak bermaksud menipu da nada yang tidak bermaksud menipu. Yang lebih dihargai keindahannya adalah karya fiksi yang meskipun menyampaikan kebohongan tetapi bermaksud baik secara moral dan agama.
Estetika Menurut Earl of Shaftesbury
Shaftesbury menilai gejala seni sebagai sesuatu yang bersifat transendental. Keindahan alamiah hanyalah bayang-bayang dari keindahan asal. Terdapat pengaruh pemikiran Plato dalam filsafatnya. pemikiran Plato, yang menilai tinggi adanya ide murni yang abadi dan ditambah dengan berkembangnya aliran agama Puritanisme di Inggris mengakibatkan Shaftesbury berpendapat bahwa interest atau kepentingan pribadi (selera) dalam seni akan menjadi unsur perusak keindahan murni. Dalam ajaran agama Puritan, hal inderawi manusia menggerakkan berbagai nafsu manusia yang tidak terkendali, dan buruk. Ajaran ini menyatakan bahwa keinginan pribadi untuk memiliki keindahan secara tetap adalah unsur yang dapat merusak apresiasi seni. Pertimbangan kepentingan pribadi atau berbagai keinginan individu dalam hal praktis (practical) tidak sejalan dengan apresiasi seni.
Bagi para filsuf seni yang yangikuti pemikiran Shaftesbury ini, terdapat tiga tingkat keindahan dalam hidup, yaitu: keindahan tingkat jasmani, tingkat rohani (spiritual) dan tingkat ilahi (transcendent). Segala yang indah itu bersifat baik dan teratur. Inilah sebanya ukuran faktor moral menjadi penting dalam nilai seni. Apresiasi seni atau sering disebut faculty of taste bagi mereka mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai hukum moral dan rasa keindahan. Fungsi moral seni tersebut bersifat intelektual karena menyangkut hal-hal yang baik dan buruk. Sementara itu selera keindahan bersifat transendental, karena asalnya turun dari langit (dari atas), ciri khas pemikiran agama samawi. Keindahan adalah sesuatu yang agung dan hanya dapat ditangkap setelah adanya tindak renungan atau kontemplasi. Apresiasi atau faculty of taste tersebut harus dilakukan secara ikhlas tanpa pamrih kepentingan pribadi manusia.
Estetika Menurut Hutcheson
Hutcheson menolak pemikiran Shaftesbury tentang faculty of taste. Selera seni atau keindahan bersifat tunggal, yaitu murni keindahan yang bersifat imanen dan bukan transenden seperti pemikiran Hutcheson atau Plato. Hutcheson berpendapat bahwa pada diri manusia terdapat kemampuan dasar yang bersifat internal dan eksternal.
Kemampuan dasar internal manusia meliputi kemampuan moral, kemampuan kemuliaan, kemampuan solidaritas, kemampuan patriotic dan kemampuan keindahan. Kemampuan internal manusia bersifat mental yang akan memberikan tanggapan atau reaksi terhadap berbagai objek di luar diri manusia. Hal-hal di luar diri manusia akan mampu menggerakkan kemampuan mental manusia yang internal tersebut, termasuk kemampuan keindahannya.
Sementara kemampuan eksternal manusia diwakili oleh lima indera manusia dalam berhubungan dengan hal-hal di luar dirinya. Kegiatan indera manusia akan memberikan persepsi. Apabila seseorang menghadapi objek seni di luar dirinya, maka sense of beauty sebagai kodrat internal manusia akan menanggapinya dengan perasaan tenang, damai, harmonis, seimbang, utuh dan bahagia.
Dalam menanggapi objek tersebut, kodrat internal maupun eksternal bekerjasama secara simultan sebelum adanya campur tangan peran rasio dan akal intelektual. Karena itu seni selalu bersifat disinterestedness atau tidak memiliki motif tertentu untuk kepentingan individu secara praktis.
Estetika Menurut Alexander Gottlieb Baumgarten
Filsuf asal Jerman yang underrated (minor) ini adalah penggagas istilah ‘estetika. Peranannya terhadap bidang filsafat sebetulnya sangat besar, tetapi sering terhitung diabaikan dalam bidang filsafatnya sendiri.
Baumgarten berpendapat bahwa objek seni bersifat inderawi. Seni dimasukkan sebagai bagian dari ilmu keinderawian sehingga sifatnya intelektual. Keberadaan objektif harus sesuai dengan kebenaran estetik. Meskipun demikian, kebenaran estetik terletak pada hal-hal yang tampaknya ‘tidak benar’ dan ‘benar’, yaitu suatu kebenaran yang ‘mungkin’. Ada kebenaran yang bersifat intelektual da nada kebenaran yang bersifat inderawi. Terdapat kebenaran yang secara inderawi benar,
Pengertian Estetika Menurut Immanuel Kant
Immanuel Kant adalah filsuf Jerman yang hidup di abad ke-18 dan memulai perubahan drastis di bidang estetika dan teleologi, karena itulah, Kant adalah salah satu figur terpenting untuk bidang estetika. Seperti pemikir ‘Era Pencerahan’ (Enlightment Age) yang lain, dia memegang teguh kepercayaan bahwa pemikiran manusialah yang memenuhi dunia yang kita alami ini dengan struktur-struktur tertentu. Dia berpendapat bahwa kemampuan penilaian kitalah yang memungkinkan kita mengalami atau merasakan keindahan dan memahami pengalaman itu sebagai bagian dari dunia yang terstruktur dan teratur dengan tujuan tertentu.
Menurut Kant, estetika memiliki pengertian yang luas, tidak saja mengenaikeindahan dan keagungan tetapi juga kesenangan secara umum. Estetika berfokus pada kesenangan dalam konteks karakteristik subjek yang mengalami kesenangan itu daripada karakter objeknya. Penilaian keindahan menurut Kant bersifat stabil karena esensial dan universal, berbeda dengan kesenangan lain yang bukan keindahan.
Immanuel Kant membagi teori estetika menjadi empat bagian, yaitu: teori disinterestedness atau teori tanpa pamrih dalam seni, teori universalitas, teori esensialitas, dan terakhir teori bentuk dan tujuan. Berikut ini adalah uraian dari masing-masing pembagian teori tersebut.
Teori Disinterestedness
Karya seni identik dengan keindahan murni tanpa dikotori oleh kepentingan dan keinginan praktis manusia. Menikmati keindahan suatu objek harus dihilangkan dari kepentingan hidup sehari-hari seperti keinginan/hasrat untuk memiliki, menguasai, memantafaatkan apalagi jika kepentingan tersebut memiliki issue yang sensitif seperti: politik, dikte moral, kepercayaan dan kegunaan praktis lainnya. Penilaian keindahan harus dipisahkan dari keberadaan atau eksistensi objeknya. Keindahan ada pada subjek tertentu, misalnya keindahan pada bunga mawar. Warna merah pada mawar dan bentuk mawar itu sendiri harus dipisahkan dari mawar itu sendiri yang mungkin ingin kita miliki dan manfaatkan. Keindahan warna bunga mawar dan keindahan bentuknya harus dinilai secara terpisah dari keberadaan bunganya sendiri.
Teori Universalitas
Masih berhubungan dengan teori disinterestedness. Jika dalam teori tanpa pamrih tadi manusia merisaukan antara kenyataan dan keindahan murni dengan keberadaan objek nyata, maka objek keindahan dan objek benda nyata juga dapat dibedakan. Pada objek keindahan tidak ada lagi kaitan kepentingan personal yang spesifik. Kepentingan spesifik subjektif yang berhubungan dengan karakteristik objeknya tentunya bersifat khusus dan bukan universal karena keindahan itu harus tanpa pamrih, sehingga bersifat universal, lepas dari kepentingan subjek atas karakteristik objek yang bersifat ruang dan waktu. Kesenangan atas keindahan yang ada pada objek itu berada di luar ruang dan waktu dengan segala kepentingannya. Dengan demikian kesenangan tersebut bersifat universal, abadi dan berlaku untuk kapan saja dimana saja. Sementara itu, eksistensi objek keindahan itu sendiri dapat dimanfaatkan menurut kepentingan ruang dan waktu manusia.
Teori Esensialitas
Prinsip ini menegaskan bahwa jika seseorang menilai sesuatu indah, maka dia sedang membicarakan sesuatu yang memberikan kesenangan yang muncul dari kemampuan manusia umumnya. Mendatangkan kesenangan pada seseorang dapat juga mendatangkan kesenangan bagi orang lain, karena setiap manusia pada suatu titik memiliki kemampuan dasar kesenangan yang sama. Namun kenyataannya tidak begitu, karena kemampuan dasar tersebut meskipun ada pada setiap manusia, perkembangannya tidaklah sama. Setiap penilaian keindahan selalu bersifat tunggal, sehingga tidak pernah ada aturan umum yang dapat diformulasikan dari kumpulan penilaian tunggal yang ada. Pada dasarnya, pemikiran ini menunjukkan bahwa setiap orang dapat setuju tentang apa yang indah, tetapi kita tidak memperoleh petunjuk bagaimana dapat mendapatkan persetujuan bersama itu (agreeable).
Teori Bentuk Tujuan
Jika ketiga teori sebelumnya berkaitan dengan subjek yang mengalami keindahan dan teori keempat mengenai objek keindahan itu sendiri, maka dalam teori ini Kant berpendapat bahwa keindahan yang mendatangkan rasa senang itu muncul dari adanya hubungan bentuk sebagai stimulus keindahan. Karya seni selalu berupa wujud, suatu bentuk. Setiap bentuk karya seni adalah hasil dari aktivitas manusia yang memiliki tujuan. Manusia menciptakan karya seni dengan tujuan tertentu. Maka manusia harus dapat membedakan antara tujuan dan penciptaan dan bentuk itu sendiri. Seperti misalnya alam, dianggap bentuk. Alam diciptakan oleh Tuhan dengan suatu tujuan, suatu maksud. Keindahan hanya berurusan dengan bentuk ini saja. Hanya bentuk yang mendatangkan keindahan, baik bentuk alam maupun bentuk buatan manusia. Kant berpendapat bahwa kualitas warna atau bunyi bukan bagian dari keindahan, tapi merupakan bagian yang memberikan kesenangan pada manusia. Manusia harus dapat membedakan antara keindahan bentuk dan elemen visual atu audio yang memberikan rasa senang bagi manusia.
Penilaian Estetik
Lebih jauh tentang pemisahan objek dan subjek Kant, salah satu pemikiran Immanuel Kant tentang estetika yang paling terkenal adalah ‘Penilaian Estetik’ (Aesthetic Judgment). Menurut Kant, penilaian estetik adalah sebuah keputusan yang didasarkan pada perasaan, dan khususnya pada perasaan senang (pleasure) atau tidak senang (displeasure). Menurut pandangan Kant ada tiga macam penilaian estetik:
Penilaian sesuatu yang menyenangkan, mudah di iyakan oleh banyak orang/populer (judgments of the agreeable)
Penilaian keindahan (atau penilaian rasa).
Penilaian keagungan (judgments of the sublime), keindahan yang tidak hanya berfokus pada indah itu sendiri, tetapi memancarkan nilai lain yang menarik.
Kant juga sering menggunakan ungkapan ‘Penilaian Estetik’ dalam pengertian yang lebih mengerucut dengan tidak memasukkan ‘Penilaian yang Menyenangkan’. Pertimbangan estetis dalam pengertian mengerucut itulah yang menjadi fokus utama ‘Kritik Penilaian Estetik”.
Penilaian tersebut bisa jadi tetap ‘murni’ atau tidak (murni atau ditunggangi kepentingan lain/manfaat praktis); Sementara Kant kebanyakan memusatkan perhatian pemikirannya pada hal-hal yang murni, ada kemungkinan bahwa sebagian penilaian tentang seni yang berlawanan dengan keindahan alam tidak dihitung sebagai sesuatu yang murni. Catatan itu penting untuk digarisbawahi agar dapat memahami pemikiran Kant mengenai penilaian subjek yang harus dipisahkan dari objeknya. ‘Kritik terhadap Penilaian Estetik’ tidak hanya menyangkut penilalian keindahan dan keagungan, tetapi bersingungan juga dengan cara produksi objek-objek yang membuat keputusan seperti itu dibuat dengan tepat.
Pengertian Estetika Menurut Friedrich Schiller
Friedrich Schiller berpendapat bahwa filsuf seni seharusnya tidak menempatkan perasaan sebagai subordinasi pikiran. Perasaan dan pemikiran dapat saling berkoordinasi secara timbal balik. Unsur pemikiran menuntut keutuhan, sedangkan alam memberikan keragaman. Hubungan perasaan dan pikiran dalam seni: Keindahan merupakan objek bagi kita, karena renungan terhadapnya adalah kondisi yan dapat kita rasakan. Tapi, keindahan juga merupakan subjek, karena perasaan adalah kondisi yang memungkinkan kita untuk memperoleh persepsi darinya.
