Topic outline
Konsep Psikoanalisis Sigmund Freud
Bicara mengenai teori psikoanalisis klasik, artinya kita harus mengenal Sigmund Freud. Beliau adalah orang pertama yang memunculkan istilah psikoanalisis. Psikolog asal Wina – Austria ini lahir pada 6 Mei 1856, merupakan putra pasangan Amalia dan Jacob Freud. Tokoh psikoloanalisis klasik ini wafat pada usia 83 tahun di London, pada 23 September 1939. Dan terkenal karena mengembangkan Psikologi Kepribadian.
Freud mengambil jurusan kedokteran di Universitas Wina pada tahun 1973. Masa mudanya ia isi dengan banyak melakukan observasi dan penelitian. Kajiannya banyak membahas tentang kejiwaan dan kesesuaian pendirian. Baru pada tahun 1980-an, ia menjadikan ilmu psikologi sebagai bagian dari hidupnya. Sejak saat itu, ia terus mengembangkan teori psikoanalisis pikiran manusia. Berikut karya beliau yang terkenal, diantaranya
- Studi Tentang Histeri.
- Penafsiran Mimpi.
- Tiga Karangan Tentang Teori Seksualitas.
- Pengantar Pada Psikoanalisa.
Apa itu Psikoanalisis?
Teori psikoanalisis klasik merujuk pada istilah yang dipopulerkan oleh Freud. Secara garis besar, teori ini menyatakan bahwa “ketidaksadaran” pada individu memiliki peran yang utama dalam diri seseorang. Dengan landasan teori ini, Freud melakukan pengobatan mereka yang menderita gangguan psikis.
Teori Psikoanalisis Freud telah menjadi teori yang paling banyak digunakan dan dikembangkan hingga saat ini. Konsep teori ini digunakan untuk meneliti kepribadian seseorang terhadap proses psikis yang tidak terjangkau oleh hal yang bersifat ilmiah.
Dengan metode psikoanalisis, Freud bermaksud mengembalikan struktur kepribadian pasien dengan cara memunculkan kesadaran yang tidak ia sadari sebelumnya. Adapun proses terapi ini berfokus pada pendalaman pengalaman yang dialami pasien saat masih kanak-kanak.
Persepsi Tentang Jiwa Manusia Menurut Sigmund Freud
Gunung es dijadikan sebuah perumpamaan oleh Freud untuk menunjukkan skema gambaran jiwa seseorang. Bagian puncak dinamakan kesadaran (conciousnes), Bagian tengah dinamakan prakesadaran (sub conciousnes) dan bagian dasar yang tertutup air adalah ketidaksadaran (unconciousnes).
Sama seperti perumpamaan akar pohon, disini alam bawah sadar atau ketidaksadaran merupakan hal yang paling menentukan kehidupan manusia. Dimana penyebab dari penyimpangan perilaku ini berasal dari faktor alam bawah sadar ini. Hal yang seperti inilah yang dianalisa oleh Freud untuk mengungkap kepribadian seseorang dan menjadikan analisa ini sebagai metode penyembuhan.
Struktur Kepribadian Menurut Sigmund Freud
Freud membagi struktur ini menjadi tiga aspek yaitu : id, ego dan superego. Berikut penjelasannya :
- Id
Id berasal dari kata latin “Is” yang artinya es. Kepribadian ini disebut Freud sebagai kepribadian bawaan lahir. Didalamnya terdapat dorongan yang didasari pemenuhan biologis guna kepuasan bagi dirinya sendiri. Karakter khas pada aspek ini adalah tidak adanya pertimbangan logis dan etika sebagai prinsip pengambilan keputusan. Lebih sederhana, id berwujud pada gambaran nafsu, hasrat seksual dan perasaan superior (ingin berkuasa).
- Ego
Aspek kepribadian ini terjadi akibat pengaruh yang ia dapatkan dari apa yang terjadi didunia/lingkungannya. Ciri khas dari aspek ini, ego mengatur id dan juga superego untuk pemenuhan kebutuhan sesuai dengan kepentingan kepribadian yang terlibat. Artinya, berbeda dengan id yang hanya mementingkan diri sendiri, ego merupakan aspek yang mementingkan keperluan lebih luas (tidak hanya dirinya).
- Superego
Aspek kepribadian yang satu ini akan lekat kaitannya moral atau nilai kehidupan. Ranah superego berisi tentang batasan untuk membedakan mana yang baik dan yang buruk. Dengan kata lain, superego memiliki peran penting untuk menjadi penengah antara id an ego. Ia menjadi penyekat dari sinyal yang dikirimkan aspek id serta memotivasi ego untuk melakukan hal yang menjunjung moralitas.
Fase Dalam Perkembangan Kepribadian
Menurut Freud, kepribadian seseorang mengalami perkembangan dalam tiga tahapan fase :
1. Fase Infatile
Tahapan ini berlangsung sejak anak lahir hingga berusia 5 tahun. Naluri seks menjadi hal yang utama dalam pembentukan kepribadian anak tersebut. Pada range usia ini, Freud mengklasifikasikan fase infantil menjadi tiga fase lagi, yaitu :
- Fase Oral (0-1 tahun)
Seseorang akan mendapatkan kesenangan melalui segala sesuatu yang masuk melalui mulutnya. Contohnya adalah, aktivitas makan, minum dan menghisap jari.
