Carl Gustav Jung

Carl Gustav Jung lahir pada 26 juli 1875 di Kesswyl, Lake Constance, Canton Thurgau, Swiss, dan di besarkan di kota Basel. Ayahnya seorang pendeta Gereja Reformasi di Swiss. Setelah Jung tamat sekolah menengah lalu masuk ke Universitas Basel untuk mempelajari bahasa – bahasa kuno dan ia ingin menjadi arkeolog. Karena suatu mimpi maka ia terdorong untuk mempelajari ilmu alam dan secara kebetulan ia belajar ilmu kedokteran dan akhirnya mendapat ijazah dokter dari Universitas Basel.
Setalah tamat ia menjadi asisten di rumah sakit jiwa di Burgholzli, Zurich, dan klinik Psikiatri Zurich, mulailah kariernya di bidang psikiatri. Jung semula membantu dan kemudian bekerja sama dengan psikiater terkenal, Eugen Bleuler, yang mengembangkan konsep skizofrenia. Dan kemudia Jung belajar sebentar pada Piere Janet, pengganti Charcot di Paris.
Tahun 1900 Jung membaca buku Freud, Interpretation of Dream, dan ia amat terkesan terhadap pandangan – pandangan Freud. Tahun 1906 Jung mengirimkan salinan tulisan – tulisannya kepada Freud, yang pada umumnya mendukung pandangan Freud. Tahun 1907 Jung mengunjungi Freud untuk pertama kali dan pernah bercakap – cakap berdua sampai 13 jam. Dan kemudian mulailah hubungan surat – menyurat secara teratur sampai tahun 1913.
Tahun 1909 Jung melepaskan pekerjaannya dari Rumah Sakit jiwa Burgholzli, Zurich dan Klinik Psikiatri Zurich. Tahun 1910 – 1914 Jung menjabat sebagai Ketua Asosiasi Psikoanalitik Internasional. Dan pada tahun 1914 timbul perbedaan pandangan dengan Freud, kemudian melepaskan jabatan Ketua Asosiasi Psikoanalitik Internasional dan berpisah selamanya dengan Freud.
Dasar pemikiran psikoanalitik Jung sebenarnya banyak persamaannya dengan Freud, yakni sama – sama berpijak pada analisis ketidaksadaran jiwa manusia. Bahwa unsur ketidak sadaran ini amat penting, hal ini tercermin dalam ucapan atau kalimat dalam buku Memories, dreams, reflection yang ditulis Jung : Kehidupanku adalah suatu kisah realisasi dari ketidaksadaran( Hall dan Lindzey, I, ter. 1990, p. 179). Pernyataan Jung ini semakna dengan pandangan Freud, bahwa energi hidup manusia itu terdapat dalam ketidaksadaran jiwa, laksana es yang terendam dalam lautan.
Perpecahan itu terjadi, karena keduanya ada perbedaan – perbedaan yang mendasar dan kompleks, antara lain :                                                                                                                               
1. Ada berbagai ketidaksesuaian dalam hal kepribadian maupun pandangan intelektual.
2. Salah satu alasan yang penting adalah bahwa Freud mengidentifikasikan metodenya dengan teori seks, yang dianggap oleh Jung tidak dapat diterima. Jadi Jung menolak pandangan penseksualisme Freud.
3. Setelah Jung mempelajari teori – teori Freud, dan ada perbedaan – perbedaan tadi, maka Jung ingin menyusun teorinya sendiri, sebagai teori alternatif lain dari psikoanalisis.
Menurut pandangan Dry (1961), Jung juga kena pengaruh dari filsuf – filsuf abad ke-19, misalnya Schopenhauer, von Hartman, dan Nietzsche, dengan konsepsi mereka tentang ketidaksadaran, polaritas ke arah kesatuan, atau intuisi dalam memahami realitas.

B. TEORI KEPRIBADIAN PSIKOANALITIK JUNG
Sebelum Jung bertemu dengan Freud, Jung telah mempunyai teori psikoanalisis dan metode terapinya sendiri yang kemudian terkenal dengan nama psikoanalitik, dan secara konsisten dikembangkannya selama ia bersatu dengan Freud (Jung, 1913). Dasar – dasar teori psikoanalitik Jung antar lain :
1. Teorinya disebut psikoanalitik, karena mendasarkan ketidaksadaran jiwa, tetapi mempunyai banyak perbedaan dengan teori Freud.
2. Jung memandang manusia dengan menghubungkan teleologi (tujuan) dan kausalitas (sebab – akibat).
3. Bahwa tingkah laku manusia ditentukan oleh sejarah individu dan rasnya (kausalitas), dan tujuan – tujuan dan aspirasi (teleologi). Jadi faktor – faktor masa lalu dan masa yang akan datang berpengaruh pada tingkah laku manusia.
4. Bahwa tingkah laku manusia dibimbing baik oleh masa lalu sebagai aktualitas dan masa yang akan datang sebagai potensialitas.
5. Kepribadian manusia dipandang sebagai prospektif, dalam arti bahwa Jung melihat ke depan ke arah garis perkembangan sang pribadi di masa depan, dan retrospektif dalam arti dia mempertahankan masa lampau. Dalam hal ini Jung menyatakan bahwa : “ Orang hidup dibimbing oleh tujuan – tujuan maupun sebab – sebab”.
6. Penekanan Jung pada masa depan, menyebabkan teorinya berbeda dengan teori Freud, yang menekankan pada masa lampau dan motif – motif atau insting sebagai sebab – sebab utama tingkah laku manusia.
7. Jung menganggap, bahwa ada perkembangan yang konstan dan seringkali kreatif, pencapaian kearah kesempurnaan dan kepenuhan serta kerinduan lahir kembali.
8. Teori kepribadian Jung berbeda dengan teori – teori lainya karena ia menekankan pada dasar – dasar ras, dan filogenetik kepribadian.
9. Dengan dasar – dasar diatas Jung berpendapat bahwa kepribadian individu adalah produk dan wadah sejarah leluhurnya.
10. Jadi, dasar – dasar kepribadian bersifat arkais, primitif, bawaan, tidak sadar dan mungkin universal.