Salah satu pemikiran yang paling menarik dari Schiller adalah pendapatnya mengenai seni berhubungan dengan naluri bermain. Naluri bermain lebih dulu ada pada manusia, bahkan pada binatang. Naluri bermain bersifat mimesis (meniru) dalam arti menirum alam. Bermain dapat menjadi suasana kebebasan tanpa tujuan praktis, yaitu bermain demi permainan itu sendiri. Bermain mengarah pada kesenangan dan relaksasi dari berbagai kemampuan dasar manusia. Ketika bermain, diri dan alam menjadi satu, sehingga alam tidak ada bagi manusia. Manusia menjadi bagian dari alam.
Naluri tersebut menjadi dasar estetika, tetapi naluri bermain baru berubah menjadi estetika ketika manusia memisahkan dirinya dengan alam dan merenungkan apa itu alam bagi dirinya. Dalam naluri bermain kekebasan itu kosong tanpa tujuan, sedangkan dalam estetika kekosongan tersebut diisi dengan ekspresi individual yang imajinatif. Ekspresi individual tersebut didasari oleh unsur intelektual dan moralitas. Melalui kerja intelektual, individu tersebut membangun bentuk. Bentuk terikat pada isi, yang berupa material dan kegunaan praktis, tetapi dalam seni kegunaan praktis itu bersifat memecah kemampuan dasar manusia namun justru perasaan itu juga yang menyatukannya (komplementer / saling mengisi kekurangan masing-masing).
Dari persoalan isi dan bentuk itu Schiller menekankan pentingnya bentuk. Isi bisa saja nihil / kosong, tetapi bentuk adaah segalanya. Dalam bentuk itulah asas permainan ini berlaku. Isi intelektual hanya akan menghalangi tercapainya kebebasan dan kesenangan bermain dalam seni. Keindahan adalah kehidupan, yaitu bentuk yang hidup. Seniman harus menaklukan alam dalam bentuk, melalui kemampuan intelektual dan moralitasnya tapi bukan demi intelektual atau moralitas itu sendiri. Semuanya demi bentuk yang hidup, bentuk yang estetis / indah.
Estetika Menurut Friedrich Schleiermachera
Ajaran estetika Schleiermacher menyetujui pendapat Hegel yang meletakkan estetika sebagai bagian kerja filsafat dan filsafat itu sendiri sejajar dengan agama. Seni dan estetika diletakannya dalam disiplin filsafat etik, sedangkan di lain pihak ada disiplin filsafat dialektik (ontology) dan fisik. Ia membagi aktivitas manusia menjadi dua kategori, yaitu aktivitas identitas atau aktivitas logic yang bersifat umum serta aktivitas individual yang amat beragam. Schleiermacher juga membagi aktivitas internal dan aktivitas eksternal, yaitu aktivitas imanen dan aktivitas praktis. Seni termasuk dalam aktivitas individual. Seni juga termasuk dalam aktivitas internal. Seni sejati merupakan imaji internal. Seni adalah kegiatan imanen yang ersifat internal, bukan kegiatan praktis; kegiatan individual, bukan kegiatan logik. Dia memberikan contoh perbedaan antara manusia yang marah dan actor yang memainkan peran orang sedang marah. Marah actor adalah seni karena emosi marah itu telah dibentuk dan dikontrol oleh actor. Kemarahan telah dibentuk oleh individu secara internal dan kemarahan actor bukan kemarahan praktis lagi.
Salah satu pendapatnya yang paling menarik adalah mengenai hubungan antara seni dan mimpi. Dalam mimipi, aneka fakta muncul dan mengalir secara tidak teratur, merupakan suatu kekacauan/chaos. Dalam seni fakta pun muncul seperti dalam mimpi, hanya aktivitas internal manusia yang dapat mengubah fakta mimpi menjadi seni dengan memberinya susunan, struktur dan bentuk. Dari bentuk itulah baru muncul berbagai makna.
Kebenaran seni pada awalnya muncul dari kesadaran individual. Kesadaran individual, baik dalam perasaan maupun gagasan dan pengelihatan tidak akan menjadi seni jika tidak didasari oleh kesadaran kemanusiaan yang universal. Seni merupakan kesadaran universal, terasa secara universal sebagai kebenaran dan logis secara universal sebagai kebenaran. Nilai moralitasnya juga bersifat universal.
Tugas seni menuju ke dua arah dalam hubungannya dengan realitas empiris, yaitu menyajikan kebenaran realitas dan sekaligus menyempurnakan realitas itu. Realitas empiris lingkungan disempurnakan dalam aspek dan bidangnya masing-masing, seperti moralitas, norma sosial, religi dan lain-lain. Sudah menjadi tugas seniman untuk menyajikan sesuatu yang ideal dalam yang nyata, yang subjektif dalam yang objektif.
Estetika Menurut Theodor Fechner
Fechner terkenal dengan bukunya yang berjudul Introduction to Aesthetic (1876). Dia dikenal sebagai pakar estetika eksperimental. Disebut demikian karena ia menolak konsep deterministic terhadap objek esensi seni dan keindahan, estetika seperti itu sebagai estetika dari atas. Ia sendiri menciptakan estetika dari bawah yang lebih mencari kejelasan, bukan sublimitas (keagungan) seni. Ia bekerja secara induktif dengan melakukan berbagai eskperimen estetik. Mengumpulkan data tentang warna yang paling banyak disukai responden, serta alasan mereka menyukai/menyenangi warna tersebut. Ia juga meminta responden memilih dua bentuk atau dua warna dan mengapa mereka memilih bentuk dan warna tersebut.
Hasil yang diperoleh itu kemudian di analisis. Temuannya ini masih diperdebatkan dalam kajian estetika. Temuan eksperimentalnya meliputi masalah hukum dan prinsip estetika seperti kesatuan dalam keberagaman, kejelasan, asosiasi, kontras, konsekuensi, konsiliasi, makna yang benar, prinsip ekonomi, perubahan, pengukuran, dan masih banyak lagi yang lain.
Menurut Gustaf Theodor Fechner makna keindahan berdasarkan eksperimennya, ia tetap kembali pada jawaban spekulatif. Menurutnya ada tiga arti keindahan.
Dalam arti luas bahwa seni adalah segala sesuatu yang menyenangkan secara umum.
Keindahan memberikan kesenangan yang lebih tinggi, tetapi masih bersifat inderawi.
Keindahan sejati tidak hanya menyenangkan, tetapi juga kesenangan yang sesungguhnya, yaitu memiliki nilai-nilai dalam kesenangan tersebut yang didalamnya terkait konsep keindahan dan konsep moral, kebaikan.
Fechner juga mengajukan beberapa prinsip prinsip seni seperti yang dipaparkan dibawah ini.
Seni selalu memilih ide berharga dan menarik utnuk direpresentasikan.
Seni harus mengekspresikan gagasannya dalam bentuk material yang begitu rupa sehingga bentuk setara dengan isi.
Dari berbagai kemungkinan bentuk ekspresinya, harus dipilih bentuk seni yang paling memberikan kesenangan tertinggi.
Semua unsur bentuknya secara rinci harus diperlakukan begitu rupa sehingga memberikan efek kesenangan yang maksimal.
Tujuan seni adalah memberikan pencapaian kesenangan tertinggi yang mengandung nilai-nilai tertinggi.
Estetika Menurut Virgil Aldrich
Apakah sebuah karya seni disikapi oleh penanggap seni seperti orang lain menanggapi karya tersebut? Bagaimana seharusnya hubungan antara karya seni dan penanggap seni? Apakah karya seni menentukan sikap penanggap seni atau sebaliknya? Pertanyaan semacam itulah yang ingin dijawab oleh Aldrich. Apa yang harus dilakukan oleh subjek seni terhadap objek seni sehingga objek seni tersebut menjadi objek estetik? Disini dari subjek seni dituntut suatu sikap estetik tertentu atau persepsi estetik tertentu, sebelum adanya keyakinan terhadap nilai estetik tertentu dalam objek seni, sehingga sikapnya itu akan membuktikan keyakinannya.
Menurut Aldrich salah jika orang beranggapan hanya ada satu cara dalam menghadapi karya seni. Ada dua cara persepsi, yaitu persepsi estetik (prehensi) dan persepsi non-estetik (observasi). Objek observasi merupakan objek fisik dan objek prehensi disebut sebagai objek estetik. Sementara itu cara menghadirkan, menyusun atau membentuk gambar itu disebut sebagai objek material. Karya seni secara objektif hanyalah objek material. Saat kita mengikapi objek material tersebut estetiklah maka objek material tersebut akan menjadi objek estetik. Sikap seperti itu disebut prehensi oleh Aldrich, sikap estetik yang sesungguhnya.
Contoh yang diajukan Aldrich adalah sebuah gambar ambigu yang memiliki dua arti, yaitu gambar sederhana yang sekilas tampak seperti kelinci, tetapi dalam persepsi tertentu juga merupakan gambar itik. Jadi, gambar tersebut dapat dilihat atau disikapi sebagai gambar itik atau gambar kelinci. Yang mana yang benar? Tergantung pada cara pemandang menyikapinya, tidak ada yang salah.
Jika sikap estetik kita mengara kepada objek seni sebagai gambar kelinci (objek estetik), maka gambar bebek menjadi objek fisik. Sebaliknya jika persepsi estetik kita pada objek material itu sebagai gambar bebek, maka gambar kelinci menjadi objek fisik.
Estetika Menurut Collingwood
Collingwood terkemuka melalui bukunya yang berjudul The Principles of Art, Isinya adalah telaah Collingwood mengenai hubungan antara seni dan craft (kerajinan), yang secara prinsip berbeda. Collingwood menyangkal bahwa seni dan kerajinan sebagai dua spesies yang berasal dari genus tunggal. Tidak ada karakteristik esensial yang mendasari keduanya. Menurutnya kerajinan adalah aktivitas yang mengubah material mentah dengan keterampilan yang dapat dipelajari sehingga menjadi produk yang telah ditetapkan sebelumnya. Karakterisik kerajinan adalah adanya hubungan antara alat dan tujuan ini. Keterampilan membuat sepatu kulit adalah alat untuk menghasilkan suatu tujuan, yaitu sepatu yang telah dirancang sebelumnya dan dapat dibuat cetak biru/spesifikasinya.
Kerajinan dan seni bisa bersifat komplementer, sehingga substansi benda yang sama dapat menjadi sebuah karya kerajinan dan seni di pihak yang lain. Seniman harus memiliki keterampilan yang menghasilkan kerajinan terlebih dahulu, barulah dia mulai berkembang, bisa sekedar menjadi tukang (artisan) atau menjadi seniman.
Collingwood membedakan antara seni sejati (proper art) dan seni gadungan yang dinamakannya sebagai seni hiburan. ‘Jika sebuah artefak didesain untuk mencetuskan emosi tertentu dan jika emosi ini dimaksudkan bukan untuk penuangan ke dalam okupasi kehidupan biasa melainkan untuk kegembiraan sebagai sesuatu yang bernilai, maka fungsi artefak tersebut adalah menyenangkan dan menghibur’ katanya. Ke dalam seni hiburan ini dia juga memasukan beberapa jenis seni yang lain yaitu: seni magis dan seni religius. Seni hiburan maupun seni magis dimaksudkan untuk mencetuskan emosi yang dicetuskannya. Emobis membangkitkan rasa cinta tanah air dalam sebuah patung atau lukisan adalah sejenis dengan emosi yang dicetuskan dalam seni hiburan yang tidak nyata. Seni hiburan dan seni magis keduanya hanya kerajinan karena didesain untuk mencetuskan emosi spesifik yang telah ditetapkan sebelumnya oleh seniman; menghibur.
Ekspresi Seni
Salah satu pemikiran Collingwood mengenai seni adalah teori ekspresi seni. Ekspresi emosi dapat diwujudkan dalam beberapa cara. Ekspresi yang umum dalam kehidupan sehari-hari terjadi secara alami dan tidak terkontrol. Untuk mengekspresikan marah, wajah bisa memerah atau ekspresi ketakuan dapat menyebabkan wajah pucat. Namun semua itu di luar kenali subjeknya. Ekspresi dalam seni adalah adanya kendali dan kesadaran mengendalikan emosi. Ekspresi emosi yang dikendalikan secara sadar adalah bahasa dan seni adalah semacam bahasa. Pengekspresian emosi yang merupakan seni sesungguhnya semuanya mengarah pada hal yang sama, yaitu ekspresi, seni dan bahasa.
Penilaian Seni
Mengenai penilaian seni yang baik dan jelek ia menyatakan, ‘Definisi substansi tertentu apapun adalah merupakan definisi substansi yang baik semacam itu…’. Karya seni yang jelek, menurutnya adalah sebuah aktivitas yang membuat seniman mencoba mengekspresikan emosi tertentu, namun gagal. Tetapi sebuah lukisan yang jelek pertama-tama harus berupa lukisan. Lukisan yang jelek tidak berarti bukan lukisan sama sekali. Lukisan yang jelek telah memenuhi persyaratan seni, tetapi gagal dalam beberapa aspeknya.