Freud mengemukakan bahwa personaliti anak yang berlebihan mendapatkan kepuasan oral pada fase ini, akan tumbuh menjadi seseorang yang gemar menimbun harta/ilmu dan juga terlalu gampang percaya orang lain. Tapi sebaliknya, jika anak tidak puas terhadap kebutuhan oral ini, mereka akan menjadi pribadi yang rakus namun tidak pernah puas. Mereka juga terkenal sebagai pendebat dan bersikap sarkas.
Baca Juga : Psikologi Anak
- Fase Anal (1-3 tahun)
Pada fase ini, kesenangan bayi akan didapat dari aktivitas buang air besar, yang menggambarkan kepuasan karena hilangnya rasa tertekan dan tidak nyaman pada saluran pencernaan. Freud menyatakan bahwa proses belajar buang air menjadi pemuas id dan superego dalam waktu yang bersamaan. Ia mengibaratkan fase anal ini adalah fase seseorang dalam melakukan kontrol diri atau pengendalian diri.
Baca Juga : Psikologi Keluarga
- Fase Falik (3-5 tahun)
Freud memberikan pandangan bahwa pada fase ini, seseorang akan mendapatkan kepuasan melalui organ kelaminnya. Contoh paling sederhana yang khas adalah, seseorang akan mulai menyukai lawan jenisnya. Anak yang selama ini memandang ibu sebagai sumber cintanya, dan beranggapan bahwa ayah adalah saingannya, akan memunculkan perasaan cemas karena khawatir cnta ibunya terebut.
Baca Juga : Psikologi Pendidikan
2. Fase Laten (5-12 tahun)
Fase ini dikenal juga dengan fase pubertas (puberity). Yang menjadi ciri khas dari fase in iadalah seseorang mulai merasa malu dan mementingkan aspek moral (estetika). Freud mengistilahkannya dengan kemampuan sublimasi. Sebuah kemampuan mengganti kesenangan seksual dengan kesenangan lain yang sifatnya non-seksual.
3. Fase Genital (12 tahun-dewasa)
Tahapan lanjutan ini, seseorang mulai menyalurkan keinginan seksual mereka melalui objek luar. Contohnya saja, keikutsertaan pada sebuah komunitas, menikah dengan orang yang dicintai dan karir. Orientasi hidup seseorang tersebutpun mengalami perubahan menjadi sosialis dan realistis.
Baca juga: Psikologi Sosial
Teori Psikoanalisis Klasik Sebagai Teknik Penyembuhan (Terapi)
Menurut Freud, seseorang haruslah melalui fase-fase yang disebutkan diatas. Seseorang akan mengalami neurosis. Yaitu, sebuah gangguan mental yang dapat menyebabkan stres meskipun dianggap tidak terlalu serius. Teori yang dibawa Freud melalui psikoanalisis mampu dijadikan dasar dalam mengevaluasi kepribadian. Sehingga permasalahan pada orang yang mengalami neurosis bisa disembuhkan. Berikut teknik-tekniknya :
- Teknik Talking Care
Teknik ini pada dasarnya adalah tentang membangun hubungan baik dengan klien/pasien. Sehingga para pasien dapat menceritakan pengalaman masa lalunya. Freud membuat ajang bagi para pasien untuk mengalirkan rasa sehingga hati mereka lega dari apa yang membebaninya.
Meski begitu, Freud menganggap teknik ini memiliki kelemahan karena apa yang diceritakan oleh pasien adalah hal yang berada pada alam sadar. Dianggap kurang tepat karena permasalahan sesungguhnya terjadi pada alam ketidaksadaran.
Baca Juga : Psikologi Konseling
- Teknik Kartasis
Freud berusaha memasuki alam bawah sadar pasien dengan metode ini. Ia menggabungkan momen setengah sadar, untuk bisa mengavaluasi persoalan pasien. Istilah yang biasa kita dengar berkaitan dengan teknik ini adalah metode hipnosis. Meski Freud pernah berhasil menangani pasien penderita gangguan saraf. Namun kemudian ia menyatakan kurang puas dengan metode ini, dan mulai mengembangkan teknik terapinya.
Baca juga: Konsep Diri Dalam Psikologi
- Teknik Asosiasi Bebas
Teknik ini banyak dikembangkan oleh para psikolog kontemporer dan bisa kita temui sehari-hari. Teknik ini meminta para pasien untuk rileks dan beristirahat sejenak dari pikiran yang biasanya meliputi para pasien setiap hari. Kemudian mereka diminta untuk menceritakan hal-hal yang membuat dirinya trauma.
Baca juga:
- Teknik Penafsiran Mimpi
Menurut Freud, mimpi merupakan hasil psikis yang tergambar ketika kita tidur. Tidak puas dengan teknik sebelumnya karena mereka bekerja pada alam sadar, Freud menggunakan mimpi sebagai materi yang muncul ketika seseorang tidak sadar. Dari hal yang diceritakan pasien lewat mimpinya, Freud mendapat kepuasan karena ia dapat mengupas memori pasien pada masa lalu.