Lain halnya dengan Freud, yang menyatakan bahwa : asal – usul kepribadian manusia berasal dari masa kanak – kanak ; kerangka kepribadian  dasar telah terbentuk pada umur lima tahun.  Sedangkan menurut Jung asal – usul kepribadian adalah ras, yang secara turun – temurun berasal dari leluhur manusia. Bayi lahir di dunia telah mewarisi kecenderungan – kecenderungan dari leluhurnya, dan kecenderungan – kecenderungan ini membimbing tingkah lakunya, dan sebagian menentukan apa yang disadarinya, dan diresponnya di dalam dunia pengalaman ini. Jung menyebutkan adanya kepribadian kolektif yang di bentuk sebelumya oleh dasar ras dan secara selektif menjangkau dunia pengalaman dan diubah serta diperkaya oleh pengalaman – pengalaman yang diterimanya. Jadi, kepribadian individu itu merupakan hasil daya – daya batin yang mengenai dan dikenai daya – daya dari luar. 

a. STRUKTUR KEPRIBADIAN
Jung tidak berbicara kepribadian melainkan tentang psyche. Adapun yang dimaksud dengan psyche adalah totalitas segala peristiwa psikis baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Jadi jiwa manusia terdiri dari 2 alam.yaitu :
1.      Alam sadar (kesadaran)
2.      Alam tak sadar (ketidaksadaran)
Kedua alam itu tidak hanya saling mengisi, tetapi berhubungan secara kompensatoris. Adapun fungsi keduanya adalah penyesuaian yaitu :
1.       alam sadar : penyesuaian terhadap dunia luar
2.      alam tak sadar : penyesuaian terhadap dunia dalam
Batas kedua alam itu tidak tetap, melainkan dapat berubah – ubah, artinya luas daerah kesadaran atau ketidak sadaran itu dapat bertambah atau berkurang.

1.                  Struktur Kesadaran
Kesadaran mempunyai 3 komponen pokok, yaitu Ego, Fungsi Jiwa, dan Sikap Jiwa, yang masing – masing mempunyai peranan penting dalam orientasi manusia dalam dunianya.
A.    Ego
Ego adalah jiwa sadar yang terdiri atas persepsi – persepsi, ingatan – ingatan, pikiran – pikiran, dan perasaan – perasaan sadar. Ego itu melahirkan identitas dan kontinuitas individu. Dipandang dari segi sang pribadi, ego berada dalam kesadaran jiwa.
B.     Fungsi Jiwa
Fungsi jiwa yang dimaksud oleh Jung adalah suatu bentuk aktivitas kejiwaan yang secara teori tiada berubah dalam lingkungan yang berbeda – beda. Jung membedakan 4 fungsi pokok.
1.      Fungsi Pikiran, bersifat rasional. Berpikir itu melibatkan ide – ide dan intelek. Tujuan berpikir untuk memahami hakikat dunia dan dirinya sendiri. Berpikir itu mencari kebenaran atau kesalahan sesuatu.
2.      Fungsi Perasaan, adalah fungsi evaluasi, menilai. Perasaan adalah nilai benda – benda, baik positif maupun negatif bagi subjek. Dengan perasaan maka orang akan memperoleh pengalaman – pengalaman subjektifnya, misalnya kenikmatan, rasa sakit, amarah, ketakutan, kesedihan, kegembiraan dan cinta.
3.      Fungsi Pendriaan, adalah fungsi perseptual atau fungsi kenyataan. Pendriaan itu menghasilkan fakta – fakta konkret, atau bentuk – bentuk representasi dunia ini, macam benda dengan segala kualitasnya.
4.      Fungsi Intuisi, adalah persepsi melalui proses – proses tidak sadardan isi dibawah ambang kesadaran. Misalnya orang yang intuitif melampaui fakta – fakta, perasaan – perasaan, dan ide – ide dalam mencari hakikat kenyataan.
Dengan dasar – dasar empiris murni, Jung menyimpulkan bahwa, hanya terdapat empat macam fungsi psikologis. Dengan penalaran bahwa keempat fungsi tersebut bersama – sama menghasilkan suatu totalitas.
1.      Pendriaan menetapkan apa yang senyatanya ada
2.      Pikiran memungkinkan untuk mengetahui artinya
3.      Perasaan mengatakan pada kita apa nilainya
4.      Intuisi menyatakan pada kemungkinan – kemungkinan, seperti dari mana datangnya, dan kemana perginya dalam situasi tertentu.
Dengan cara tersebut manusia dapat mempunyai orientasi penuh dalam dunia nyata sebagaimana menetapkan tempat secara geografis berdasarkan garis lintang dan garis bujur. Selanjutnya empat macam fungsi jiwa tersebut dikelompokkan menjadi dua fungsi :
1.      Fungsi – fungsi rasional, yang dilakukan oleh pikiran dan perasaan karena mereka memakai akal, abstraksi dan generalisasi.
2.      Fungsi Irrasional, yang dilakukan oleh pendriaan dan intuisi, didasarkan pada persepsi hal – hal yang konkret, khusus dan aksidental.
Fungsi jiwa
Sifatnya
Cara bekerjanya
Pikiran
Rasional
Dengan penilaian : benar – salah
Perasaan
Rasional
Dengan penilaian : senang tak senang
Pendriaan
Irrasional
Tanpa penilaian : sadar - indriah
Intuisi
Irrasional
Tanpa penilaian : tak sadar - naluriah