Estetika Menurut George Dickie
Karya seni dalam pengertian klasifikasi adalah sebuah karya dalam pengertian evaluasi. Jadi, sesuatu disebut mengandung atau tidak mengandung nilai seni tergantung pada adanya suatu evaluasi nilai. Sebuah karya seni dalam pengertian kualifikasi adalah sebuah artefak. Beberapa orang yang bertindak atas nama institusi sosial tertentu memberikan kandidat status untuk apresiasi. Evaluasi suatu institusi dalam masyarakatlah yang memberikan status pada sesuatu sebagai berstatus seni atau tidak. Pandangan pemberian status ini memang cukup kabur, karena institusi seni juga tidak jelas. Institusi seni idak didukurng oleh persyaratan legal. Institusi seni adalah semua orang yang memandang dirinya sebagai anggota dunia seni dan karenanya memiliki kapasitas untuk memberikan status.
Teori institusi seni menyadari bahwa dirinya harus selalu mempertimbangkan praktek dunia seni. Institusi seni harus selalu diperhatikan bahwa syarat menjadi sebuah karya seni dalam pengertian klasifikasi tidak berarti karya tersebut memiliki nilai aktual. Keputusan bahwa sebuah karya menjadi karya seni secara institusional juga mempertimbangkan latar belakang institusinya. Suatu karya mungkin diakui bernilai seni dalam satu lingkungan institusi, namun ditolak oleh institusi yang lain.
Sebuah intitusi seni bisa mengatakan sebuah karya seni adalah sebuah objek yang membuat seseorang mengatakan bahwa ini adalah karya seni. Skeptikal karena tampaknya sembarangan, tetapi insitusi semacam ini mempertaruhkan semua martabat dirinya untuk menyatakannya demikian. Jika suatu institusi secara sembarangan mengatakan sebuah artefak sebuah karya seni, institusi tersebut akan mendapatkan kehilangan kepercayaan.
Kesimpulan
Pemikiran estetika berawal dari kecintaan manusia terhadap keindahan yang melekat pada bendanya sendiri hingga menuju sisi diluar benda itu sendiri; rohaniah. Perkembangannya juga cenderung selalu membedakan antara seni murni dan seni terapan, walaupun filsuf kontemporer juga menemukan irisan tengahnya dan kita tidak dapat dengan serta merta membuat dikotomi yang membedakan seni rendah dan seni tinggi. Keindahan juga akhirnya ditemukan tidak memiliki patokan tertentu seperti seorang wanita yang cantik tidak selalu harus putih dan berhidung mancung, walaupun pandangan tersebut adalah pandangan yang agreeable untuk kebanyakan orang. Sisi ekstrinsik estetika sendirilah yang menyebabkan stereotype tersebut hingga kehidupan sosial manusia sempat terusik oleh berbagai issue sosial seperti rasisme dan pandangan sebelah mata terhadap bentuk tertentu.
Pencarian estetika di era kontemporer ini bisa dibilang masih berujung pada issue sosial, seperti pemikiran George Dickie mengenai institusi sosial. Seni seolah beralih dari objek intrinsiknya sendiri menjadi sebuah konsep yang terikat pada medannya sendiri, artefak hanyalah jasad yang mewakilinya. Walaupun begitu bukan berarti pemikiran seperti itu menjadi yang paling benar, tetapi hanya menambah catatan baru untuk kita kembangkan atau mungkin kita bantah melalui pemikiran maupun karya yang baru.
Gie, Liang. 1976. Garis Besar Estetik, Filsafat Keindahan. Yogyakarta: Penerbit Kaya.
Burnham, Douglas. 1997. Immanuel Kant: Aesthetics. Internet Encyclopedia of Philosophy, Diakses tanggal 2018-02-28, https://www.iep.utm.edu/kantaest/#H2
Sumber : https://serupa.id/pengantar-estetika-filsafat-keindahan-rasa-dan-selera/
Pemikiran filsafat hanya akan berhenti apabila pemikiran non filsafat juga berhenti. Filsafat selalu bersifat terus-menerus (perenial). Kehidupan segi dalam dan lingkungan intelektualnya menghadapkan seorang filsuf kepada bentuk persoalan-persoalan yang selalu berubah dan tidak akan membebaskannya dari tugas berfikir lagi.
Irman Siswadi (Pustakawan Madya pada Perpustakaan Universitas Indonesia Email: siswadi02@yahoo.com; irman@ui.ac.id)
Salah satu keberhasilan dalam proses penelusuran tergantung pada ketepatan seorang penelusur dalam menuliskan kata kunci (keyword). Kata kunci yang tampak sederhana menjadi masalah besar jika hasil penelusuran tidak memuaskan dirinya. Berdasarkan pengalaman penulis saat bertemu dengan mahasiswa mulai dari strata satu sampai dengan tiga, ada beberapa kekecewaan yang selalu muncul pada saat seseorang menelusur, diantaranya:
1. Sulitnya menetapkan kata kunci yang tepat;
2. Hasil pencariannya terlalu luas;
3. Terlalu banyak informasi dari sumber-sumber yang diharapkan;
4. Tidak memfokus pada apa yang diinginkan;
5. Tidak mengetahui sumber rujukan yang tepat;
Banyak lagi penyebab penelusur tidak berhasil memperoleh informasi yang diinginkan. Jika hal ini terus berlanjut akan menganggu penyelesaian tulisan apabila informasi akan digunakan sebagai rujukan.
Reitz (2012) menyatakan bahwa kata kunci (keyword) merupakan satu kata atau frase yang menonjol (significant) pada judul, tajuk subjek, catatan isi, abstrak atau teks sebuah cantuman pada katalog online dan database bibliografi, yang dapat dimanfaatkan sebagai istilah pencarian dalam pencarian bebas untuk menemukan seluruh cantuman yang memuat kata kunci tersebut. Sedangkan definisi lain menuliskan kata kunci sebagai satu kata digunakan sebagai kunci satu kode, dan juga satu kata atau frase yang menonjol, yang digunakan untuk menggambarkan isi satu dokumen. Dari kedua pemahaman di atas jelas bahwa kata kunci itu mempunyai peran yang penting dalam satu penelusuran dan juga dapat dicari pada judul, teks, abstrak dan lain-lain.
Sebenarnya seseorang yang akan menelusur sudah memiliki bekal “kata kunci” yang merujuk pada topik yang akan ditulis. Jadi pada dasarnya kata kunci yang akan digunakan tersebut memiliki payung besar yaitu topik tulisan. Pada satu penelusuran kata kunci memiliki peran penting karena mau tidak mau suka tidak suka, seorang penelusur akan menuliskan kata kunci untuk penelusurannya. Adri (2007) meyebutkan peran kata kunci untuk keberhasilan proses penelusuran:
1. Tentukan kata kunci yang akan digunakan dalam mencari informasi
2. Hindari penggunaan kata kunci yang mempunyai arti ganda, karena hal ini hanya akan menjaring informasi yang tidak diperlukan, karena informasi yang dikumpulkan oleh search engine nantinya diperoleh dari metadata dari suatu situs.
Tanpa kata kunci yang tepat bisa jadi seorang penelusur menjadi sia-sia melakukan penelusuran. Satu hal lagi yang juga perlu mendapat perhatian pada saat menelusur adalah tidak terjebak hanya pada satu istilah kata kunci saja. Istilah-istilah lain dalam menuliskan kata kunci adalah sebagai berikut:
1. Sinonim Merupakan bentuk bahasa yang maknanya mirip atau sama dengan bentuk bahasa lain, contoh: mobile phone, handphone; apotik, rumah obat dan lain-lain.
2. Akronim Merupakan singkatan kata yang dapat dilafalkan seperti kata, contoh, Cipularang (Cikampek Purwakarta Padalarang); Dansus (Komandan khusus) dan lain-lain.
3. Singkatan Merupakan hasil menyingkat (memendekkan), berupa huruf atau gabungan huruf, seperti DPR (Dewan Perwakilan Rakyat);NLP (Neuro Linguistics Programme/Programming); LIPI (Lembaga Penelitian Ilmiah Indonesia)
4. Bahasa lain Satu topik bisa ditulis dalam lebih dari satu bahasa dan bahasa asing yang umum sering digunakan adalah bahasa Inggris. Oleh karena itu pemakaian istilah dengan bahasa lain menjadi penting untuk mengetahui informasi yang berkaitan dengan topik tersebut, seperti Community health = Kesehatan masyarakat; hospital = rumah sakit, dan lain-lain.
5. Istilah luas ( Broader terms) Merupakan satu simbol kata yang digunakan dalam thesaurus untuk mengidentifikasi istilah-istilah lain sebagai istilah luas (broader term) daripada istilah utamanya (the heading term)
Contoh:
Istilah luas Istilah khusus
Eating disorder ------------ Anorexia
Management --------------- Budgeting
6. Istilah spesifik (Narrower terms) Merupakan satu simbol kata yang digunakan dalam thesaurus untuk mengidentifikasi istilah-istilah lain sebagai istilah khusus (narrower term) dari istilah utamanya (the heading term)
Contoh:
Istilah khusus Istilah luas
Anorexia ------------------- Eating disorder
Budgeting ------------------- Management
7. Istilah berkaitan (Related terms) Merupakan satu simbol kata yang digunakan dalam tesaurus untuk mengidentifikasi istilah-istilah lain yang menjadi istilah berkaitan (related terms) dari istilah utamanya (the heading terms)
Contoh:
Eating disorder -------- Nutrition
Management ------------ Organization
8. Istilah penulisan latin (ilmiah) Merupakan istilah yang merujuk pada bahasa latin yaitu bahasa Romawi kuno. Umumnya bahasa latin diterapkan pada ilmu pertanian dan atau biologi.
9. Jamak dan tunggal Istilah jamak (plural) dan tunggal (singular) lebih banyak digunakan apabila penelusur akan mencari informasi dalam kosa kata berbahasa Inggris.
Contoh
Tomatoes / Tomato
Bones density / bone density
10. Variasi ejaan Variasi ejaan digunakan untuk mencari artikel dalam bahasa Inggris. Artikel berbahasa Inggris biasanya ditulis oleh orang yang mengikuti kaidah British English dan American English yang memiliki beberapa istilah berbeda.
Contoh:
Bristish English American English
Policeman/Bobby/Copper Cop
Trousers Pants
Dustman Garbage man
Penentuan istilah lain sebagaimana tertulis di atas perlu untuk diperhatikan, karena:
1. Umumnya satu topik artikel ditulis oleh berbagai penulis dari berbagai negara;
2. Beberapa penulis ada yang menuliskan istilah lain untuk satu kata kunci tertentu. Penetapan istilah kata kunci lainnya tersebut sesuai dengan keinginan penulis itu sendiri;
3. Informasi dari satu topik dapat ditulis hanya satu atau dua paragraf pada satu artikel. Jadi kata kunci yang ditulis hanya dibahas sedikit pada satu artikel tetapi bagi si penelusur ini merupakan bagian penting yang akan dikutip untuk karya tulisnya.
Daftar Pustaka
Adri, Muhammad (2007) Pemanfaatan internet sebagai sumber pembelajaran www.IlmuKomputer.com. [Diakses Januari 2013].
Kamus Bahasa Indonesia (2008) Pusat Bahasa.
Reitz, Joan M. (2012) Online dictionary for library and information science. http://www.abc-clio.com/ODLIS/ [Diakses 3 Januari 2013].
Ada banyak fokus yang dapat diteliti, tetapi fokus penelitian mesti dilihat apakah sesuai dengan bidang keilmuan kita ataukah tidak sesuai. Setiap bidang keilmuan mempunyai disiplin sendiri-sendiri. Itu sebabnya, pendidikan tinggi terdiri atas sejumlah fakultas, dan bahkan di tiap fakutas terbagi menjadi beberapa jurusan atau program studi. Harus dihindari membahas fokus yang bukan merupakan bidang keilmuan jurusan. Agar terhindar dari hal itu caranya kembali kita tegaskan apa bidang fokus kelmuan jurusan kita. Selain independen (berdiri sendiri) sebagai suatu disiplin, setiap bidang keilmuan mempunyai unsur-unsur yang membuat mereka (antar-bidang ilmu) bisa saling terkait satu dengan yang lainnya, khususnya yang serumpun. Bahkan, lintas bidang ilmu yang bukan serumpun pun bisa saling terkait melalui unsur-unsurnya. Justru karena adanya saling keterkaitan antar-unsur di dalam bidang ilmu inilah yang membuat kita harus makin menegaskan bidang ilmu sendiri (kompetensi) sesuai jurusan agar tidak tercampur dan tumpang tindih. Nah, apa jurusan dan bidang keilmuan Anda?