1. Apa itu Psikoanalisis ?
2. Jelaskan id, ego dan superego !
3, Uraikan Fase Laten ( 5 - 12 tahun )
4. Apa yang dimaksud dengan teknik asosiasi bebas ?
Teori pepribadian Carl Gustav Jung
- Carl Gustav Jung lahir pada 26 juli 1875 di Kesswyl, Lake Constance, Canton Thurgau, Swiss, dan di besarkan di kota Basel. Ayahnya seorang pendeta Gereja Reformasi di Swiss. Setelah Jung tamat sekolah menengah lalu masuk ke Universitas Basel untuk mempelajari bahasa – bahasa kuno dan ia ingin menjadi arkeolog. Karena suatu mimpi maka ia terdorong untuk mempelajari ilmu alam dan secara kebetulan ia belajar ilmu kedokteran dan akhirnya mendapat ijazah dokter dari Universitas Basel.Setalah tamat ia menjadi asisten di rumah sakit jiwa di Burgholzli, Zurich, dan klinik Psikiatri Zurich, mulailah kariernya di bidang psikiatri. Jung semula membantu dan kemudian bekerja sama dengan psikiater terkenal, Eugen Bleuler, yang mengembangkan konsep skizofrenia. Dan kemudia Jung belajar sebentar pada Piere Janet, pengganti Charcot di Paris.Tahun 1900 Jung membaca buku Freud, Interpretation of Dream, dan ia amat terkesan terhadap pandangan – pandangan Freud. Tahun 1906 Jung mengirimkan salinan tulisan – tulisannya kepada Freud, yang pada umumnya mendukung pandangan Freud. Tahun 1907 Jung mengunjungi Freud untuk pertama kali dan pernah bercakap – cakap berdua sampai 13 jam. Dan kemudian mulailah hubungan surat – menyurat secara teratur sampai tahun 1913.Tahun 1909 Jung melepaskan pekerjaannya dari Rumah Sakit jiwa Burgholzli, Zurich dan Klinik Psikiatri Zurich. Tahun 1910 – 1914 Jung menjabat sebagai Ketua Asosiasi Psikoanalitik Internasional. Dan pada tahun 1914 timbul perbedaan pandangan dengan Freud, kemudian melepaskan jabatan Ketua Asosiasi Psikoanalitik Internasional dan berpisah selamanya dengan Freud.Dasar pemikiran psikoanalitik Jung sebenarnya banyak persamaannya dengan Freud, yakni sama – sama berpijak pada analisis ketidaksadaran jiwa manusia. Bahwa unsur ketidak sadaran ini amat penting, hal ini tercermin dalam ucapan atau kalimat dalam buku Memories, dreams, reflection yang ditulis Jung : Kehidupanku adalah suatu kisah realisasi dari ketidaksadaran( Hall dan Lindzey, I, ter. 1990, p. 179). Pernyataan Jung ini semakna dengan pandangan Freud, bahwa energi hidup manusia itu terdapat dalam ketidaksadaran jiwa, laksana es yang terendam dalam lautan.Perpecahan itu terjadi, karena keduanya ada perbedaan – perbedaan yang mendasar dan kompleks, antara lain :1. Ada berbagai ketidaksesuaian dalam hal kepribadian maupun pandangan intelektual.2. Salah satu alasan yang penting adalah bahwa Freud mengidentifikasikan metodenya dengan teori seks, yang dianggap oleh Jung tidak dapat diterima. Jadi Jung menolak pandangan penseksualisme Freud.3. Setelah Jung mempelajari teori – teori Freud, dan ada perbedaan – perbedaan tadi, maka Jung ingin menyusun teorinya sendiri, sebagai teori alternatif lain dari psikoanalisis.Menurut pandangan Dry (1961), Jung juga kena pengaruh dari filsuf – filsuf abad ke-19, misalnya Schopenhauer, von Hartman, dan Nietzsche, dengan konsepsi mereka tentang ketidaksadaran, polaritas ke arah kesatuan, atau intuisi dalam memahami realitas.B. TEORI KEPRIBADIAN PSIKOANALITIK JUNGSebelum Jung bertemu dengan Freud, Jung telah mempunyai teori psikoanalisis dan metode terapinya sendiri yang kemudian terkenal dengan nama psikoanalitik, dan secara konsisten dikembangkannya selama ia bersatu dengan Freud (Jung, 1913). Dasar – dasar teori psikoanalitik Jung antar lain :1. Teorinya disebut psikoanalitik, karena mendasarkan ketidaksadaran jiwa, tetapi mempunyai banyak perbedaan dengan teori Freud.2. Jung memandang manusia dengan menghubungkan teleologi (tujuan) dan kausalitas (sebab – akibat).3. Bahwa tingkah laku manusia ditentukan oleh sejarah individu dan rasnya (kausalitas), dan tujuan – tujuan dan aspirasi (teleologi). Jadi faktor – faktor masa lalu dan masa yang akan datang berpengaruh pada tingkah laku manusia.4. Bahwa tingkah laku manusia dibimbing baik oleh masa lalu sebagai aktualitas dan masa yang akan datang sebagai potensialitas.5. Kepribadian manusia dipandang sebagai prospektif, dalam arti bahwa Jung melihat ke depan ke arah garis perkembangan sang pribadi