a.      Fungsi Superrior, pelengkap, dan inferior
Pada dasarnya tiap manusia memiliki keempat fungsi itu, akan tetapi biasanya hanya salah satu fungsi saja yang paling berkembang (dominan). Fungsi yang paling berkembang itu merupakan fungsi superior dan menentukan tipe orangnya, jadi ada tipe pemikir, tipe perasa, tipe pendria dan tipe intuitif.
Keempat fungsi itu berpasangan; kalau sesuatu fungsi menjadi superior, yaitu menguasai kehidupan alam sadar, maka fungsi pasangannya menjadi fungsi inferior, yaitu ada dalam ketidaksadaran, tapi masih dapat mengungkapkan diri, yakni dalam mimpi – mimpi dan fantasi – fantasi. Fungsi inferior juga dapat menjadi fungsi pelengkap. Sedangkan kedua fungsi yang lain menjadi fungsi bantu sebagian terletak dalam alam sadar dan sebagian lagi terletak dalam alam tudak sadar. Selanjutnya fungsi – fungsi yang berpasang – pasangan itu berhubungan secara kompensatoris, artinya makin berkembang fungsi superior maka makin besarlah kebutuhan fungsi inferior akan kompensasi dan makin besarlah gangguan terhadap keseimbangan jiwa yang dapat menjelma dalm tindakan – tindakan yang tak terkendalikan, makin besar tanggungan dalam jiwa.
Karena itu tujuan yang ideal daripada perkembangan kepribadian ialah membawa keempat fungsi pokok itu kedalam sinar kesadaran, sehingga tercapailah manusia bulat, yaitu manusia sempurna. Tetapi sayangnya aktualisasi diri sempurna atau secara penuh itu tidak mungkin tercapai, maka sintesis keempat fungsi tersebut merupakan tujuan ideal yang diperjuangkan oleh kepribadian.
b.      Interaksi diantara sistem – sistem kepribadian
Pada dasarnya kepribadian itu dibangun atau terbentuk karena berbagai sistem, sikap dan fungsi jiwa saling berinteraksi. Ada 3 model atau cara berinteraksinya :
1.      Salah satu sitem dapat mengkompensasikan kelemahan – kelemahan sistem lain.
2.      Salah satu sistem dapat menentang sistem lainnya
3.      Dua sistem atau lebih dapat bersatu membentuk sintesis.
C.    Sikap Jiwa
Yang dimaksud dengan sikap jiwa adalah arah daripada energi psikis umum atau libido yang menjelma dalam bentuk orientasi manusia terhadap dunianya. Jung membagi sikap atau orientasi kepribadian menjadi dua macam, yakni :
1.                  Sikap kepribadian ekstravers, orientasinya kearah dunia luar, ke dunia objektif.
2.                  Sikap kepribadian introvers, mengarahkan sang pribadi kedunia dalam, dunia subjektif.

D.    Tipologi Jung
Dengan mendasarkanpada dua komponen pokok daripada kesadaran itu sampailah Jung pada empat kali dua atau delapan tipe, empat tipe ekstraver dan empat lagi introver. Dalam membuat pencandraan mengenai tipe – tipe tersebut selalu dikupasnya juga kehidupan alam tak sadar. Kehidupan alam tak sadar itu selalu berlawanan dengan kehidupan alam sadar, jadi orang yang kesadarannya bertipe pemikir maka ketidaksadarannya bertipe perasa , orang yang kesadarannya bertipe ekstraver ketidaksadarannya bertipe introver, begitu selanjutnya.

E.     Persona
Persona menurut Jung adalah cara individu dengan sadar menampakkan diri keluar (ke dunia sekitarnya). Jung sendiri memberi batasan – batasan persona sebagai “kompleks fungsi – fungsi yang terbentuk atas dasar pertimbangan – pertimbangan penyesuaian atau usaha mencari penyelesaian, tetapi tidak sama dengan individualitas”. Persona itu merupakan kompromi antara individu dan masyarakat, antara struktur batin sendiri dengan tuntutan – tuntutan sekitar mengenai bagaiman orang seharusnya berbuat. Apabila orang dapat menyesuaikan diri dengan dunia luar dan dunia dalam dengan baik, maka persona itu akan merupakan selubung yang elastis, yang dengan lancar dapat digunakan; akan tetapi kalau penyesuaian itu tidak baik, maka persona dapat merupakan topeng yang kaku bekuuntuk menyembunyikan kelemahan – kelemahannya.
Tujuan persona ialah :
a.       Untuk menciptakan kesan tertentu padaorang – orang lain.
b.      Sering kali, walaupun tidak selalu, persona itu menyembunyikan hakikat sang pribadi yang sebenarnya.
 Pada dasarnya persona itu berkembang dari sebuah arketipe, yakni berasal dari pengalaman – pengalaman ras. Dan pengalaman – pengalaman ras tersebut terdiri atas interaksi – interaksi sosial, dimana peran sosial merupakan tujuan yang berguna bagi manusia sepanjang masa. Di sini, persona ada kemiripannya dengan konsep super ego dari Freud.

2  Struktur Ketidaksadaran
Ketidaksadaran itu ada 2 yaitu ketidaksadaran pribadi dan ketidaksadaran kolektif.

a.       Ketidaksadaran Pribadi
Ketidaksadaran pribadi berisikan hal – hal yang diperoleh individu selamahidupnya. Kesadaran pribadi ini terdiri atas :
●. Pengalaman – pengalaman yang pernah sadar tetapi kemudian direpresikan, disupresikan, dilupakan atau diabaikan.
●   Pengalaman – pengalaman yang terlalu lemah untuk membentuk kesan sadar pada sang pribadi. Isi ketidaksadaran pribadi sama seperti isi bahan prasadar pada teori Freud, yakni lapisan jiwa prasadar. Isi tersebut dapat sadar dan berlangsung banyak hubungan dua arah antaraego dan ketidaksadaran pribadi.
●     Kompleks – kompleks merupakan kelompok yang terorganisir atau konstelasi perasaan – perasaan, pikiran – pikiran, persepsi – persepsi, dan ingatan – ingatan yang terdapat dalam ketidaksadaran pribadi. Kompleks ini mempunyai inti yang berfungsi seperti magnet dapat menarik atau mengonstelasikan berbagai pengalaman kearah kompleks studi.