Menentukan Topik
Suatu jurusan pasti memeliki peran memelihara dan mengembangkan bidang ilmu yang diembannya. Pasti ada banyak topik yang dibicarakan di lingkungan jurusan. Topik pembicaraan bisa beragam meskipun di satu jurusan yang sama dengan wilayah yang berbeda di perguruan tinggi lain. Sebab, topik pembicaraan lazimnya bergantung konteks. Ada topik (issue) lokal, nasional, dan global. Topik-topik pembicaraan di suatu jurusan biasanya diusung dengan getol melalui program semisal diskusi, seminar, atau konferensi. Topik inti terutama disajikan di kelas melalui perkuliahan di dalam rencana pembelajaran semester dan silabus. Setiap jurusan mempunyai harapan untuk mengembangkan bidang keilmuan yang menjadi bidangnya dengan penyajian materi-materi dan topik perbincangan. Nah, ambil topik yang sering diperbincangkan di jurusan dari matakuliah-matakuliah inti bidang ilmu yang disajikan. Suatu topik di suatu tempat bisa saja tidak menarik diperbincangkan di tempat lain. Sebab, setiap jurusan pasti memiliki topik masing-masing yang hendak dikuatkan dan dikembangkan.
Menentukan Tema
Topik masih mengandung hal yang umum sementara tema akan lebih spesisik dan lebih terarah. Misalnya, topik hadis tentang pemimpin, dan temanya ialah pemimpin amanah. Ibarat sebuah rumah, maka temanya ialah bagian dari rumah tersebut antara lain pondasi, dinding, atau atap. Untuk rencana penelitian skripsi terdapat beberapa pertanyaan: 1) Apa bidang ilmuanya; 2) Apa topiknya; dan 3) Apa temanya. Ini berarti bidang ilmunya hadis (atau ilmu hadis), topiknya hadis tentang pemimpin, dan temanya ialah pemimpin amanah. Penelitian skripsi akan membicarakan sebuah tema yang spesifik di dalam sebuah topik yang lebih umum yang didasarkan pada bidang ilmu tertentu bergantung keilmuan yang disajikan di jurusan. Apakah Anda sudah punya tema untuk penelitian skripsi Anda?
Menentukan Fokus
Fokus itu biasanya ada di dalam tema (tentang topik dan mengenai bidang ilmu tertentu). Terkadang tema pun walaupun sudah spesifik, namun tetap tekadang masih luas wilayahnya. Contoh, hadis tentang pemimpin amanah. Fokusnya adalah amanah atau pemimpin amanah menurut hadis. Sekilas dari tema, dan topik serta bidang ilmu itu tampak tidak ada yang menarik untuk dibahas (atau dipermasalahkan). Untuk menemukan fokus di dalam sebuah tema maka harus dicarikan celahnya. Ini yang dimaksud dengan bahwa fokus itu terdapat di dalam tema, dan untuk menemukan fokusnya maka harus ditemukan celahnya. Ada beberapa teknik untuk menemukan fokus. Antara lain telusuri penelitian terdahulu tentang “Pemimpin Amanah dalam Perspektif Hadis”. Pasti sudah ada banyak penelitian tentang hal itu atau penelitian yang berkaitan dengan tema tersebut. Ambil satu naskah hasil penelitian yang paling dekat dengan tema tadi. Coba perhatikan naskah tersebut, teori apa yang digunakan (misalnya, teori kepemimpinan dalam Islam). Hadis mana saja yang ditelitinya? Lalu, perhatikan pula metode apa yang digunakan, misalnya, tahrij, tematik, ma’ani, syarah atau living hadis? Apa temuan yang dihasilkan dari penelitian tersebut? Bagaimana analisisnya? Dan perhatikan apa kesimpulannya? Setelah itu, coba ambil satu nasakh lagi untuk perbandingan, dari penelitian terdahulu dengan tema yang serupa. Baca lagi secara seksama seperti naskah yang pertama. Teori yang mereka gunakan bisa jadi sama, serupa, atau bahkan berbeda. Begitu juga hadis yang diteliti bisa saja sama, serupa, atau berbeda. Begitu selanjutnya, metode, hasil, analisis, dan simpulan dipastikan ada perbedaannya, atau bahkan perbedaan yang amat jauh. Nah, Anda sudah menemukan celah, yaitu menghubungkan dua teori yang berbeda, menyatukan subjek hadis yang diteliti, dan menyatukan metode yang digunakan. Terlebih, bila dua naskah hasil penelitian sebelumnya itu berbeda secara bertabrakan. Celahnya ialah mensintesiskan dua naskah itu, yakni naskah pertama tesis dan naskah kedua anti-tesis, sedangkan penelitian Anda sintesis. Atau membahas topik dan tema yang sama namun dengan metode yang berbeda maka itu pun celah dan pasti akan menghasilkan perspektif baru pula. Coba masuk pada suatu celah untuk menemukan fokus yang belum disentuh oleh peneliti sebelumnya atau celah yang direkomendasikan oleh peneleti terdahulu untuk penelitian tindak lanjut.
Keberlanjutan Penelitian
Meneruskan suatu penelitian dari penelitian sebelumnya merupakan langkah yang penting. Disebut penting karena sifat ilmu itu berkembang, di mana penelitian sebelumnya pasti telah memberikan kotribusi pengetahuan dan menambah daftar kepustakaan, tentu bila suatu penelitian dilanjutkan maka pengetahuannya semakin tambah berkembang. Seperti telah disinggung terdahulu jurusan sangat berkepentingan dalam pengembangan ilmu yang menjadi bidangnya. Karena itu, sangat penting melakukan tinjauan terhadap hasil penelitian terdahulu yang paling mutakhir. Di satu sisi penting untuk mencari celah dan fokus penelitian, dan di sisi lain penting untuk pengembangan pengetahuan secara lebih lanjut. Di bagian kesimpulan biasanya peneliti mencantumkan rekomendasi untuk penelitian lanjutan. Apabila tidak ditemukan rekomendasi, maka kita mencari celah dan fokus yang belum tersentuh untuk dilanjutkan. Jadi, penelitian tidak selalu mesti benar-benar baru dari segala aspeknya, tetapi penting untuk memikirkan aspek kebaruan dari penelitian sebelumnya.
Memilih Metode dan Pendekatan
Perlu ditegaskan terlebih dahulu jenis penelitian apakah kualitatif atau kuantitatif. Kualitatif biasanya untuk eksplorasi sedangkan kuantitatif untuk pengukuran. Penentuan jenis penelitian sangat menentukan metode yang akan digunakan. Metode sendiri ialah cara untuk sampai pada tujuan sesuatu. Sebelumnya penting ditentukan tujuan penelitian, apakah penelitian bertujuan untuk mengeksplorasi atau bertujuan untuk mengukur. Jika tujuan penelitiannya untuk eksplorasi maka digunakan jenis penelitian kualitatif. Apabila tujuan penelitiannya untuk pengukuran maka digunakan jenis penelitian kuantitatif. Baik kualitatif maupun kuantitatif, keduanya dapat menerapkan dua langkah metodologi, yaitu studi pustaka dan studi lapangan. Studi pustaka sudah cukup digunakan untuk penelitian kualitatif. Adapun penelitian kuantitatif dipastikan mesti menjalankan studi lapangan atau studi laboratorium. Hanya saja penelitian kualitatif pun kerap dianjurkan untuk menjalankan studi lapangan pula. Bedanya studi lapangan dalam penelitian kuantitatif dijalankan untuk menghimpun data-data lapangan yang terukur, sedangkan studi lapangan dalam penelitian kualitatif dijalankan untuk mengambil data-data kualitatif yang tidak terukur melalui pencermatan, dokumentasi dan wawancara. Selanjutnya, pendekatan yang sering disebut pula dengan istilah analisis. Tugas peneliti adalah mengumpulkan data, baik data pustaka maupun data lapangan. Data yang telah terhimpun kemudian ditampilkan apa adanya. Lalu, data apa adanya yang telah ditampilkan itu diuraikan atau dibahasalan menjadi fakta. Selebihnya, fakta tersebut dianalisis menjadi informasi atau pengetahuan. Pertanyaannya, analisis atau pendekatan apa yang akan digunakan. Misalnya, pendekatan living Qur’an dengan analisis sosiologis. Misalnya lagi, pendekatan living Qur’an dengan analisis etnografi. Dalam contoh ini dapat ditegaskan bahwa bidang ilmunya ialah ilmu al-Qur’an adapun sosiologi dan entografi menjadi unsur pengembangannya. Di sini, ilmu al-Qur’an merupakan disipin ilmu yang berdiri sendiri tetapi unsurnya dapat berhubungan dengan unsur ilmu lain. Memang metode dan pendekatan itu harus dipilih yang paling tepat, tergantung materi yang menjadi fokus penelitiannya. Tidak semua metode dan pendekatan bisa tepat digunakan dalam penelitian, tergantung materi dan fokus penelitiannya. Misalnya, materi fokus hadis maka terdapat beberapa metode yang bisa digunakan. Antara lain tahrij, metode ikhtilaf, metode kritik hadis, tematik, ma’ani, syarah, dan living hadis. Selebihnya, beberapa pendekatan dapat dijadikan pilihan apakah pendekatan dari bidang ilmu hadis sendiri ataukah meminjam pendekatan dari bidang ilmu lain semisal sosiologi, psikologi, etnografi, dan lain-lain. Dibutuhkan kecermatan dalam memilih metode dan pendekatan penelitian.
Menegaskan Judul Penelitian
Semua paparan di atas akan sangat membantu untuk menentukan judul penelitian. Misalnya, bidang keilmuannya hadis atau ilmu hadis, topiknya pemimpin atau kepemimpinan, dan temanya amanah atau pemimpin amanah. Misalnya lagi, fokus penelitiannya kriteria pemimpin amanah. Misal yang lainnya lagi, kasus kepemimpinan akademik Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Dari semua itu maka diperoleh gambaran untuk judul penelitian, yaitu “Kriteria Pemimpin Amanah Perspektif Hadis: Studi Kasus Kepemimpinan Akademik Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung Tahun 2016-2019”. Ini dapat digolongkan ke dalam jenis penelitian kualitatif dengan metode krtik hadis melalui studi pustaka dan sekaligus studi lapangan dengan pendekatan sosiologis dalam kasus kepemimpinan akademik di Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Pastinya, penentuan judul terdapat beberapa kunci, yaitu apa bidang ilmunya, apa topiknya, apa temanya, dan apa fokus penelitiannya.
Buatlah proposal penelitian untuk Skripsi dengan Sistematika sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
B. Batasan Masalah
C. Rumusan Masalah
D. Tujuan Penelitian
E. Manfaat Penelitian
F. Sistematika Penulisan
Bab II Tinjauan Pustaka
A. Literature Review dari berbagai jurnal mutakhir untuk menentukan state of the art.
B. Landasan Teori yang akan digunakan untuk membahas dan menganalisa data hasil penelitian
Bab III Metode Penelitian
Menjelaskan metode yang akan digunakan dalam penelitian, baik metode dalam mengumpulkan data maupun metode dalam menganalisa data
DAFTAR PUSTAKA
Mencantumkan pustaka atau referensi yang digunakan dalam penelitian (tidak menuliskan daftar bacaan yang tidak dikutip / ditulis dalam proposal penelitian)
Fungsi Teori dan State of the Arts dalam Penelitian
(Prof. Dr. Mudjia Rahardjo, M.Si)
A. Pengantar
Selain masalah, pertanyaan, tujuan, dan metode penelitian, bagian lain yang tidak kalah pentingnya dan menjadi bagian tak terpisahkan dari kegiatan penelitian adalah teori. Tetapi sebelum melangkah lebih lanjut, penting untuk ditegaskan apa yang dimaksud dengan teori. Kendati istilah ‘teori’ begitu sering dipakai dalam wacana akademik, sebenarnya arti yang tepat masih samar-samar (vague) dan beragam. Para pakar memberikan definisi sesuai pandangannya masing-masing. Namun, secara umum, teori diartikan sebagai seperangkat ide, penjelasan atau prediksi secara ilmiah. Dengan nafas positivistik, Kerlinger (Creswell, 2003: 120) mengartikan teori sebagai seperangkat ide, konstruk atau variabel, definisi, dan proposisi yang memberikan gambaran suatu fenomena atau peristiwa secara sistematik dengan cara menentukan hubungan antar-variabel. Lengkapnya definsi Kerlinger tersebut adalah:
“A theory is a set of interrelated constructs (variables), definitions, and propositions that presents a systematic view of phenomena by specifying relations among variables.
Senada dengan definsi tersebut, Labovitz dan Hagedorn menambahkan bahwa teori merupakan anggapan dasar (rationale) yang menentukan bagaimana dan mengapa variabel dan pernyataan-pernyataan relasional tertentu saling terkait. Misalnya, mengapa variabel bebas X (independent variable X) mempengaruhi atau berpengaruh terhadap variabel Y?. Teori akan memberikan penjelasan mengenai prediksi tersebut. Dengan demikian, teori digunakan untuk menjelaskan sebuah model atau seperangkat konsep dan proposisi yang sesuai dengan kejadian yang sebenarnya atau sebagai dasar melakukan suatu tindakan yang terkait dengan sebuah peristiwa tertentu.