di masa depan, dan retrospektif dalam arti dia mempertahankan masa lampau. Dalam hal ini Jung menyatakan bahwa : “ Orang hidup dibimbing oleh tujuan – tujuan maupun sebab – sebab”.6. Penekanan Jung pada masa depan, menyebabkan teorinya berbeda dengan teori Freud, yang menekankan pada masa lampau dan motif – motif atau insting sebagai sebab – sebab utama tingkah laku manusia.7. Jung menganggap, bahwa ada perkembangan yang konstan dan seringkali kreatif, pencapaian kearah kesempurnaan dan kepenuhan serta kerinduan lahir kembali.8. Teori kepribadian Jung berbeda dengan teori – teori lainya karena ia menekankan pada dasar – dasar ras, dan filogenetik kepribadian.9. Dengan dasar – dasar diatas Jung berpendapat bahwa kepribadian individu adalah produk dan wadah sejarah leluhurnya.10. Jadi, dasar – dasar kepribadian bersifat arkais, primitif, bawaan, tidak sadar dan mungkin universal.Lain halnya dengan Freud, yang menyatakan bahwa : asal – usul kepribadian manusia berasal dari masa kanak – kanak ; kerangka kepribadian dasar telah terbentuk pada umur lima tahun. Sedangkan menurut Jung asal – usul kepribadian adalah ras, yang secara turun – temurun berasal dari leluhur manusia. Bayi lahir di dunia telah mewarisi kecenderungan – kecenderungan dari leluhurnya, dan kecenderungan – kecenderungan ini membimbing tingkah lakunya, dan sebagian menentukan apa yang disadarinya, dan diresponnya di dalam dunia pengalaman ini. Jung menyebutkan adanya kepribadian kolektif yang di bentuk sebelumya oleh dasar ras dan secara selektif menjangkau dunia pengalaman dan diubah serta diperkaya oleh pengalaman – pengalaman yang diterimanya. Jadi, kepribadian individu itu merupakan hasil daya – daya batin yang mengenai dan dikenai daya – daya dari luar.a. STRUKTUR KEPRIBADIANJung tidak berbicara kepribadian melainkan tentang psyche. Adapun yang dimaksud dengan psyche adalah totalitas segala peristiwa psikis baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Jadi jiwa manusia terdiri dari 2 alam.yaitu :1. Alam sadar (kesadaran)2. Alam tak sadar (ketidaksadaran)Kedua alam itu tidak hanya saling mengisi, tetapi berhubungan secara kompensatoris. Adapun fungsi keduanya adalah penyesuaian yaitu :1. alam sadar : penyesuaian terhadap dunia luar2. alam tak sadar : penyesuaian terhadap dunia dalamBatas kedua alam itu tidak tetap, melainkan dapat berubah – ubah, artinya luas daerah kesadaran atau ketidak sadaran itu dapat bertambah atau berkurang.1. Struktur KesadaranKesadaran mempunyai 3 komponen pokok, yaitu Ego, Fungsi Jiwa, dan Sikap Jiwa, yang masing – masing mempunyai peranan penting dalam orientasi manusia dalam dunianya.A. EgoEgo adalah jiwa sadar yang terdiri atas persepsi – persepsi, ingatan – ingatan, pikiran – pikiran, dan perasaan – perasaan sadar. Ego itu melahirkan identitas dan kontinuitas individu. Dipandang dari segi sang pribadi, ego berada dalam kesadaran jiwa.B. Fungsi JiwaFungsi jiwa yang dimaksud oleh Jung adalah suatu bentuk aktivitas kejiwaan yang secara teori tiada berubah dalam lingkungan yang berbeda – beda. Jung membedakan 4 fungsi pokok.1. Fungsi Pikiran, bersifat rasional. Berpikir itu melibatkan ide – ide dan intelek. Tujuan berpikir untuk memahami hakikat dunia dan dirinya sendiri. Berpikir itu mencari kebenaran atau kesalahan sesuatu.2. Fungsi Perasaan, adalah fungsi evaluasi, menilai. Perasaan adalah nilai benda – benda, baik positif maupun negatif bagi subjek. Dengan perasaan maka orang akan memperoleh pengalaman – pengalaman subjektifnya, misalnya kenikmatan, rasa sakit, amarah, ketakutan, kesedihan, kegembiraan dan cinta.3. Fungsi Pendriaan, adalah fungsi perseptual atau fungsi kenyataan. Pendriaan itu menghasilkan fakta – fakta konkret, atau bentuk – bentuk representasi dunia ini, macam benda dengan segala kualitasnya.4. Fungsi Intuisi, adalah persepsi melalui proses – proses tidak sadardan isi dibawah ambang kesadaran. Misalnya orang yang intuitif melampaui fakta – fakta, perasaan – perasaan, dan ide – ide dalam mencari hakikat kenyataan.Dengan dasar – dasar empiris murni, Jung menyimpulkan bahwa, hanya terdapat empat macam fungsi psikologis. Dengan penalaran bahwa keempat fungsi tersebut bersama – sama menghasilkan suatu totalitas.1. Pendriaan