b.    Ketidaksadaran Kolektif
            Ketidaksadaran kolektif disebut juga transpersonal, merupakan salah satu diantara segi – segi teori psikoanalitik Jung, yang paling original dan kontroversial. Ketidaksadaran kolektif mengandung isi – isi yang diperoleh selama pertumbuhan jiwa seluruhnya, yaitu pertumbuhan jiwa seluruh jenis manusia, melalui generasi yang terdahulu. Jung sendiri merumuskan ketidaksadaran kolektif itu sebagai suatu warisan kejiwaan yang besar daripada perkembangan kemanusiaan, yang terlahir kembali dalam struktur tiap – tiap individu, dan membandingkannya dengan apa yang disebut oleh Levy Bruhl tanggapan mistik kolektif orang – orang primitif.
Ketidaksadaran adalah tidak disadari, pengetahuan mengenai ketidaksadaran itu diperoleh secara tidak langsung, yaitu melalui manifestasi daripada isi – isi ketidaksadaran itu. Manifestasi ketidaksadaran  itu dapat berbentuk symptom dan kompleks, mimpi, archetypus.
1.      Symptom dan Kompleks
Symptom dan kompleks merupakan gejala – gejala yang masih dapat disadari. Symptom adalah “gejala dorongan” daripada jalannya energi dan normal, yang dapat berbentuk symptom kejasmanian maupun kejiwaan. Symptom adalah tanda bahaya, yang memberitahu bahwa ada sesuatu dalam kesadaran yang kurang, dan karenanya perluperluasan ke alam tak sadar.
Kompleks – kompleks adalah bagian kejiwaan kepribadian yang telah terpecah dan lepas dari kontrol kesadaran dan kemudian mempunyai kehidupan sendiri dalam kegelapan alam ketidaksadaran, yang selalu dapat menghambat atau memajukan prestasi – prestasi kesadaran.
2.      Mimpi, fantasi, khayalan
Mimpi sering timbul dari kompleks dan merupakan “pesan rahasia dari sang malam”. Mimpi mempunyai hukum sendiri dan bahasa sendiri: dalam mimpi soal – soal sebab akibat, ruang dan waktu tidak berlaku; bahasanya bersifat lambang dan karenanya untuk memahaminya perlu ditafsirkan. Kalau bagi Freud dan Adler mimpi itu dianggap sebagai hasil yang patologis, yaitu penjelmaan angan – angan atau keinginan – keinginan yang tak dapat direalisasikan, maka bagi Jung mimpi itu mempunyai fungsi konstruktif, yaitu mengkompensasikan keberatsebelahan dari konflik. Mimpi tidak hanya merupakan manifestasi hal yang patologis, seperti kata Freud dan Adler, tetapi sering merupakan manifestasi daripada ketidaksadaran kolektif, dan juga mempunyai arti profetis.
Disamping mimpi, Jung juga mengemukakan pula fantasi dan khayalan sebagai bentuk manifestasi ketidaksadaran. Kedua hal yang terakhir ini bersangkutan dengan mimpi, dan timbul pada waktu taraf kesadaran merendah; variasinya boleh dikatakan tak terhingga, dari mimpi siang hari serta impian tentang keinginan – keinginan sampai pada khayalan khusus orang – orang yang dalam keadaan ektase.  
3.      Archetypus
Archetypus istilah yang diambil Jung dari Agustinus merupakan bentuk pendapat instinktif terhadap situasi tertentu, yang terjadi di luar kesadaran.Archetypus – archetypus itu dibawa sejak lahir dan tumbuh pada ketidaksadaran kolektif selama perkembangan manusia, jadi tak tergantung kepada manusia perseorangan. Archetypus merupakan pusat serta medan tenaga daripada ketidaksadaran yang mengubah sikap kehidupan sadar manusia.

c.       Bentuk khusus isi ketidaksadaran
1.      Bayang – bayang
 Di dalam kepribadian terdapat pula bayang – bayang, yaitu segi lain ataubagian gelap daripada kepribadian, kekurangan yang tak disadari. Bayang – bayang ini terbentuk dari fungsi inferior serta sikap jiwa yang inferior, yang karena pertimbangan – pertimbangan moral dimasukkan ketidaksadaran, karena tidak serasi dengan kehidupan alam sadar.
Bayang – bayang terdiri dari insting binatang yang diwarisi oleh manusia dalam evolusinya dari bentuk – bentuk kehidupan yang lebih rendah. Peran dan fungsi bayang – bayang antara lain :
1.                  Oleh karena bayang – bayang mencerminkan sisi binatang pada kodrat manusia, maka sebagai arketipe, bayang – bayang melehirkan konsepsi pada manusia tentang dosa asal, dan jika bayang – bayang diproyeksikan keluar maka ia menjadi iblis atau musuh.
2.                  Mengakibatkan munculnya pikiran – pikiran, perasaan – perasaan, dan tindakan – tindakan yang tak menyenangkan. Semua yang tidak baik itu dapatdisembunyikan oleh persona dari pandangan umum, atau direpresikan dalam ketidaksadaran pribadi.
3.                  Sisi bayang – bayang dari kepribadian yang berasal dari suatu arketipe mengimbasi aspek – aspek privat dari ego maupun sebagian besar isi ketidaksadaran.
4.                  Bayang – bayang dengan insting hewaninya yang bersifat vital dan berkobar – kobar memberi kualitas penuh atau tiga dimensi pada kepribadian, dan membantu membulatkan sang pribadi seutuhnya. Konsep ini mirip dengan konsepsi das Es dari Freud.
2.      Proyeksi : Imago
Proyeksi disisni diartikan “ dengan secara tidak sadar menempatkan isi – isi batin sendiri pada objek – objek diluar dirinya. Bayang - bayang itu adalah sifat – sifat atau kualitas – kualitas ketidaksadaran sendiri yang dihadapi sebagai sifat – sifat atau kualitas – kualitas orang lain. Peristiwa ini terjadi secara mekanis, tidak disadari. Jung menamakan isi kejiwaan yang diproyeksikan kepada orang lain itu imago.
3.      Anima dan Animus
Tiap – tiap manusia itu bersifat bi – sexual , jadi tiap – tiap manusia mempunyai sifat – sifat yang terdapat pada jenis kelamin lawannya.; orang laki – laki ketidaksadrannya adalah betina (anima) dan orang perempuan ketidaksadarannya adalah jantan (animus). Walaupun animus dan anima dapat diwariskan melalui kromosom – kromosom, ia juga merupakan produk pengalamn – pengalaman ras pria dan wanita sepanjang sejarah manusia.
Selanjutnya arketipe – arketipe tersebut tidak hanya menyebabkan masing – masing jenis menunjukkan ciri – ciri lawan jenisnya, tetapi juga berperan sebagai berikut :
1.                  Gambaran – gambaran kolektif yang menggambarkan masing – masing jenis untuk tertarik kepada dan memahami anggota jenis lawannya.
2.                  Bahwa pria memahami kodrat wanita berdasarkan animanya; dan wanita memahami kodrat pria berdasarkan animusnya.