Sementara itu, tidak seperti Kerlinger, Labovitz dan Hagedorn yang definisinya mengenai teori lebih positivistik, Thomas Kuhn memberikan pandangan agak berbeda bahwa pada umumnya peneliti kualitatif berpandangan bahwa semua observasi berbasis teori (theory laden). Artinya, pemahaman kita tentang dunia secara otomatis dibentuk oleh pengetahuan kita sebelumnya tentang dunia itu, sehingga tidak akan pernah ada deskripsi atau penjelasan berbasis teori yang netral dan objektif lepas dari perspektif tertentu. Karena itu, teori, terungkap atau tidak, merupakan komponen tak terpisahkan dari penelitian.
Jika Kerlinger, Labovitz dan Hagedorn, dan Thomas Kuhn memberikan penjelasan mengenai teori lebih secara konseptual, Neuman (2000) lebih melihat wilayah cakupannya (a breadth of coverage). Menurutnya, ada tiga tingkatan teori, yaitu tingkat mikro (micro-level), tingkat meso (meso-level), dan tingkat makro (macro-level). Teori tingkat mikro memberikan penjelasan hanya terbatas pada peristiwa yang berskala kecil, baik dari sisi waktu, ruang, maupun jumlah orang, seperti di dalam sosiologi dikenal teori “face work” Erving Goffman yang mengkaji kegiatan ritual dua orang yang saling berhadapan atau bertatap muka (face to face). Teori tingkat meso menghubungkan tingkat mikro dan makro. Misalnya, teori organisasi, gerakan sosial, atau komunitas. Teori Collin tentang kontrol organisasi merupakan contoh teori tingkat meso. Se dangkan teori tingkat makro menjelaskan objek yang lebih luas, seperti lembaga sosial, sistem budaya, dan masyarakat secara keseluruhan. Misalnya, teori makro Lenski tentang stratifikasi sosial menjelaskan bagaimana surplus yang terjadi di masyarakat berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat itu sendiri. Artinya, jika sebuah masyarakat berkembang pesat, maka akan diikuti oleh surplus pada masyarakat itu.
B. Bentuk Teori
Terdapat macam-macam bentuk atau wujud teori sebagai berikut:
a. Bentuk seperangkat hipotesis, seperti:
1. “Semakin tinggi kedudukan seseorang, semakin tinggi pula tingkat kepercayaan masyarakat kepadanya”.
2. “Semakin tinggi tingkat pendapatan keluarga, semakin tinggi pula tingkat pengeluarannya”.
b. Dalam bentuk model pernyataan “jika … , ma ka …”, seperti:
1. “Jika interaksi antara dua atau lebih orang intensif, maka tingkat kesukaan di antara mereka juga meningkat”.
2. “Jika fasilitas belajar mengajar lengkap, maka kompetensi siswa juga akan meningkat”.
c. Ketiga adalah model visual, sebagaimana digambarkan berikut:
Bagan 1: Three independent variables influencing a single dependent variable mediated by two intervening variables. (Gambar diambil dari Creswell (2003: 122-123)
Bagan 2: Two Given Different treatments on X1 are compared in terms of Y1 controlling for X2.
C. Fungsi Teori dalam Penelitian
Sebagaimana diketahui menurut filsafat ilmu pengetahuan, dikenal ada dua aliran pemikiran besar atau paradigma ilmu dalam memandang persoalan, yakni paradigma positivistik yang bersumber atau dipengaruhi oleh cara pandang ilmu alam yang bersandar pada hal-hal yang bersifat empirik, dan menjadi dasar metode penelitian kuantitatif, dan paradigma interpretif yang berakar dari cara pandang ilmu sosial yang lebih bersifat holistik dalam memandang persoalan, dan menjadi dasar metode penelitian kualitatif. Masing-masing metode tersebut berbeda sangat tajam dalam memandang persoalan yang diangkat menjadi masalah penelitian, mulai dari tujuan penelitian, desain penelitian, proses penelitian, bentuk pertanyaan penelitian, metode perolehan data, mengukur keabsahan data, analisis data hingga makna dan fungsi teori. Berikut uraian ringkasnya.
Dalam metode penelitian kuantitatif, teori berfungsi sebagai dasar penelitian untuk diuji. Oleh karena itu, sebelum mulai kegiatan pengumpulan data, peneliti menjelaskan teori secara komprehensif. Uraian mengenai teori ini dipaparkan dengan jelas dan rinci pada desain penelitian. Teori menjadi kerangka kerja (framework) untuk keseluruhan proses penelitian, mulai bentuk dan rumusan pertanyaan atau hipotesis hingga prosedur pengumpulan data. Peneliti menguji atau memverifikasi teori dengan cara menjawab hipotesis atau pertanyaan penelitian yang diperoleh dari teori. Hipotesis atau pertanyaan penelitian tersebut mengandung variabel untuk ditentukan jawabannya. Karena itu, metode penelitian kuantitatif berangkat dari teori.
Sebaliknya, metode penelitian kualitatif berangkat dari lapangan dengan melihat fenomena atau gejala yang terjadi untuk selanjutnya menghasilkan atau mengembangkan teori. Jika dalam metode penelitian kuantitatif teori berwujud dalam bentuk hipotesis atau definisi sebagaimana dipaparkan pada halaman sebelumnya, maka dalam metode penelitian kualitatif teori berbentuk pola (pattern) atau generalisasi naturalistik (naturalistic generalization). Karena itu, pola dari suatu fenomena bisa dianggap sebagai sebuah teori. Kalau begitu apa fungsi teori dalam metode penelitian kualitatif? Teori dipakai sebagai bahan pisau analisis untuk memahami persoalan yang diteliti.
Dengan teori, peneliti akan memperoleh inspirasi untuk bisa memaknai persoalan. Memang teori bukan satu-satunya alat atau bahan untuk melihat persoalan yang diteliti. Pengalaman atau pengetahuan peneliti sebelumnya yang diperoleh lewat pembacaan literatur, mengikuti diskusi ilmiah, seminar atau konferensi, ceramah dan sebagainya bisa dipakai sebagai bahan tambahan untuk memahami persoalan secara lebih mendalam. Teori dipakai sebagai informasi pembanding atau tambahan untuk melihat gejala yang diteliti secara lebih utuh. Karena tujuan utama penelitian kualitatif adalah untuk memahami gejala atau persoalan tidak dalam konteks mencari penyebab atau akibat dari sebuah persoalan lewat variabel yang ada melainkan untuk memahami gejala secara komprehensif, maka berbagai informasi mengenai persoalan yang diteliti wajib diperoleh. Informasi dimaksud termasuk dari hasil-hasil penelitian sebelumnya mengenai persoalan yang sama atau mirip.
Misalnya, jika seorang mahasiswa program magister atau doktor bidang pendidikan ingin meneliti mengenai pola orangtua di masyarakat perkotaan dalam mendidik anak, maka informasi dari mana saja, lebih-lebih dari hasil penelitian sebelumnya yang mirip dengan tema tersebut, wajib dikumpulkan. Informasi itu tidak saja dipakai sebagai bahan perbandingan untuk memahami persoalan yang diteliti, tetapi juga untuk menegaskan bahwa peneliti tidak melakukan duplikasi atau replikasi dari penelitian sebelumnya. Sebab, baik duplikasi maupun replikasi keduanya dianggap tidak memberikan kontribusi apa-apa dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Kegiatan penelitian memerlukan hal-hal yang baru (novelty) yang tentu tidak akan diperoleh dari duplikasi dan replikasi. Itu yang oleh para ahli sering disebut sebagai ‘state of the arts’ dalam penelitian yang meliputi siapa saja hingga yang paling terakhir meneliti apa, di mana (jika penelitian lapangan), apa masalahnya, metode apa yang dipakai, dan dengan hasil apa. Untuk kepentingan praktis agar memudahkan pembaca melihat posisi peneliti pada deretan tema sejenis, state of the arts dibuat dalam bentuk tabel dengan komponen-komponen tersebut.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi peminat bidang metodologi penelitian, para peneliti, dan juga para mahasiswa yang akan atau sedang melakukan penelitian untuk skripsi, tesis atau disertasi. Secara khusus, saya berharap tulisan pendek ini dapat mengurangi kebingungan para mahasiswa mengenai posisi dan fungsi teori dalam penelitian sebagaimana selama ini terjadi.
__________
Daftar Pustaka
Borg, Waler R., and Meredith D. Gall. 1989. Educational Research: An Introduction. New York and London: Longman.
Creswell, John W. 2003. RESEARCH DESIGN: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. Thousand Oaks: SAGE Publications.
Creswell, John W., and Vicki L. Plano Clark. 2007. Designing and Conducting Mixed Methods Research. Thousand Oaks: SAGE Publications.
Denzin Norman K., and Yvonna S. Lincoln (Eds. ). 1994. Handbook of Qualitative Research. Thousand Oaks: SAGE Publications.
Given, Lisa M. (Ed.). 2008. The SAGE Encyclopedia of QUALITATIVE RESEARCH METHODS. Los Angeles: SAGE Reference Publication.
Kali ini mau sedikit berbagi pengalaman dalam hal membimbing Tugas Akhir (Skripsi) mahasiswa jenjang sarjana S1. Banyak mahasiswa yang kebingungan untuk mencari materi Tugas Akhir nya, bahkan pada tahap ini sampai-sampai tidak sedikit mahasiswa yang 'menghilang' tidak tahu rimbanya sehingga sangat sayang sekali dengan waktu yang terbuang yang membuat predikat mahasiswa yang bersangkutan lulus sarjana S1 melewati (jauh) dari 8 semester yang seharusnya. Sebaliknya tidak sedikit juga yang masih muncul batang hidungnya maka proposal Tugas Akhir nya mendapat perombakan besar dari dosen-dosen pembahas. Tentu hal tersebut semakin membuat jatuh mental dari mahasiswa untuk menuntaskan pekerjaan Tugas Akhir nya.
Berdasarkan seminar dan pengalaman yang penulis ikuti dan melakukan penelitian, maka dalam dunia penelitian terdapat konsep yang disebut dengan "State Of The Art" (SOTA). Menurut wikipedia pengertian bebas dari State Of The Art (SOTA) adalah: The term "state of the art" refers to the highest level of general development, as of a device, technique, or scientific field achieved at a particular time. It also refers to the level of development (as of a device, procedure, process, technique, or science) reached at any particular time as a result of the common methodologies employed [2]. Dari hal tersebut intinya SOTA adalah pencapaian tertinggi dari sebuah pengembangan yang dapat berbentuk perangkat/produk, teknik/cara, atau sains yang dicapai pada waktu tertentu. SOTA juga dapat berarti ukuran tingkat pengembangan (dalam bentuk sebuah perangkat/produk, prosedur, proses, teknik/cara, atau sains) yang dicapai pada waktu tertentu sebagai sebuah hasil dari penerapan metodologi-metodologi yang ada. Menurut saya SOTA merupakan faktor penting untuk memposisikan penelitian yang akan dilakukan.
Dalam dunia penelitian juga terdapat konsep yang disebut dengan "Novelty". Menurut wikipedia Novelty adalah: Novelty (derived from Latin word novus for "new") is the quality of being new, or following from that, of being striking, original or unusual [3]. Terjemahan bebasnya dari Novelty adalah tingkat kualitas dari kebaharuannya, atau mengikuti pengertian tersebut adalah seberapa bedanya (mencoloknya), keasliannya, atau ketidakbiasaannya. Intinya Novelty adalah kebaharuan apa yang akan ditawarkan dari penelitian yang akan dilakukan.
Pada penelitian jenjang S3 maka SOTA dan Novelty adalah wajib hukumnya. Bahkan untuk mendukung SOTA referensi jurnal ataupun publikasi ilmiah lainnya diwajibkan paling lama sampai 5 tahun kebelakang. Nah untuk penelitian pada jenjang dibawahnya, menurut saya Noveltytidak perlu wajib. Namun untuk jenjang S2 ataupun penelitian lepas lainnya referensi SOTA hendaknya memiliki rentang waktu paling lama sampai 5 tahun, adapun maksudnya pada penelitian jenjang ini ditujukan untuk menghasilkan subsitusi/pengganti dari perangkat/produk, prosedur, proses, teknik/cara, atau sains yang penerapannya sudah ada namun publikasi dan intisari hasil penelitian tersebut masih disembunyikan oleh negara peneliti yang bersangkutan, hal ini dimaksudkan untuk penjajahan dibidang teknologi dan sains yang pada ujungnya adalah penjajahan ekonomi satu negara terhadap negara lain. Sedangkan untuk jenjang S1, referensi SOTA dapat sangat "karet" (lebih fleksibel) baik dari segi masa waktu publikasi maupun jenis publikasinya. Pada jenjang S1 ini SOTA dapat saja diperoleh baik dari jurnal, laporan penelitian, buku tugas akhir, buku ilmiah, laporan proyek (rancangan dan atau implementasi), laporan investigasi/interview, bahkan bisa saja SOTA hanya berasal dari internet (online).