menetapkan apa yang senyatanya ada2. Pikiran memungkinkan untuk mengetahui artinya3. Perasaan mengatakan pada kita apa nilainya4. Intuisi menyatakan pada kemungkinan – kemungkinan, seperti dari mana datangnya, dan kemana perginya dalam situasi tertentu.Dengan cara tersebut manusia dapat mempunyai orientasi penuh dalam dunia nyata sebagaimana menetapkan tempat secara geografis berdasarkan garis lintang dan garis bujur. Selanjutnya empat macam fungsi jiwa tersebut dikelompokkan menjadi dua fungsi :1. Fungsi – fungsi rasional, yang dilakukan oleh pikiran dan perasaan karena mereka memakai akal, abstraksi dan generalisasi.2. Fungsi Irrasional, yang dilakukan oleh pendriaan dan intuisi, didasarkan pada persepsi hal – hal yang konkret, khusus dan aksidental.Fungsi jiwaSifatnyaCara bekerjanyaPikiranRasionalDengan penilaian : benar – salahPerasaanRasionalDengan penilaian : senang tak senangPendriaanIrrasionalTanpa penilaian : sadar - indriahIntuisiIrrasionalTanpa penilaian : tak sadar - naluriaha. Fungsi Superrior, pelengkap, dan inferiorPada dasarnya tiap manusia memiliki keempat fungsi itu, akan tetapi biasanya hanya salah satu fungsi saja yang paling berkembang (dominan). Fungsi yang paling berkembang itu merupakan fungsi superior dan menentukan tipe orangnya, jadi ada tipe pemikir, tipe perasa, tipe pendria dan tipe intuitif.Keempat fungsi itu berpasangan; kalau sesuatu fungsi menjadi superior, yaitu menguasai kehidupan alam sadar, maka fungsi pasangannya menjadi fungsi inferior, yaitu ada dalam ketidaksadaran, tapi masih dapat mengungkapkan diri, yakni dalam mimpi – mimpi dan fantasi – fantasi. Fungsi inferior juga dapat menjadi fungsi pelengkap. Sedangkan kedua fungsi yang lain menjadi fungsi bantu sebagian terletak dalam alam sadar dan sebagian lagi terletak dalam alam tudak sadar. Selanjutnya fungsi – fungsi yang berpasang – pasangan itu berhubungan secara kompensatoris, artinya makin berkembang fungsi superior maka makin besarlah kebutuhan fungsi inferior akan kompensasi dan makin besarlah gangguan terhadap keseimbangan jiwa yang dapat menjelma dalm tindakan – tindakan yang tak terkendalikan, makin besar tanggungan dalam jiwa.Karena itu tujuan yang ideal daripada perkembangan kepribadian ialah membawa keempat fungsi pokok itu kedalam sinar kesadaran, sehingga tercapailah manusia bulat, yaitu manusia sempurna. Tetapi sayangnya aktualisasi diri sempurna atau secara penuh itu tidak mungkin tercapai, maka sintesis keempat fungsi tersebut merupakan tujuan ideal yang diperjuangkan oleh kepribadian.b. Interaksi diantara sistem – sistem kepribadianPada dasarnya kepribadian itu dibangun atau terbentuk karena berbagai sistem, sikap dan fungsi jiwa saling berinteraksi. Ada 3 model atau cara berinteraksinya :1. Salah satu sitem dapat mengkompensasikan kelemahan – kelemahan sistem lain.2. Salah satu sistem dapat menentang sistem lainnya3. Dua sistem atau lebih dapat bersatu membentuk sintesis.C. Sikap JiwaYang dimaksud dengan sikap jiwa adalah arah daripada energi psikis umum atau libido yang menjelma dalam bentuk orientasi manusia terhadap dunianya. Jung membagi sikap atau orientasi kepribadian menjadi dua macam, yakni :1. Sikap kepribadian ekstravers, orientasinya kearah dunia luar, ke dunia objektif.2. Sikap kepribadian introvers, mengarahkan sang pribadi kedunia dalam, dunia subjektif.D. Tipologi JungDengan mendasarkanpada dua komponen pokok daripada kesadaran itu sampailah Jung pada empat kali dua atau delapan tipe, empat tipe ekstraver dan empat lagi introver. Dalam membuat pencandraan mengenai tipe – tipe tersebut selalu dikupasnya juga kehidupan alam tak sadar. Kehidupan alam tak sadar itu selalu berlawanan dengan kehidupan alam sadar, jadi orang yang kesadarannya bertipe pemikir maka ketidaksadarannya bertipe perasa , orang yang kesadarannya bertipe ekstraver ketidaksadarannya bertipe introver, begitu selanjutnya.E. PersonaPersona menurut Jung adalah cara individu dengan sadar menampakkan diri keluar (ke dunia sekitarnya). Jung sendiri memberi batasan – batasan persona sebagai “kompleks fungsi – fungsi yang terbentuk atas dasar pertimbangan – pertimbangan penyesuaian atau usaha mencari penyelesaian, tetapi tidak sama dengan individualitas”. Persona