b.      DINAMIKA KEPRIBADIAN
Jung berpendapat bahwa struktur psyche tidak statis, melainkan dinamis dalam gerak yang terus menerus. Dinamika ini disebabkan oleh energi psikis yang oleh Jung disebut libido. Libido itu tidak lain dari intensitas kejadian psikis, yang hanya dapat diketahui lewat peristiwa – peristiwa psikis itu.
1.    Hukum - hukum atau Prinsip – prinsip psyche
a.    Hukum pasangan berlawanan
Hukum pasangan berlawanan : tiada suatu sistem yang mengatur diri sendiri tanpa kebalikan. Sebenarnya Herakleitos telah menemukan hukum psikologis yang sangat penting itu, yang dinamakannya enantiodromia; enantiodromia diartikan bahwa segala sesuatu itu pada suatu kali akan berubah menjadi kebalikan atau lawannya. Tetapi ini tidak berarti meniadakan yang lama dan mengganti dengan yang lawannya sebagai yang baru, melainkan mempertahankan nilai yang lama dengan mengenal lawan – lawannya atau kebalikannya.
b.     Prinsip Ekuivalens
             Prinsip – prinsip ekuivalens itu analog (sama) dengan hukum penyimpangan energi dalam thermodinamika, yang mula – mula dirumuskan oleh Helmholtz, yaitu mengatakan bahwa jumlah energi itu selalu tetap hanya distribusinya yang berubah – ubah. Prinsip ekuivales menyatakan bahwa apabila sesuatu nilai menurun atau hilang, maka jumlah energi yang di didukung oleh nilai itu tidak hilang dari psyche melainkan akan muncul kembali dalam nilai baru. Jadi dalam seluruh sistem kejiwaan itu banyaknya energi tetap hanya distribusinya yang berubah – ubah. Karena itu hal – hal yang berpasangan – berlawanan itu berhubungan secara komplementer atau kompensatoris, artinya pengurangan energi pada suatu aspek berarti pertambahan pada aspek pasangan lawannya.
c.    Prinsip Entropi : Psychological Homeostatis
Hukum homeostatis mengatakan bahwa apabila dua benda yang berlainan panasnya bersentuhan, maka panas akan mengalir dari yang lebih panas kepada yang lebih dingin. Bekerjanya prinsip entropi ini menghasilkan keseimbangan kekuatan. Benda yang dipanaskan berkurang energinya dan mengalir kepada yang lebih dingin sampai kedua benda itu sama panasnya. Prinsip ini diambil oleh Jung untuk menggambarkan dinamika psyche, yaitu distribusi energi di dalam psyche itu selalu menuju keseimbangan.
Prinsip Entropi inilah yang menimbulkan hubungan kompensatoris antara pasangan – pasangan yang berlawanan seperti telah disebut dimuka. Aspek yang lemah akan berusaha memperbaiki statusnya dengan menggunakan aspek yang kuat (pasangan lawannya) dan ini menimbulkan teganggan dalam kepribadian atau psyche.
2.    Arah dan Intensitas Energi
a.    Arah Energi: Progresi dan Regresi
Gerak energi itu mempunyai arah dan gerakannya itu dapat dibedakan antara gerak progresif dan gerak agresif. Gerak progresif adalah gerak ke kesadaran dan berbentuk proses penyesuaian yang terus – menerus terhadap tuntutan – tuntutan kehidupan sadar. Gerak regresif terjadi apabila dengan gagalnya penyesuaian secara sadar dan karenanya terbangunkan ketidaksadaran. Hal ini dapat berakibat individu kembali kepada fase perkembangan yang telah dilewatinya, atau menderita neurosis, atau bila terjadi pembalikan total dimana ketidaksadaran masuk ke kesadaran maka orang yang bersangkutan akan menderita psikosis.
Apabila progresi terjadi atas dasar keharusan penyesuaian terhadap dunia luar, maka regresi itu terjadi atas keharusan penyesuaian kedalam, jadi penyesuaian dengan batin sendiri.
b.    Intensitas Energi : Gambaran
Bentuk khusus manifestasinya energi itu di dalam jiwa adalah gambaran. Gambaran itu adalah hasil fantasi mencipta yang menonjolkan bahan – bahan dari ketidaksadaran menjadi gambaran seperti yang terdapat pada mimpi. Dalam mimpi itu gambaran merupakan lambang – lambang yang isinya atau maknanya tergantung kepada banyak sedikitnya energi, jadi dapat disamakan dengan Werteintensitat energi. Adapun werteintensitat itu tergantung pada konstelasi dimana gambaran itu muncul, yaitu nilai gambaran itu dalam keseluruhan konteks proses psikis itu; gambaran yang sama pada konteks yang satu merupakan pemegang peran utama, dapat pada konteks lain hanya memegang peran tidak penting.
3.    Interaksi antara Aspek – aspek psyche atau kepribadian
Keempat fungsi jiwa yang pokok dan kedua sikap jiwa serta berbagai sistem yang membentuk keseluruhan kepribadian berinteraksi satu sama lain dalam 3 macam cara yaitu:
(a)    Sesuatu aspek atau sistem mengkompensasikan kelemahannya terhadap yang lain.
(b)   Sesuatu aspek atau sitem menentang aspek atau sistem yang lain.
(c)    Satu atau dua sistem mungkin bersatu untuk membentuk sintesis
Kompensasi dapat terjadi pada pasangan – pasangan yang berlawanan, dan dengan mudah dapat ditunjukkan dalam hal fungsi jiwa dan sikap jiwa.
Pertentangan atau perlawanan terjadi antara berbagai aspek dalam kepribadian, antara pikiran – perasaan, intuisi dan pendriaan, antara aku dan bayang – bayang, antara pesona dan anima atau animus. Pasangan – pasangan itu selalu saling berlawanan, berhubungan secara komplementer dan kompensatoris, dan hal ini menyebabkan psyche atau kepribadian itu selalu bersifat dinamis.