Saya sepakat bahwa penelitian pada jenjang S1 cukup bersifat "mempunyai kontribusi" [1]. Kontribusi disini bisa berbentuk penyelesaian masalah pada satu instansi atau perusahaan yang tentunya belum pernah dilakukan oleh orang lain sebagai kontribusi pada instansi/perusahaan tersebut, atau adanya penambahan variabel masalah terhadap kontribusi yang sudah ada sehingga penyelesaian masalah yang ada perlu reengineering. Atau penelitian pada jenjang ini dapat juga sebagai penyempurnaan penelitian sebelumnya berdasarkan referensi SOTA yang diajukan. Penyempurnaan disini bisa berbentuk penggunaan alat dan atau metode yang paling mutakhir dan tepat atau berbentuk melanjutkan penelitian tersebut. Dengan hal tersebut maka cukuplah sebagai SOTA untuk melakukan penelitian (Tugas Akhir) pada jenjang S1.
Berdasarkan pengalaman membaca dan sebagai dosen pembahas proposal penelitian (Tugas Akhir) mahasiswa S1, sebenarnya banyak ide-ide penelitian yang dikemukakan cukup bagus dan original, namun sangat jarang menyertakan referensi SOTA (jurnal, laporan penelitian, buku tugas akhir, buku ilmiah, laporan proyek, laporan investigasi/interview, publikasi internet) sebagai dasar pemikiran atau ide mengapa ingin melakukan penelitian tersebut. Mendapatkan dan membaca referensi SOTA ini penting agar nalar ide (dasar pemikiran) dan arah penelitian yang akan dilakukan benar, disamping teori-teori pendukung yang diperlukan telah dibaca dan dipahami.
Pada umumnya kerangka proposal penelitian adalah berbentuk sebagai berikut: Abstrak BAB 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang 1.2. Tujuan Penelitian 1.3. Manfaat Penelitian 1.4. Batasan Masalah BAB 2. Tinjauan Pustaka BAB 3. Metodologi Penelitian BAB 4. Biaya dan Jadwal Penelitian 4.1. Anggaran Biaya Penelitian 4.2. Jadwal Penelitian
Berikut ini adalah penjelasan mengenai apa saja yang harus dituangkan dalam setiap Bab/SubBab pada kerangka proposal penelitian:
Bagian Latar Belakang: Pada bagian ini adalah penuangan mengenai dasar pemikiran atau ide mengapa ingin melakukan penelitian ini. Pada bagian ini dapat dituangkan SOTA yang menjadi dasar penelitian sekaligus pencantuman nomor-nomor referensi SOTA baik dalam bentuk jurnal, laporan penelitian, buku ilmiah, laporan proyek, laporan investigasi/interview, atau publikasi internet (online). Bahkan pada paragraf terakhir pada bagian ini dapat ditulis secara eksplisit kalimat "State of the art : ........... " sebagai penegasan mengenai state of the art penelitian.
Bagian Tujuan Penelitian: Pada bagian ini dapat dituangkan penjelasan maksud/tujuan penelitian yang ingin "mempunyai kontribusi" tadi, dan atau reengineering solusi yang ada, dan atau penyempurnaan/melanjutkan penelitian. Ditambah penjelasan bentuk hasil dari penelitian nantinya, dimana dapat memilih kata-kata kunci satu atau beberapa kombinasi berikut: sebagai usulan/rekomendasi....., untuk menentukan....., sebagai pembanding....., membuat simulasi....., membuat rancangan....., membuat produk prototype....., membuat produk jadi (production)....., dan lain sebagainya.
Bagian Manfaat Penelitian: Pada bagian ini dapat dituangkan manfaat hasil dari penelitian. Disini tertuang kontribusi/manfaat apa dari hasil penelitian terhadap instansi atau perusahaan atau kelompok masyarakat bersangkutan. Atau manfaat apa yang dirasakan oleh masyarakat luas atas hasil penelitian. Untuk penelitian jenjang S3 maka manfaat yang berdampak untuk masyarakat luas adalah yang lebih utama.
Bagian Batasan Masalah: Pada bagian dapat dituangkan mengenai batasan penelitian. Hal ini dapat berbentuk batasan yang menyangkut perangkat bantu dan sarana penelitian, batasan variabel-variabel masalah, batasan fungsi-fungsi yang dihasilkan, batasan syarat lingkungan untuk hasil penelitian, dan lain sebagainya.
Bagian Tinjauan Pustaka: Pada bagian ini dapat dituangkan penjelasan semua teori-teori yang ada yang akan mendukung penelitian yang akan dilakukan. Jangan lupa dibagian ini mestinya banyak mencantumkan nomor referensi daftar pustakanya.
Bagian Metodologi Penelitian: Pada bagian ini dapat dituangkan penjelasan pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan, berisi tahap-tahap dan urutan aktifitas apa saja yang akan dilakukan dalam penelitian nanti. Secara logika umum metodologi penelitian adalah: menganalisa dan mempelajari..., meneliti..., memilih..., membangun..., melakukan ujicoba... .
Bagian Anggaran Biaya Penelitian: Pada bagian ini dituangkan rinci rencana pos-pos pengeluaran biaya dan perkiraan besar biaya tiap pos yang akan dikeluarkan. Biasanya hal ini ditampilkan dalam bentuk tabel (matriks) pos-pos dan rencana biayanya.
Bagian Jadwal Penelitian: Pada bagian ini dituangkan rinci urutan rencana aktifitas penelitian berikut target tanggal mulai dan tanggal selesai per aktifitas. Lebih baik lagi hal ini disajikan dengan bantuan menggunakan teknik Project Management yang dapat menggambarkan ketergantungan satu aktifitas dengan aktifitas lain berikut titik-titik kritis pada aktifitas yang mana saja.
Harapannya dengan penjelasan diatas tadi maka proposal (rencana) penelitian yang diajukan dapat menunjukkan posisi penelitian nanti pada peta penelitian yang begitu luas, hal ini mirip dengan bagaimana anda mampu menunjukkan peta kota jakarta pada atlas dunia yang luas ini.
Mengambil terjemahan harfiah dari "state of the art" bahwa karya penelitian (Tugas Akhir) didudukkan sebagai sebuah karya seni yang memiliki cita rasa tinggi. Para penghasil karya seni ini selalu berusaha menghasilkan karya yang unik, berbeda dengan sebelumnya, tidak ada yang menyamai. Inilah yang disebut dengan pencapaian tertinggi - STATE OF THE ART. Karya seni ini dihasilkan dari hasil pemikiran dan tangan dengan penuh tanggungjawab sehingga rasanya sulit untuk ditiru, bahkan ketika dua orang pekerja karya melakukan kerjanya pada obyek yang sama maka hasilnya dapat dirasakan berbeda satu dengan yang lainnya.
Untuk para mahasiswa yang akan melakukan penelitian Tugas Akhir, jadilah anda seperti pekerja seni untuk menghasilkan karya yang unik. Bagi mereka yang telah berhasil menuntaskan karya Tugas Akhirnya maka berbanggalah dengan karya anda sebagai sebuah karya state of the art.
Sumber:
Cahyo, Winda Nur. 2012. State Of The Art..... [Online] Tersedia: http://windanc.staff.uii.ac.id/2012/01/05/state-of-the-art/. [14 Agustus 2015].
Wikipedia. 2015. State of the art. [Online] Tersedia: https://en.wikipedia.org/wiki/State_of_the_art. [14 Agustus 2015].
Wikipedia.2014. Novelty. [Online] Tersedia: https://en.wikipedia.org/wiki/Novelty. [14 Agustus 2015].
Skripsi jalur penciptaan karya seni mengkaji berbagai permasalahan yang terkait dengan karya seni yang direncanakan atau telah dibuatnya dengan pendekatan antardisiplin. Skripsi jalur penciptaan merupakan laporan penelitian yang berisi konsep pertanggungjawaban karya seninya yang sedikitnya harus memuat:
I. PENDAHULUAN
Pendahuluan merupakan bagian pertama dari semua jenis karya ilmiah yang mengantar pembaca tentang masalah apa yang diciptakan dan mengapa menciptakan karya seni. Pada Bab Pendahuluan ini dibagai sub bab :
A. Latar Belakang
Sub bab Latar Belakang menjelaskan alasan menciptakan karya yang dibuat, dan secara ringkas memaparkan hasil-hasil pengamatan, pengalaman, teori-teori yang terkait erat dengan karya seni yang diciptakan.
B. Identifikasi
Sub bab ini ditemukenali masalah-masalah yang terkait atau mendorong diciptakannya karya seni yang telah direncanakan atau karya seni yang telah diciptakan.
C. Rumusan
Sub bab Rumusan menyatakan tersurat dan spesifik pokok permasalahan atau hal yang mendorong diciptakanya karya seni berdasarkan identifikasi.
D. Tujuan
Tujuan mengungkapkan sasaran yang ingin dicapai melalui karya seni telah direncanakan atau telah diciptakan.
E. Kegunaan
Sub bab kegunaan menjelaskan tentang pentingnya karya seni telah direncanakan atau karya seni yang telah diciptakan bagi pengembangan ilmu atau pelaksanaan pembangunan dalam arti luas, serta memberikan argumentasi karya seni yang diciptakan layak diwujudkan.
II. LANDASAN TEORI
Landasan teori memuat dua hal pokok, yaitu orientasi teoritis dan landasan atau konsep penciptaan karya. Orientasi teoritis mencakup berbagai teori seni yang sudah ada, dan nantinya diintegrasikan pada landasan atau konsep penciptaan.
A. Orientasi Teoritis
Sub bab orientasi teoritis masih bisa dibagi dalam beberapa anak sub bab lagi sesuai dengan kebutuhan. Misalnya beberapa teori yang terkait dengan konsep penciptaan karya. Uraian mengenai para pendahulu yang membuat karya sejenis berdasarkan tema, teknik, dan material yang disertai foto dokumentasi. Anak sub bab orientasi teoritis dapat berisi definisi atau pengertian-pengertian dari sumber penciptaan, atau foto-foto sebagai sumber inspirasi dalam penciptaan karya. Contohnya berbagai foto tekstur pohon, batu-batuan dan sebagainya yang nantinya diangkat atau diwujudkan dalam karya seninya. Bahan-bahan orientasi teoritis juga dapat diangkat dari berbagai sumber, seperti jurnal penelitian, disertasi, tesis, skripsi, laporan penelitian, buku teks, makalah, laporan seminar, pameran dan sarasehan, internet, terbitan resmi pemerintah dan lembaga lainnya.
B. Landasan Penciptaan
Sub bab landasan penciptaan berisi kerangka konsep penciptan karya seni yang bersumber dari telaah orientasi teoritis. Latar belakang budaya dan sejarah merupakan modal dasar yang diperlukan dalam landasan penciptaan, karena dalam pertumbuhan seni rupa banyak sekali gejala baru yang tidak bisa dilepaskan begitu saja dari pertumbuhan yang mendahuluinya. Ketidaktahuannya akan sejarah, seorang seniman bisa saja mengira telah menemukan suatu corak atau teknik baru, padahal orang lain telah mendapatkannya beberapa abad yang lalu.
III METODE PENCIPTAAN
Metode penciptaan berisikan penjelasan tentang tata cara mewujudkan karya seni sejak ide / gagasan diperoleh. Metode penciptaan dimulai dengan pemilihan bahan atau material, kemudian pemilihan alat dan teknik dalam mewujudkannya menjadi karya seni.
A. Pemilihan Material, Alat, dan Teknik
Pemilihan material, alat dan teknik perlu dijelaskan dalam sub bab ini, terutama guna mendukung perwujudan gagasan / ide yang abstrak menjadi kasatmata bagi karya seni visual.
1. Material
Pemilihan material perlu dikemukakan beserta alasannya karena bahan baku untuk mewujudkan karya merupakan aspek utama dalam karya seni. Tanpa material karya yang berupa konsep tidak akan terwujud.
2. Alat
Kesesuaian alat dengan material tidak dapat dipisahkan karena tanpa alat yang tepat biasanya akan menyulitkan dalam mewujudkan karya seni. Pada anak sub bab ini diuraikan berbagai alat yang digunakan untuk membantu dalam mewujudkan karya seni.
3. Teknik
Pemilihan teknik yang tepat perlu dikemukakan. Misalnya pemilihan teknik brush stroke dalam seni lukis akan sesuai dengan ide karya seni lukis yang bersifat ekspresif atau sengaja ingin menghadirkan tekstur kasar yang nyata.
B. Tahapan Penciptaan
Sub bab tahapan penciptaan menjelaskan proses berkarya seni mulai timbulnya ide atau gagasan untuk menciptakan karya yang dilanjutkan secara rinci tahapan demi tahapan dalam mewujudkan karya. Pada sub bab ini perlu juga dilengkapi foto dokumentasi pembuatan karya, sketsa, dan bagan proses berkarya.
IV. ANALISIS KARYA
Bab analisis karya adalah membahas atau menganalisis seluruh karya yang telah dibuat secara terperinci meliputi deskripsi karya, analisis formal, intepretasi, dan penilaian. Pada bab analisis karya, foto dokumentasi karya-karya yang telah dibuat disajikan dan disertai keterangan judul karya, teknik, dan tahun pembuatan.
