Fermentasi tradisional

Fermentasi tradisional

Fermentasi tradisional

by Ema Hamimatul 'azizah Ema -
Number of replies: 0
Picture of mikrind3thp2020a

FERMENTASI TRADISIONAL

Cara pembuatan tempe:

  1. Pada tahap awal pembuatan tempe, biji kedelai direbus. Tahap perebusan ini berfungsi sebagai proses hidrasi, yaitu agar biji kedelai menyerap air sebanyak mungkin. Perebusan juga dimaksudkan untuk melunakkan biji kedelai supaya nantinya dapat menyerap asam pada tahap perendaman.

  2. Kulit biji kedelai dikupas pada tahap pengupasan agar miselium fungi dapat menembus biji kedelai selama proses fermentasi. Pengupasan dapat dilakukan dengan tangan, diinjak-injak dengan kaki, atau dengan alat pengupas kulit biji.

  3. Setelah dikupas, biji kedelai direndam. Tujuan tahap perendaman ialah untuk hidrasi biji kedelai dan membiarkan terjadinya fermentasi asam laktat secara alami agar diperoleh keasaman yang dibutuhkan untuk pertumbuhan fungi. Fermentasi asam laktat terjadi dicirikan oleh munculnya bau asam dan buih pada air rendaman akibat pertumbuhan bakteri Lactobacillus. Bila pertumbuhan bakteri asam laktat tidak optimum (misalnya di negara-negara subtropis, asam perlu ditambahkan pada air rendaman. Fermentasi asam laktat dan pengasaman ini ternyata juga bermanfaat meningkatkan nilai gizi dan menghilangkan bakteri-bakteri beracun.

  4. Proses pencucian akhir dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang mungkin dibentuk oleh bakteri asam laktat dan agar biji kedelai tidak terlalu asam. Bakteri dan kotorannya dapat menghambat pertumbuhan fungi.

  5. Inokulasi dilakukan dengan penambahan inokulum, yaitu ragi tempe atau laru. Inokulum dapat berupa kapang yang tumbuh dan dikeringkan pada daun waru atau daun jati (disebut usar; digunakan secara tradisional), spora kapang tempe dalam medium tepung (terigu, beras, atau tapioka; banyak dijual di pasaran), ataupun kultur R. oligosporus murni (umum digunakan oleh pembuat tempe di luar Indonesia). Inokulasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) penebaran inokulum pada permukaan kacang kedelai yang sudah dingin dan dikeringkan, lalu dicampur merata sebelum pembungkusan; atau (2) inokulum dapat dicampurkan langsung pada saat perendaman, dibiarkan beberapa lama, lalu dikeringkan.

  6. Setelah diinokulasi, biji-biji kedelai dibungkus atau ditempatkan dalam wadah untuk fermentasi. Berbagai bahan pembungkus atau wadah dapat digunakan (misalnya daun pisang, daun waru, daun jati, plastik, gelas, kayu, dan baja), asalkan memungkinkan masuknya udara karena kapang tempe membutuhkan oksigen untuk tumbuh. Bahan pembungkus dari daun atau plastik biasanya diberi lubang-lubang dengan cara ditusuk-tusuk.

  7. Biji-biji kedelai yang sudah dibungkus dibiarkan untuk mengalami proses fermentasi. Pada proses ini kapang tumbuh pada permukaan dan menembus biji-biji kedelai, menyatukannya menjadi tempe. Fermentasi dapat dilakukan pada suhu 20 °C–37 °C selama 18–36 jam. Waktu fermentasi yang lebih singkat biasanya untuk tempe yang menggunakan banyak inokulum dan suhu yang lebih tinggi, sementara proses tradisional menggunakan laru dari daun biasanya membutuhkan waktu fermentasi sampai 36 jam.




Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan fermentasi tradisional:

  1. Kondisi lingkungan.

  1. Suhu. Suhu yang digunakan yaitu suhu ruang yang berkisar antara 20-370C. Apabila suhu terlalu tinggi atau terlalu rendah maka mikroba tidak dapat hidup dan melakukan metabolisme. Oleh karena itu, selama fermentasi tradisional bahan disimpan dalam suhu ruang. 

  2. Oksigen. Keadaan oksigen juga harus diperhatikan. Pada fermentasi tradisional seperti pada tempe dan tape bersifat anaerob yang berarti tidak memerlukan oksigen. Sehingga selama fermentasi, bahan harus terlindungi dari oksigen.

  1. Waktu

Proses fermentasi membutuhkan selang waktu tertentu. Pada tape berkisar antara 2-4 hari. Sedangkan pada tempe berkisar antara 18-36 jam.

  1. Starter mikroba

Dalam fermentasi tradisional misal pada tempe dan tape menggunakan mikroba tertentu. Pada tempe menggunakan kapang Rhizopus. Selama pertumbuhannya, kapang Rhizopus akan menghasilkan enzim untuk menguraikan protein dalam kedelai sehingga mudah dicerna tubuh. Kapang ini juga membentuk benang-benang hifa yang akan merekatkan antar biji kedelai.

Sementara pada fermentasi tape menggunakan starter Saccharomyces cerevisiae. Jamur ini akan mengubah karbohidrat pada bahan menjadi alcohol dan karbondioksida. 

  1. Substrat 

Dalam fermentasi tradisional memerlukan substrat sebagai bahan untuk metabolisme. Pada fermentasi empe memerlukan kedelai sebagai substratnya, sedangkan pada fermentasi tape menggunakan karbohidrat dari ketan atau singkong sebagai substratnya.