c.       PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN
1.        Jung menjangkau  ke belakang dan kedepan
Jung berpendapat hukum kausalitas dan teleologi kedua – duanya sangat penting dalam psikologi. Seorang psikologi dalam memahami kehidupan psikis harus bermuka rangkap, muka yang satunya memandang masa lampau manusia, sedang muka yang satu lagi memandang masa depannya.
2.         Jalan Perkembangan : Progresi dan Regresi
       Di dalam proses perkembangan terdapat gerak maju (progresi) dan gerak mundur (regresi). Progresi oleh Jung adalah bahwa aku sadar dapat menyesuaikan diri secara memuaskan baik terhadap tuntutan – tuntutan dunia luar maupun kebutuhan – kebutuhan ketidaksadaran. Dalam Progresi normal kekuatan – kekuatan penghalang dipersatukan secara selaras dan koordinatif oleh proses – proses kejiwaan.
       Apabila gerak maju ini terganggu oleh satu atau lain rintangan, dan karenanya libido tercegah untuk digunakan secara maju atau dalam orientasi ekstraves, maka libido lalu membuat regresi, kembali ke fase yang dilewati atau masuk ke ketidaksadaran, jadi dipergunakan dalam oientasi introvers.
3.        Pemindahan energi Psikis
Energi psikis itu dapat dipindahkan, artinya dapat ditaransfer dari satu aspek atau sistem ke lain aspek atau sistem, dan transfer ini berlangsung atas dasar prinsip – prinsippokok dinamika yaitu ekuivalens dan entropi. Transfer yang progresif disebut sublimasi, yaitu transfer dari proses – proses yang lebih primitf, instinktif dan rendah diferensiasinya keproses – proses yang lebih bersiafat kultural, spiritual dan tinggi differensiasinya.
4.        Jalan Kesempurnaan : Proses Individuasi
Bahwa kepribadian mempunyai kecenderungan untuk berkembang ke arah suatu kebulatan yang stabil, adalah hal yang sentral dalam psikologi Jung terlebih – lebih dalam psikoterapinya. Perkembangan adalah semacam pembeberan kebulatan asli yang semula tak punya diferensiasi dan tujuan; pembeberan ini adalah realisasi atau penemuan diri.
Supaya tujuan itu dapat tercapai maka semua aspek kepribadian harus mengalami diferensiasi dan berkembang sepenuhnya. Krena apabila ada salah satu aspek yang diabaikan , maka aspek kepribadian yang diabaikan itu akan menjadi perintang, yang akan brusaha merampas energi dari sistem yang lebih berkembang atau lebih tinggi diferensiasinya.
Apabila rintangan – rintangan itu terlalu banyak maka orangnya dapat menderita neurosis. Untuk mencapai kepribadian yang integral seta sehat maka tiap sistem atau aspek kepribadian harus mencapai taraf diferensiasi dan perkembangan yang sepenuhnya. Prose ini dapat pula disebut proses pembentukan diri atau penemuam diri yang disebut Jung proses individuasi.
Proses individuasi itu ditandai oleh bermacam – macam perjuangan batin dan melalui bermacam – macam fase yaitu:
a.         Fase Pertama
Membuat sadar fungsi – fungsi pokok serta sikap jiwa yang ada dalam ketidaksadaran. Denagn cara ini tegangan dalam batin berkuran dan kemampuan untuk mengadakn orientasi serta penyesuaian diri meningkat.
b.        Fase Kedua
Membuat sadar imago – imago. Dengan menyadari ini orang akan mampu melihat kelemahan – kelemahannya sendiri yang diproyeksikan
c.       Fase Ketiga
Menginsyafi bahwa manusia hidup dalam tegangan pasangan – pasangan yang berlawanan, baik rohaniah maupun jasmaniah, dan bahwa manusia harus tabah menghadapi hal – hal ini serta dapat mengatasinya.
d.      Fase Keempat/Terakhir
Adanya hubngan yang selaras antara kesadaran dan ketidaksadran. Jadi antara segala aspek daripada kepribadian yang ditimbulkan oleh titik konsentrasi umum, yaitu : Diri. Diri menjadi titik pusat kepribadian dan menerangi, menghubungkan serta mengkoordinasikan seluruh aspek kepribadian. Inilah manusia Integral atau manusia sempurna.

C.                IMPLIKASI
Jung memasukkan unsur budaya dalam aliran psikoanalisa sehingga teorinya juga menjangkau bidang luas seperti sejarah, seni dan lain – lain. Berdasarkan teori Jung, para ahli tes psikologis seperti Eysenck dan Cattell menyusun tes kepribadian setelah menguji validitas teori Jung secara statistik.