Deskripsi dalam analisis karya adalah suatu penggambaran atau pelukisan dengan kata-kata apa-apa saja yang tersaji dalam karya seni rupa yang ditampilkan. Uraian ini berupa penjelasan dasar tentang hal-hal apa saja yang tampak secara visual, dan diharapkan dalam penjelasan tersebut dapat membangun bayangan atau image bagi pembaca deskripsi tersebut mengenai karya seni yang disajikan. Deskripsi bukan dimaksudkan untuk menggantikan karya itu sendiri, tetapi diharapkan dapat memberi penjelasan mengenai gambaran visual mengenai citra yang ditampilkan secara jelas dan gamblang.
Analisis formal merupakan tahapan berikutnya sebagaimana deskripsi, yaitu mencoba menjelaskan obyek dengan dukungan beberapa data yang tampak secara visual. Proses ini dapat dimulai dengan cara menganalisis obyek secara keseluruhan mengenai kualitas unsur-unsur visual dan kemudian dianalisis bagian demi bagian seperti menjelaskan tata cara pengorganisasian unsur-unsur elementer kesenirupaan seperti kualitas garis, bidang, warna dan tekstur, serta menjelaskan bagaimana komposisi karya secara keseluruhan dengan masalah keseimbangan, irama, pusat perhatian, unsur kontras, dan kesatuan. Analisis formal dapat dimulai dari hal ihwal gagasan hingga kepada bagaimana tatacara proses pewujudan karya beserta urutannya
Intepretasi adalah menafsirkan hal-hal yang terdapat di balik sebuah karya, dan menafsirkan makna, pesan, atau nilai yang dikandungnya. Setiap penafsiran justru dapat mengungkap hal-hal yang berhubungan dengan pernyataan dibalik struktur bentuk, misalnya unsur psikologis pencipta karya, latar belakang sosial budayanya, gagasan, abstraksi, pendirian, pertimbangan, hasrat, kepercayaan, serta pengalaman tertentu senimannya. Penafsiran merupakan salah satu cara untuk menjernihkan pesan, makna, dan nilai yang dikandung dalam sebuah karya, dengan cara mengungkapkan setiap detail proses intepretasi dengan bahasa yang tepat.
Ukuran penilaiannya bisa secara generalisasi atau non generalisasi yang menganggap bahwa karya seni itu adalah sesuatu yang unik dan tidak bisa digeneralisasikan begitu saja. Kelompok pertama disebut sebagai kelompok analisa menganggap bahwa dalam menilai sebuah karya seni rupa adalah berdasarkan analisa unsur-unsur dalam karya seni rupa tersebut secara terpisah-pisah, misalnya yang dinilai adalah komposisi, proporsi, perspektif, garis, warna, anatomi, gelap terang, dan sebagainya. Masing-masing nilai dijumlahkan kemudian dibagi banyaknya unsur yang dinilai. Kelompok kedua disebut sebagai kelompok non generalisasi cenderung menilai karya seni tidak bagian demi bagian secara terpisah, tetapi menganggap karya seni sebagai satu kesatuan yang tidak mungkin dianalisa atas unsur demi unsur dan menilai terpisah, tanpa kehilangan makna dan nilai sebagai karya seni rupa yang utuh dan bulat.
V. PENUTUP
Bab penutup berisi kesimpulan dan saran dari seluruh karya yang telah dibuat.
A. Simpulan
Menyajikan hasil dari pembahasan analisis data. Simpulan dalam karya seni dapat juga dilihat dari tingkat keberhasilan karya tersebut dalam menyampaikan pesan sesuai keinginan seniman penciptanya. Tahap simpulan ini pada dasarnya merupakan proses menetapkan derajat karya seni rupa berdasarkan nilai estetiknya secara relatif dan kontekstual.
B. Saran
Memberikan sumbang saran bagi perkembangan penciptaan karya selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Creswell, John W., (1994). Research Design Qualitative & Quantitative Approach. California : Sage Publications.
Eco, Umberto. (1979). A Theory of Semiotics. Bloomington: Indiana University Press.
Goetz Judith P. and Margaret D. LeCompte, (1984), Ethnography and Qualitative Design in Educational Research, New York: Academic Press, Inc.
Harris, Marvin, (1970), “Emic, Etics, and The New Ethnography”, The Rise of Anthropological Theory: A History of Theories of Culture. Colombia: Thomas Y. Crowell Company.
Havet, Jacques (edit). (t.th.). Main Trends of Research in The Social and Human Sciences. Part two / Volume 1 : “Antropological and Historical Sciences of Art”. The Hague, Paris, New York: Mauton Publisher / Unesco.
Paradigma Baru Pendidikan Tinggi Seni. (2004), Jakarta: Direktorat Pembinaan Akademik dan Kemahasiswaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
Parsons, Talcott, (1970). Social Structure and Personality. New York : The Free Press.
_______ (1951). The Social System. New York : Thee Free Press.
Rohidi, Tjetjep Rohendi. (2000), Kesenian dalam Pendekatan Kebudayaan. Bandung : STSI Press.
_______ (1993), “Ekspresi Seni Orang Miskin : Adaptasi Simbolik terhadap Kemiskinan.” Disertasi (tidak dipublikasikan) Jakarta: Program Doktor Antropologi, Fakultas Pascasarjana, Universitas Indonesia.
Skripsi di bidang seni mempunyai dua buah standar, yaitu standar skripsi bagi mahasiswa yang mengambil jalur akademik atau jalur teori yang berisi berbagai kajian seni dengan berbagai pendekatan, dan standar skripsi untuk mahasiswa jalur penciptaan atau jalur praktek yang berisi pelaporan penelitian tugas akhir atau proyek akhir. Masing-masing jalur mempunyai tata cara penelitian dan pendekatan yang khas.
Skripsi bagi mahasiswa jalur akademik berisi berbagai kajian, seperti kajian sosial, kajian budaya, kajian antardisiplin, kajian sejarah seni, kajian antropologi budaya, kajian estetika, kajian semiotika, kajian transformasi budaya, dan lain-lain, sedangkan skripsi bagi mahasiswa jalur penciptaan seni penekanannya pada pelaporan penelitian dari karya-karya seni atau desain yang telah dibuat.
Sejalan dengan paradigma pendidikan seni baru yang lebih menekankan pada kurikulum berbasis kompetensi, maka standar penulisan skripsi bidang seni lebih menekankan pencapaian kompetensi yang harus dimiliki oleh lulusan pendidikan tinggi seni meliputi penguasaan kemampuan dasar yang paling utama (core competencies), yaitu suatu kemampuan memahami dinamika kehidupan sosial-budaya dan kemampuan serta wawasan profesional untuk menanggapi serta menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi pada berbagai bidang kehidupan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa lulusan pendidikan tinggi seni tersebut harus dapat menjadi tenaga profesional yang mampu memberikan konstribusinya kepada berbagai bidang kehidupan, seperti di bidang ekonomi, sosial, dan budaya. Mereka juga harus disiapkan untuk mampu bekerja mandiri, menciptakan lapangan kerja, baik bagi dirinya maupun bagi komunitasnya dalam berbagai skala; mampu melihat potensi dan peluang yang tersedia; serta mampu dan berani berkiprah di berbagai tingkatan wilayah (lokal, nasional, regional, internasional) tanpa harus tercabut dari akar budayanya. (lihat Paradigma Baru Pendidikan Tinggi Seni di Indonesia, 2004 : 18)
Seni dapat dikategorikan sebagai ekspresi individual dan sekaligus ekspresi kultural yang berlandaskan pada latar sosial budaya yang khas. Seni di Indonesia lahir dalam konteks ragam latar sosial budaya yang plural dan multikultural. Pendidikan tinggi seni diharapkan menjadi wadah pengkajian, pengembangan, dan pelestarian seni Indonesia secara berimbang dan terus-menerus, baik dalam tataran praksis maupun epistemologis.
Obyek penelitian seni sangat luas, melingkupi berbagai bidang keilmuan antara lain: sejarah, antropologi, sosiologi, psikologi, metalurgi, dan lain-lain serta memiliki domain kegiatan yang hampir tidak terbatas, mencakup hampir semua karya kreatif manusia dan pemikirannya, kesemuanya dapat dijadikan obyek penelitian seni. (lihat Pirkko Anttila dalam Sachari, 2005 : 27) Secara garis besar penelitian seni dapat dikategorikan menjadi 2 bagian, pertama penelitian dengan pendekatan ekstraestetik, yaitu pendekatan yang meneliti faktor di luar bentuk fisik karya seni seperti faktor sosial, budaya, ekonomi, teknologi, dan pendidikan dari seniman (penyaji, produsen) atau penikmat seni (user, konsumen, penonton). Berikutnya penelitian dengan pendekatan intraestetik, yaitu meneliti faktor yang semata-mata memandang nilai estetik yang terkandung dalam bentuk fisik karya seni, seperti unsur struktur, bentuk, dimensi, dan perwajahan. Gambaran obyek penelitian seni dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Berdasarkan gambaran tersebut di atas, terlihat bahwa karya seni terlibat dalam hubungan dengan seniman atau produsen sebagai penghasil sebuah kreasi, dan hubungan dengan pemakai seni / user sebagai apresian atau pengguna produk. Proses kreasi dan apresiasi tidak terlepas dari latar belakang seniman sebagai pencipta karya, dan pemakai seni sebagai penikmat karya. Latar belakang pencipta dan pengguna karya tidak lepas dari nilai-nilai religi, pengetahuan, bahasa, teknologi, ekonomi, sistem sosial budaya, dan lain-lain yang mempengaruhi proses kreasi dan apresiasi yang sering disebut faktor ekstraestetik.
Karya seni / desain sering disebut sebagai faktor intraestetik merupakan wujud karya yang terkait dengan struktur karya, bentuk, bahan, dimensi, dan perwajahan. Pada karya seni terap (desain), faktor intraestetik berhubungan dengan faktor ekstraestetik dengan mempertimbangkan segi kemasan, pasar, mode, promosi, selera, ergonomi, ekologi, komparatif, dan kompetitif.
Peluang penelitian di bidang seni masih terbuka sangat luas, karena bisa mengkaji sosok seniman atau desainer dengan pendekatan sosial budaya, sejarah seni, psikologi, ekonomi, teknologi, dan lain-lain; atau mengkaji pemakai seni (user) mengenai selera seni, gaya hidup, promosi, kemasan, dan lain-lain. Wujud karya seni juga merupakan bahan kajian yang tidak ada habis-habisnya yang mengkaji karya seni dari sudut bahan, struktur, bentuk, dimensi, perwajahan, dan lain-lain.
II. SKRIPSI JALUR AKADEMIS (Teori)
Pada saat sekarang ada kecenderungan penelitian bidang seni yang menggunakan model kajian antardisiplin, karena pemahaman terhadap seni yang hanya bertumpu pada satu perspektif tampaknya sudah dirasakan tidak memuaskan banyak orang. Pendekatan antardisiplin tersebut dapat terdiri dari pendekatan sosial budaya dan sejarah untuk mengkaji faktor ekstraestetik atau faktor-faktor yang melatar belakangi, nilai, pengetahuan, keyakinan dan lingkungan yang turut mempengaruhi penciptaan karya seni. Pendekatan sosial budaya dalam penelitian sering juga disebut dengan istilah pendekatan sinkronik atau penampang lintang. Pandangan ini mengidentifikasikan situasi pada saat itu, atau ketika kejadian itu ditemukan. Sinkronik berarti berdampingan dalam satu waktu. Pendekatan semacam ini sering dipakai oleh ilmu-ilmu sosial seperti antropologi dan sosiologi. (lihat Rohidi, 1993) Pendekatan estetika, dan semiotika dimaksudkan sebagai konsep yang digunakan untuk menganalisis objek kajian secara nyata yang menunjuk kepada wujud fisik karya seni sebagai bentuk ekspresi atau sering disebut faktor intraestetik.
Implikasi metodologis dari pendekatan antardisiplin ini bersifat emik, artinya penjelasan dilakukan dengan menggunakan cara pandang masyarakat yang bersangkutan sebagai subyek penelitian, karena itu sifatnya relatif. Kebenaran dipahami dan diukur oleh logika masyarakat pendukungnya, dan secara etik dikerangkai atau dibingkai oleh model berpikir dengan pendekatan antardisiplin. (lihat Harris, 1970 ; Rohidi, 2000) Hal ini dimaksudkan untuk eliminasi atau netralisasi bias yang menimbulkan kesenjangan di pihak peneliti. Karena inferensi harus dituangkan dalam suatu bentuk yang dapat dipahami oleh orang lain, maka peneliti menggunakan kategori pemikiran yang berpijak pada pendekatan etik untuk pembanding.