itu merupakan kompromi antara individu dan masyarakat, antara struktur batin sendiri dengan tuntutan – tuntutan sekitar mengenai bagaiman orang seharusnya berbuat. Apabila orang dapat menyesuaikan diri dengan dunia luar dan dunia dalam dengan baik, maka persona itu akan merupakan selubung yang elastis, yang dengan lancar dapat digunakan; akan tetapi kalau penyesuaian itu tidak baik, maka persona dapat merupakan topeng yang kaku bekuuntuk menyembunyikan kelemahan – kelemahannya.Tujuan persona ialah :a. Untuk menciptakan kesan tertentu padaorang – orang lain.b. Sering kali, walaupun tidak selalu, persona itu menyembunyikan hakikat sang pribadi yang sebenarnya.Pada dasarnya persona itu berkembang dari sebuah arketipe, yakni berasal dari pengalaman – pengalaman ras. Dan pengalaman – pengalaman ras tersebut terdiri atas interaksi – interaksi sosial, dimana peran sosial merupakan tujuan yang berguna bagi manusia sepanjang masa. Di sini, persona ada kemiripannya dengan konsep super ego dari Freud.2 Struktur KetidaksadaranKetidaksadaran itu ada 2 yaitu ketidaksadaran pribadi dan ketidaksadaran kolektif.a. Ketidaksadaran PribadiKetidaksadaran pribadi berisikan hal – hal yang diperoleh individu selamahidupnya. Kesadaran pribadi ini terdiri atas :●. Pengalaman – pengalaman yang pernah sadar tetapi kemudian direpresikan, disupresikan, dilupakan atau diabaikan.● Pengalaman – pengalaman yang terlalu lemah untuk membentuk kesan sadar pada sang pribadi. Isi ketidaksadaran pribadi sama seperti isi bahan prasadar pada teori Freud, yakni lapisan jiwa prasadar. Isi tersebut dapat sadar dan berlangsung banyak hubungan dua arah antaraego dan ketidaksadaran pribadi.● Kompleks – kompleks merupakan kelompok yang terorganisir atau konstelasi perasaan – perasaan, pikiran – pikiran, persepsi – persepsi, dan ingatan – ingatan yang terdapat dalam ketidaksadaran pribadi. Kompleks ini mempunyai inti yang berfungsi seperti magnet dapat menarik atau mengonstelasikan berbagai pengalaman kearah kompleks studi.b. Ketidaksadaran KolektifKetidaksadaran kolektif disebut juga transpersonal, merupakan salah satu diantara segi – segi teori psikoanalitik Jung, yang paling original dan kontroversial. Ketidaksadaran kolektif mengandung isi – isi yang diperoleh selama pertumbuhan jiwa seluruhnya, yaitu pertumbuhan jiwa seluruh jenis manusia, melalui generasi yang terdahulu. Jung sendiri merumuskan ketidaksadaran kolektif itu sebagai suatu warisan kejiwaan yang besar daripada perkembangan kemanusiaan, yang terlahir kembali dalam struktur tiap – tiap individu, dan membandingkannya dengan apa yang disebut oleh Levy Bruhl tanggapan mistik kolektif orang – orang primitif.Ketidaksadaran adalah tidak disadari, pengetahuan mengenai ketidaksadaran itu diperoleh secara tidak langsung, yaitu melalui manifestasi daripada isi – isi ketidaksadaran itu. Manifestasi ketidaksadaran itu dapat berbentuk symptom dan kompleks, mimpi, archetypus.1. Symptom dan KompleksSymptom dan kompleks merupakan gejala – gejala yang masih dapat disadari. Symptom adalah “gejala dorongan” daripada jalannya energi dan normal, yang dapat berbentuk symptom kejasmanian maupun kejiwaan. Symptom adalah tanda bahaya, yang memberitahu bahwa ada sesuatu dalam kesadaran yang kurang, dan karenanya perluperluasan ke alam tak sadar.Kompleks – kompleks adalah bagian kejiwaan kepribadian yang telah terpecah dan lepas dari kontrol kesadaran dan kemudian mempunyai kehidupan sendiri dalam kegelapan alam ketidaksadaran, yang selalu dapat menghambat atau memajukan prestasi – prestasi kesadaran.2. Mimpi, fantasi, khayalanMimpi sering timbul dari kompleks dan merupakan “pesan rahasia dari sang malam”. Mimpi mempunyai hukum sendiri dan bahasa sendiri: dalam mimpi soal – soal sebab akibat, ruang dan waktu tidak berlaku; bahasanya bersifat lambang dan karenanya untuk memahaminya perlu ditafsirkan. Kalau bagi Freud dan Adler mimpi itu dianggap sebagai hasil yang patologis, yaitu penjelmaan angan – angan atau keinginan – keinginan yang tak dapat direalisasikan, maka bagi Jung mimpi itu mempunyai fungsi konstruktif, yaitu mengkompensasikan keberatsebelahan dari konflik. Mimpi tidak hanya merupakan manifestasi hal yang patologis, seperti kata