D.                KRITIKAN
Jung percaya bahwa ada pola-pola tertentu mental dasar, atau "arketipe" saat ia menyebut mereka – pola. informasi yang ada dalam semua pikiran manusia dan yang merupakan bagian dari warisan umat manusia. Dia berpikir bahwa kontak dari pikiran sadar dengan pola-pola ini, atau intrusi ke dalam pola kesadaran kita, memunculkan mitologi dan agama-agama dunia.
Sekarang, beberapa skeptis menyatakan bahwa arketipe Jung tidak bisa benar-benar diwariskan - bahwa mereka tidak bisa menjadi bagian dari warisan genetik kita, tetapi sebaliknya akan harus ditransmisikan dari budaya ke budaya. skeptis berpendapat bahwa Anda dapat menjelaskan semua kebetulan dari mitologi dan agama-agama dunia hanya dengan mengasumsikan bahwa ide-ide mistis dan religius ditularkan dari budaya ke budaya, bukan dengan asumsi bahwa ada pola dasar dalam otak yang menimbulkan mereka. Dan skeptis mengklaim bahwa karena Anda dapat menjelaskan kebetulan dalam mitologi dan agama di seluruh dunia dengan budaya transmisi, teori Jung adalah salah. Jadi bagaimana jika ide-ide pola dasar menyebar melalui umat manusia dengan cara kultural, bukan dengan cara genetik? Sebagian besar dari psikoanalisis Jung masih bisa benar! Ada dua cara yang organisme hidup dapat mengirimkan informasi satu sama lain. Salah satunya adalah dengan transmisi genetik. Cara lain adalah dengan komunikasi dari satu jenis atau yang lain.   Sekarang, menganggap bahwa orang di seluruh dunia saat ini cenderung percaya, atau berpikir dan bermimpi dalam hal, simbol mitologi atau spiritual tertentu dan cerita - tetapi karena transmisi budaya mitos dan simbol-simbol di seluruh dunia, bukan warisan genetik. Dan itu masih bagian dari warisan kita bersama.
Jung memikirkan arketipe sebagai warisan genetik. Namun, teorinya bisa hampir benar. Perdebatan tentang apakah arketipe ditransmisikan
genetik atau ditransfer budaya itu tidak penting bagi perdebatan tentang apakah teori Jung adalah pada dasarnya tepat. Analisis Jung akan bekerja apakah atau tidak ada komponen genetik untuk transmisi arketipe.
Juga, ada cara bahwa arketipe bisa genetik ditularkan bahkan jika semua ide dari mitologi dan agama secara kultural ditransmisikan. Misalkan bahwa ide-ide agama dan mitologi secara kultural ditransmisikan. Kemudian kita bisa bertanya: mengapa apakah ide-ide tersebut memegang dalam diri kita, ketika ide lain pergi sekitar yang tidak memegang dalam diri kita? Mungkin ada beberapa predisposisi genetik yang memungkinkan kita percaya mitos tertentu, atau set mitos, lebih mudah daripada lain. (Itu tidak benar-benar ide baru.) Mungkinkah mereka kecenderungan menjadi arketipe nyata? Jung
Teori nikmat "ya" jawaban untuk pertanyaan ini. Dalam psikologi Jung, makhluk mitos sendiri
(Seperti dewa matahari, misalnya) bukan arketipe. Sebaliknya, mereka adalah hasil dari kontak dari pikiran sadar dengan arketipe. Arketipe adalah sesuatu dalam diri kita yang kita condong untuk menciptakan gambar mitis tertentu, percaya mitos tertentu, mimpi mimpi tertentu, dan kadang-kadang bahkan mengalami tertentu mitis entitas dengan cara visioner. Arketipe bukanlah entitas mitologis, tetapi lebih seperti faktor predisposisi yang menimbulkan keyakinan mitologis entitas. Mengingat ini pandangan arketipe, mengapa tidak mengidentifikasi arketipe dengan genetik, kecenderungan biologis yang cenderung kita untuk percaya hanya mitos-mitos budaya menular yang tidak memegang, bukan mitos lainnya? Dalam hal ini, transmisi genetik dari arketipe menjadi jauh lebih masuk akal, dan bisa berlangsung bahkan jika mitos sendiri menyebar hanya dengan cara budaya.
Saya ingin membuat titik lebih lanjut tentang psikologi Jung.
Beberapa skeptis mengejek Jung karena ia tampaknya percaya pada segala macam dewa dan setan. Ini konyol.
Jung tidak percaya bahwa makhluk-makhluk yang benar-benar nyata! Ini sangat jelas dari tulisan Jung yang ia menganalisis konsep Tuhan dan berbagai konsep dari mitologi dalam hal fungsipikiran manusia - khususnya, pikiran bawah sadar. Konsep Jung Allah dan para dewa itu psikologis. Saya tidak berpikir ada sesuatu dalam konsep yang membutuhkan kepercayaan supranatural. Saya tidak berpikir Jung bahkan percaya pada supranatural.
Dalam kaitan dengan kepercayaan dalam supranatural: Memang benar bahwa Jung tertarik dalam apa yang disebut paranormal
fenomena. Jung, bersama dengan fisikawan Wolfgang Pauli mencatat, mengembangkan konsep "Sinkronisitas," yang dimaksudkan untuk menafsirkan atau menjelaskan kebetulan tertentu yang kadang-kadang orang label sebagai "paranormal." Namun, tidak ada alasan untuk berpikir bahwa sinkronisitas, jika ada, akan
supranatural. Sinkronisitas adalah apa yang kita sebut hari ini penjelasan naturalistik yang disebut paranormal fenomena. Hal itu dimaksudkan untuk membawa peristiwa yang tampaknya paranormal ke dalam kerangka alam. Tidak peduli apa yang Anda pikirkan tentang gagasan sinkronisitas, ide yang TIDAK bukti bahwa Jung percaya pada supranatural. Justru sebaliknya - itu menunjukkan bahwa ia sedang mencari halal