Penelitian antardisiplin ini bersifat kualitatif, meskipun pada beberapa bagian menggunakan data kuantitatif yang diperlakukan sebagai fakta-fakta atau bukti (evidence). Penjelasan dilakukan secara mendalam (thick description) mengenai gejala dan hubungan di antaranya. Penjajian data dan penjelasan keseluruhan hasil penelitian dilakukan secara deskriptif dan holistik dengan penarikan kesimpulan menyeluruh secara interpretatif. (lihat J.P. Goetz & M.D. LeCompte, 1984 ; Rohidi, 2000)
Terkait dengan standar penulisan skripsi di bidang seni, maka skripsi yang dibuat oleh mahasiswa seni yang mengambil jalur akademis sedikitnya harus memuat bab Pendahuluan yang berisi latar belakang, permasalahan, metode penelitian, pelaksanaan penelitian, landasan teori, dan sistematika penulisan atau pembahasan.
Berikutnya beberapa buah bab yang jumlah dan isi bab disesuaikan dengan permasalahan yang hendak diteliti. Pada bab-bab ini juga dapat diintegrasikan dengan pembahasan masalah dan analisa. Bab terakhir adalah bab Penutup yang berisi kesimpulan penelitian dan saran-saran.
Contoh topik yang dapat digunakan dalam kajian seni yang sangat luas dan kompleks antara lain yang bertemakan sosial budaya, seperti kajian terhadap konsep pelestarian budaya nasional, kajian identitas budaya, kajian pengaruh budaya barat, kajian perubahan budaya, potensi budaya, industri budaya, keterasingan budaya, dan lain-lain. Bertemakan lingkungan, contohnya kajian produk daur ulang, pemanfaatan limbah kertas, kajian desain berwawasan lingkungan, penggunaan material alami dalam karya seni, kajian alat pengolah limbah, dan lain-lain. Tema estetik meliputi kajian bahasa rupa yang ditinjau dari semantik, semiotik, simbolik, dan pragmatik. Kajian eksperimen bentuk yang mencakup penstrukturan baru, komposisi baru, pengembangan proporsi, dan keseimbangan. Pengembangan penggayaan yang meliputi styling produk, varian, modifikasi rupa, rengga, dan lain-lain. (lihat dan bandingkan Sachari, 2005 ; Rohidi, 2000; Gustami, 2000)
Kesemua contoh topik penelitian di atas dapat dilakukan dengan pengkajian antardisiplin atau multidisiplin. Pengertian multidisiplin di sini merupakan suatu kajian karya seni yang dilakukan oleh beberapa disiplin ilmu pengetahuan antara lain sosiologi, antropologi, psikologi, estetika, dan sejarah. Masing-masing disiplin ilmu menggunakan teori, konsep, dan metode penelitian sendiri-sendiri sesuai kaidah yang berlaku. Hasilnya adalah cara pandang yang berbeda terhadap karya seni yang dikaji sesuai dengan pandangan disiplin ilmu tersebut. Cara pandang yang berbeda ini pada satu sisi dapat memperkaya obyek kajian seni secara komprehensif.
Pengertian antardisiplin adalah suatu pengkajian karya seni yang dilakukan dengan menggunakan sejumlah konsep dan teori dari disiplin ilmu lain, misalnya sosiologi, antropologi, psikologi, estetika, dan sejarah dengan pertimbangan penggunaan konsep dan teori dari disiplin ilmu lain tersebut dianggap berguna atau relevan dalam upaya memahami masalah kesenian yang bersifat kompleks. Pengambilalihan teori dan konsep tersebut disusun dalam suatu model yang memandu atau menjadi landasan metodologis dalam pelaksanaan penelitian, sehingga dapat menjadi body of knowledge kajian antardisiplin dengan paradigma baru.
Tahukah Anda Cara Membawakan Presentasi Proposal Skripsi yang Baik?
Hai sahabat pembaca semuanya! Tiba lagi saatnya saya menulis untuk writing challenge yang kedua. Saya ingin membuktikan nih terutama pada diri saya sendiri bahwa saya bisa menulis lagi selama 30 hari berturut – turut! Hehe…
Sekarang hari kedua dan inilah lanjutan dari challenge nya. Hari kedua jujur ini lebih menantang, karena apa? Hari ini saya harus menguji proposal skripsi mahasiswa saya di Teknik Industri UI! Jam 8 pagi saya harus sudah di kampus untuk menguji skripsi mereka, dan saya tidak punya waktu sama sekali untuk menulis.
Namun untunglah saya punya waktu istirahat setelah menguji dan saya meluangkan waktu saya selama 15 menit untuk menulis ini. Karena hari ini saya menguji proposal skripsi dari para mahasiswa, maka pada tulisan kali ini saya terinspirasi untuk menuliskan tentang bagaimana cara membawakan presentasi proposal skripsi PLUS BONUS contoh file presentasi saya sewaktu presentasi proposal skripsi pada tahun 2013.
Bagaimana Cara Membawakan Presentasi Proposal Skripsi yang Baik?
Ada banyak sekali versi bagaimana caranya agar kita bisa membawakan proposal skripsi yang baik. Berikut ini adalah tips dan trik buat Anda yang ingin membawakan presentasi proposal skripsi pertama Anda. Oh ya, perlu diingat juga bahwa cara membawakan proposal skripsi ini dilihat dari sudut pandang dosen. Jadi, mudah – mudahan ini bisa bermanfaat buat Anda para mahasiswa yang ingin tahu bagaimana membawakan presentasi proposal yang oke.
Dua Aspek Penilaian : Kejelasan Penelitian dan Teknik Presentasi
Saat Anda membawakan presentasi proposal skripsi Anda, ketahuilah bahwa ada sekurang – kurangnya dua hal yang akan sangat dinilai : Kejelasan Penelitian dan juga Teknik Presentasi Anda. Setiap dosen atau kampus memberikan bobot yang berbeda – beda untuk hal ini. Namun menurut saya pribadi, kedua hal ini sama pentingnya.
Presentasi proposal skripsi adalah presentasi di mana Anda memaparkan rencana penelitian Anda dan berusaha untuk meyakinkan penguji bahwa topik Anda layak untuk diteliti. Bagi mereka yang gagal meyakinkan penguji, maka biasanya akan diminta untuk membuat proposal penelitian ulang atau istilahnya ganti topik. Tentu Anda tidak mau kan, kalau proposal penelitian skripsi yang sudah Anda cari dan buat dengan susah payah ternyata diganti topiknya?
Nah, bagaimana ya caranya agar kita bisa ‘selamat’ dari presentasi skripsi ini dan membuat topik yang kita ajukan tembus untuk dapat dikerjakan menjadi tugas akhir? Berikut ini adalah beberapa tipsnya untuk Anda.
Tips 1 – Kuasai Urgensi Penelitian serta Masalah yang Anda Ajukan
Saat Anda ingin mengajukan topik penelitian, pastikan bahwa Anda memahami urgensi penelitian atau setidaknya memastikan bahwa apa yang Anda teliti itu penting dan berdampak (bukan hanya sekedar menyontek dari skripsi – skripsi sebelumnya). Anda juga harus mengetahui apa tujuan yang ingin Anda dapatkan dari penelitian tersebut.
Berikut ini adalah beberapa tips praktis untuk mengajukan topik penelitian:
Penelitian tersebut memiliki nilai kebaruan atau aktual dengan kondisi saat ini (latar belakang nya aktual)
Penelitian tersebut secara jangka panjang dapat memberikan hasil atau manfaat yang besar
Penelitian tersebut menjelaskan dengan lengkap unsur 5 W + 1 H
Penelitian tersebut memiliki esensi yang jelas dan Anda tahu apa esensi penelitian tersebut (bukan hanya sekedar meniru yang sudah ada sebelumnya)
Tips 2 – Pahami Alasan Anda Memilih Metodologi Peneltian Anda
Ketika Anda sudah mendapatkan topik yang meyakinkan, maka selanjutnya jawaban yang harus Anda siapkan adalah jawaban dari pertanyaan, “Mengapa Anda menggunakan metodologi penelitian tersebut?”. Mengapa tidak menggunakan metodologi lainnya? Apa kelebihan dan kekurangan dari metodologi penelitian Anda?
Seringkali saya menemukan mahasiswa yang tidak nyambung antara masalah yang diajukan dengan metodologi penelitian atau pendekatan yang digunakan. Bahkan, ada juga yang sebenarnya masalah tersebut bisa diselesaikan dengan pendekatan lebih sederhana. Namun, karena dia tidak memahami pendekatan yang dipilihnya, akhirnya dia menggunakan cara yang lebih rumit. Ini sama juga namanya dengan mencoba menembak burung dengan tank.
Maka, dalam presentasi proposal skripsi Anda, pastikan Anda sudah benar – benar paham dan mengetahui mengapa Anda menggunakan metodologi atau pendekatan pemecahan masalah tersebut.
Tips 3 – Pikirkan Gambaran Keluaran atau Hasil Penelitian Anda
“Begin in the end of mind”.
Pastikan saat Anda mengajukan proposal penelitian skripsi, Anda dapat menggambarkan dengan jelas seperti apakah hasil atau keluaran dari penelitian Anda. Pastikan juga bahwa hasil penelitian tersebut dapat menjawab dan memenuhi tujuan penelitian yang telah ditetapkan.
Banyak mahasiswa yang saat mengajukan proposal penelitian masih bingung terkait dengan seperti apa hasil akhir dari penelitian tersebut. Nah, saran saya coba Anda sudah mempersiapkan sebelumnya kira – kira seperti apa hasil penelitian Anda nantinya. Apakah berupa rekomendasi, apakah berupa perangkat lunak, apakah berupa metode baru, atau apa? Ini yang perlu Anda siapkan dalam presentasi proposal skripsi Anda.
Ketiga hal di atas merupakan tips dan trik untuk aspek bagaimana membuat kejelasan penelitian yang Anda ajukan meningkat.
Selain aspek kejelasan penelitian, Anda juga perlu untuk mengasah keterampilan membawakan presentasi Anda. Ingat, apabila penelitian Anda sudah jelas, namun anda tidak bisa membawakan presentasi Anda dengan jelas, maka sebagus apapun content nya, pada akhirnya audience atau dosen penguji Anda tidak bisa mencernanya dengan baik.
Berikut adalah beberapa tips untuk meningkatkan delivery atau bagaimana cara Anda mempresentasikan proposal penelitian skripsi Anda.
Tips 4 – Buat First Impression yang Baik
Pastikan bahwa penampilan Anda bisa memberikan first impression yang baik. Di kampus saya, membawakan presentasi skripsi merupakan sebuah hal yang dilakukan secara formal. Oleh karena itu, biasanya para mahasiswa dibiasakan untuk menggunakan dresscode formal kemeja dan jas.
Namun, yang perlu diperhatikan bukan hanya pakaian saja, tetapi juga perhatikan penampilan Anda lainnya seperti rambut, kuku, bau badan (gunakan parfum), wajah yang cerah dan antusias menjadi nilai tambah Anda untuk membuat first impression Anda menjadi lebih baik.
Tips 5 – Berlatih untuk Memperlancar Presentasi Anda
Persiapkan diri Anda untuk membawakan presentasi skripsi dengan cara berlatih dan membuat script atas apa yang ingin Anda bawakan. Umumnya, Anda memiliki waktu terbatas untuk membawakannya (biasanya hanya berkisar 10 menit). Oleh karena itu, pastikan bahwa Anda bisa membawakan presentasi Anda secara lancar, sistematis, dan tepat waktu.
Bagaimana cara berlatihnya? Anda bisa mencoba untuk presentasi secara pribadi atau mandiri (rehearse) sambil melihat berapa lama waktu yang Anda habiskan. Kemudian Anda bisa berlatih lagi untuk menambahkan beberapa materi apabila waktu presentasi Anda terlalu cepat, atau mengurangi beberapa kata atau materi apabila terlalu lambat.
Tips 6 – Munculkan Antusiasme dan Kepercayaan Diri Anda
Ini adalah nasihat dahsyat yang saya dapatkan dari guru saya : seorang yang berhasil adalah mereka yang bukan ‘mempunyai motivasi dan antusiasme’, tetapi adalah mereka yang bisa ‘menghasilkan motivasi dan antusiasme.
Saya begitu terpengaruh dengan kalimat di atas. Ternyata, orang – orang yang hebat tidak akan meungkin beralasan tidak punya semangat dan rasa antusiasme.
‘I don’t have enthusiasm, but I GENERATE enthusiasm”.
Mengapa saya meletakkan tips ini? Seringkali saya sebagai penguji melihat bahwa mahasiswa tidak memiliki ‘antusiasme’ dalam memberikan presentasi penelitian mereka. Mereka tidak enjoy membawakan topik mereka sendiri. Nasihat saya : keluarkan rasa enjoy dan antusias Anda saat membawakan proposal skripsi Anda tersebut. Sampaikan dengan cara riang gembira, maka nantinya getaran semangat dan gembira itu pun akan menjalar ke lingkungan Anda.
Sumber : https://arryrahmawan.net/cara-membawakan-presentasi-proposal-skripsi-yang-baik-dalam-bentuk-ppt-writing-challenge-2/
Buatlah bahan presentasi proposal menggunakan Power Point atau Flash, kemudian presentasikan proposal melalui Zoom atau direkam videonya, serta upload materi presentasi di sini!