Freud dan Adler, tetapi sering merupakan manifestasi daripada ketidaksadaran kolektif, dan juga mempunyai arti profetis.Disamping mimpi, Jung juga mengemukakan pula fantasi dan khayalan sebagai bentuk manifestasi ketidaksadaran. Kedua hal yang terakhir ini bersangkutan dengan mimpi, dan timbul pada waktu taraf kesadaran merendah; variasinya boleh dikatakan tak terhingga, dari mimpi siang hari serta impian tentang keinginan – keinginan sampai pada khayalan khusus orang – orang yang dalam keadaan ektase.3. ArchetypusArchetypus istilah yang diambil Jung dari Agustinus merupakan bentuk pendapat instinktif terhadap situasi tertentu, yang terjadi di luar kesadaran.Archetypus – archetypus itu dibawa sejak lahir dan tumbuh pada ketidaksadaran kolektif selama perkembangan manusia, jadi tak tergantung kepada manusia perseorangan. Archetypus merupakan pusat serta medan tenaga daripada ketidaksadaran yang mengubah sikap kehidupan sadar manusia.c. Bentuk khusus isi ketidaksadaran1. Bayang – bayangDi dalam kepribadian terdapat pula bayang – bayang, yaitu segi lain ataubagian gelap daripada kepribadian, kekurangan yang tak disadari. Bayang – bayang ini terbentuk dari fungsi inferior serta sikap jiwa yang inferior, yang karena pertimbangan – pertimbangan moral dimasukkan ketidaksadaran, karena tidak serasi dengan kehidupan alam sadar.Bayang – bayang terdiri dari insting binatang yang diwarisi oleh manusia dalam evolusinya dari bentuk – bentuk kehidupan yang lebih rendah. Peran dan fungsi bayang – bayang antara lain :1. Oleh karena bayang – bayang mencerminkan sisi binatang pada kodrat manusia, maka sebagai arketipe, bayang – bayang melehirkan konsepsi pada manusia tentang dosa asal, dan jika bayang – bayang diproyeksikan keluar maka ia menjadi iblis atau musuh.2. Mengakibatkan munculnya pikiran – pikiran, perasaan – perasaan, dan tindakan – tindakan yang tak menyenangkan. Semua yang tidak baik itu dapatdisembunyikan oleh persona dari pandangan umum, atau direpresikan dalam ketidaksadaran pribadi.3. Sisi bayang – bayang dari kepribadian yang berasal dari suatu arketipe mengimbasi aspek – aspek privat dari ego maupun sebagian besar isi ketidaksadaran.4. Bayang – bayang dengan insting hewaninya yang bersifat vital dan berkobar – kobar memberi kualitas penuh atau tiga dimensi pada kepribadian, dan membantu membulatkan sang pribadi seutuhnya. Konsep ini mirip dengan konsepsi das Es dari Freud.2. Proyeksi : ImagoProyeksi disisni diartikan “ dengan secara tidak sadar menempatkan isi – isi batin sendiri pada objek – objek diluar dirinya. Bayang - bayang itu adalah sifat – sifat atau kualitas – kualitas ketidaksadaran sendiri yang dihadapi sebagai sifat – sifat atau kualitas – kualitas orang lain. Peristiwa ini terjadi secara mekanis, tidak disadari. Jung menamakan isi kejiwaan yang diproyeksikan kepada orang lain itu imago.3. Anima dan AnimusTiap – tiap manusia itu bersifat bi – sexual , jadi tiap – tiap manusia mempunyai sifat – sifat yang terdapat pada jenis kelamin lawannya.; orang laki – laki ketidaksadrannya adalah betina (anima) dan orang perempuan ketidaksadarannya adalah jantan (animus). Walaupun animus dan anima dapat diwariskan melalui kromosom – kromosom, ia juga merupakan produk pengalamn – pengalaman ras pria dan wanita sepanjang sejarah manusia.Selanjutnya arketipe – arketipe tersebut tidak hanya menyebabkan masing – masing jenis menunjukkan ciri – ciri lawan jenisnya, tetapi juga berperan sebagai berikut :1. Gambaran – gambaran kolektif yang menggambarkan masing – masing jenis untuk tertarik kepada dan memahami anggota jenis lawannya.2. Bahwa pria memahami kodrat wanita berdasarkan animanya; dan wanita memahami kodrat pria berdasarkan animusnya.b. DINAMIKA KEPRIBADIANJung berpendapat bahwa struktur psyche tidak statis, melainkan dinamis dalam gerak yang terus menerus. Dinamika ini disebabkan oleh energi psikis yang oleh Jung disebut libido. Libido itu tidak lain dari intensitas kejadian psikis, yang hanya dapat diketahui lewat peristiwa – peristiwa psikis itu.1. Hukum - hukum atau Prinsip – prinsip psychea. Hukum pasangan berlawananHukum pasangan berlawanan : tiada suatu sistem yang mengatur diri sendiri tanpa kebalikan. Sebenarnya Herakleitos telah