penjelasan dari fenomena aneh. Hal ini benar apakah hipotesis sinkronisitas yang benar atau mati salah - dan apakah atau tidak fenomena Jung mencoba untuk menjelaskan memiliki penjelasan lain. Ini juga benar bahwa Jung memiliki beberapa pengalaman aneh, termasuk salah satu yang keras ledakan-seperti kebisingan berlangsung di rak buku. Saya telah menunjukkan di tempat lain bahwa Jung tidak menganggap pengalaman ini
supranatural [1].
Sekarang, dengan pertanyaan apakah Jung benar-benar percaya pada Tuhan, atau apakah ia hanya percaya bahwa kita memiliki ide bersama Allah. Dari tulisan-tulisan Jung dan pernyataan kita dapat menyimpulkan bahwa Jung berpikir Tuhan teisme? Jika Anda membaca tulisan-tulisannya bahkan sedikit, itu jelas bahwa Allah supranatural teisme TIDAKadalah nyata. Tapi Tuhan macam apa yang ada dalam pikiran Jung? Apakah dia benar-benar percaya pada Tuhan yang supernatural apa yang ada dalam pikiran. Jung berarti bahwa gagasan tentang Tuhan memiliki suatu realitas psikologis - bahwa ide-ide tertentu, tertanam dalam pikiran manusia, memiliki eksistensi tujuan mereka sendiri, tetapi dalam intramental cara bukannya dengan cara, eksternal fisik. Tidak ada yang inheren supranatural tentang hal ini
konsep. Jung berusaha untuk menjadi ilmiah dalam pendekatannya terhadap psikologi. Tentu saja, ada yang sedang berlangsung
Perdebatan tentang apakah teori psikoanalitik pernah adalah ilmiah. Tapi selain dari perdebatan itu, kita bisa aman mengatakan bahwa Jung berusaha untuk menjadi ilmiah. Dia tidak melompat ke kesimpulan supranatural dari data ilmiah ia menemukan. Namun demikian, ia berpikir bahwa Allah memiliki suatu realitas psikologis yang pergi melampaui fantasi belaka. Dia berpikir dengan cara ini karena ia berpikir bahwa isi mental dapat bersikap objektif dalam beberapa kasus. Itu tidak berarti secara eksternal, secara fisik nyata, melainkan hanya berarti tujuan - bagian dari kami umum dunia dalam beberapa cara, bukan produk hanya fantasi pribadi. Dengan kata lain, ada psikologis ide atau pola yang memiliki objektivitas mereka sendiri berdasarkan keberadaan mereka di pikiran manusia banyak. Jung berpikir ada hal-hal dalam imajinasi kita bahwa kita tidak menempatkan pribadi ada - gambar yang kita temukan melalui imajinasi, tetapi bahwa kita tidak menemukan untuk diri kita sendiri. Ini adalah klaim psikologis, dan mungkin itu menunjukkan klaim filosofis - tetapi tidak klaim supernatural.
Ini tidak memerlukan keberadaan supranatural apapun.
Secara filosofis, teori psikoanalisis Jung tampaknya melibatkan sebuah ontologi yang merupakan perpanjangan ontologi dunia luar. Ada tentu supranatural tentang itu tidak ada.
Anda dapat menafsirkan ontologi Jung bukan hanya dengan mengidentifikasi obyektif psikologis nyata entitas dengan entitas abstrak. (Saya telah menulis banyak tentang benda abstrak tempat lain, jadi saya tidak akan mengatakan lebih tentang mereka di sini.) Jika kita mengambil Allah untuk menjadi entitas yang abstrak, dan diasumsikan bahwa kita memiliki intuisi itu entitas karena beberapa pola dasar atau kecenderungan (archetype) dalam otak kita, saya pikir yang akan datang sangat dekat dengan apa yang Jung berpikir tentang Tuhan. Ini cukup jelas dari tulisan-tulisannya bahwa Jung berpikir Tuhan itu nyata, tetapi tidak eksternal nyata. Allah bukanlah "hal," alami atau supernatural. Tuhan itu nyata, tetapi
bagian dari dunia internal dari pikiran, bukan dari dunia luar obyek-obyek material.
Singkatnya, di sini adalah kesimpulan tentang Jung bahwa saya sedang mencoba untuk menyatakan dalam pembicaraan ini.
Pertama, gagasan transmisi genetik dari arketipe tidak penting untuk Jung psikoanalitik
teori. Sebagian besar teori dapat berdiri tanpa ide ini. Dan bahkan jika mitos dan simbol
budaya ditransmisikan, arketipe (yang tidak identik dengan mitos dan simbol) masih mungkin ditransmisikan secara genetik.
Kedua, saya tidak berpikir Jung percaya pada supranatural. Saya pikir skeptis konyol untuk menuduhnya itu. Terlebih lagi, teori Jung bisa benar atau tidak ada sesuatu yang supranatural.
Dan ketiga, Jung memiliki tanah lebih kuat untuk kepercayaan dalam versi psikologisnya Allah daripada kita biasanya menyadari. Jika Tuhan adalah entitas yang abstrak berintuisi oleh pikiran, maka pengetahuan kita tentang Allah bisa menjadi sekokoh intuisi kami yang lain abstrak, seperti pengetahuan kita tentang warna atau bahkan mungkin kami
intuisi matematika.
Poin utama saya dalam pembicaraan ini adalah bahwa kita tidak perlu percaya pada supranatural apapun untuk percaya Jung teori psikologi, dan bahwa komitmen eksistensial teori Jung ini jauh lebih ringan dan lebihkonservatif daripada kita biasanya sadari.

Referensi
[1] Mark F. Sharlow, "Anti-Dawkins Paper No 7: Dawkins memberitahukan Beberapa Ide Menentang dan Pemikir",
http://www.eskimo.com/msharlow/cgi-bin/blosxom.cgi/2009/06/25 # anti_dawkins_paper_no_7 [8/3/2010 diakses]