menemukan hukum psikologis yang sangat penting itu, yang dinamakannya enantiodromia; enantiodromia diartikan bahwa segala sesuatu itu pada suatu kali akan berubah menjadi kebalikan atau lawannya. Tetapi ini tidak berarti meniadakan yang lama dan mengganti dengan yang lawannya sebagai yang baru, melainkan mempertahankan nilai yang lama dengan mengenal lawan – lawannya atau kebalikannya.b. Prinsip EkuivalensPrinsip – prinsip ekuivalens itu analog (sama) dengan hukum penyimpangan energi dalam thermodinamika, yang mula – mula dirumuskan oleh Helmholtz, yaitu mengatakan bahwa jumlah energi itu selalu tetap hanya distribusinya yang berubah – ubah. Prinsip ekuivales menyatakan bahwa apabila sesuatu nilai menurun atau hilang, maka jumlah energi yang di didukung oleh nilai itu tidak hilang dari psyche melainkan akan muncul kembali dalam nilai baru. Jadi dalam seluruh sistem kejiwaan itu banyaknya energi tetap hanya distribusinya yang berubah – ubah. Karena itu hal – hal yang berpasangan – berlawanan itu berhubungan secara komplementer atau kompensatoris, artinya pengurangan energi pada suatu aspek berarti pertambahan pada aspek pasangan lawannya.c. Prinsip Entropi : Psychological HomeostatisHukum homeostatis mengatakan bahwa apabila dua benda yang berlainan panasnya bersentuhan, maka panas akan mengalir dari yang lebih panas kepada yang lebih dingin. Bekerjanya prinsip entropi ini menghasilkan keseimbangan kekuatan. Benda yang dipanaskan berkurang energinya dan mengalir kepada yang lebih dingin sampai kedua benda itu sama panasnya. Prinsip ini diambil oleh Jung untuk menggambarkan dinamika psyche, yaitu distribusi energi di dalam psyche itu selalu menuju keseimbangan.Prinsip Entropi inilah yang menimbulkan hubungan kompensatoris antara pasangan – pasangan yang berlawanan seperti telah disebut dimuka. Aspek yang lemah akan berusaha memperbaiki statusnya dengan menggunakan aspek yang kuat (pasangan lawannya) dan ini menimbulkan teganggan dalam kepribadian atau psyche.2. Arah dan Intensitas Energia. Arah Energi: Progresi dan RegresiGerak energi itu mempunyai arah dan gerakannya itu dapat dibedakan antara gerak progresif dan gerak agresif. Gerak progresif adalah gerak ke kesadaran dan berbentuk proses penyesuaian yang terus – menerus terhadap tuntutan – tuntutan kehidupan sadar. Gerak regresif terjadi apabila dengan gagalnya penyesuaian secara sadar dan karenanya terbangunkan ketidaksadaran. Hal ini dapat berakibat individu kembali kepada fase perkembangan yang telah dilewatinya, atau menderita neurosis, atau bila terjadi pembalikan total dimana ketidaksadaran masuk ke kesadaran maka orang yang bersangkutan akan menderita psikosis.Apabila progresi terjadi atas dasar keharusan penyesuaian terhadap dunia luar, maka regresi itu terjadi atas keharusan penyesuaian kedalam, jadi penyesuaian dengan batin sendiri.b. Intensitas Energi : GambaranBentuk khusus manifestasinya energi itu di dalam jiwa adalah gambaran. Gambaran itu adalah hasil fantasi mencipta yang menonjolkan bahan – bahan dari ketidaksadaran menjadi gambaran seperti yang terdapat pada mimpi. Dalam mimpi itu gambaran merupakan lambang – lambang yang isinya atau maknanya tergantung kepada banyak sedikitnya energi, jadi dapat disamakan dengan Werteintensitat energi. Adapun werteintensitat itu tergantung pada konstelasi dimana gambaran itu muncul, yaitu nilai gambaran itu dalam keseluruhan konteks proses psikis itu; gambaran yang sama pada konteks yang satu merupakan pemegang peran utama, dapat pada konteks lain hanya memegang peran tidak penting.3. Interaksi antara Aspek – aspek psyche atau kepribadianKeempat fungsi jiwa yang pokok dan kedua sikap jiwa serta berbagai sistem yang membentuk keseluruhan kepribadian berinteraksi satu sama lain dalam 3 macam cara yaitu:(a) Sesuatu aspek atau sistem mengkompensasikan kelemahannya terhadap yang lain.(b) Sesuatu aspek atau sitem menentang aspek atau sistem yang lain.(c) Satu atau dua sistem mungkin bersatu untuk membentuk sintesisKompensasi dapat terjadi pada pasangan – pasangan yang berlawanan, dan dengan mudah dapat ditunjukkan dalam hal fungsi jiwa dan sikap jiwa.Pertentangan atau perlawanan terjadi antara berbagai aspek dalam kepribadian, antara pikiran – perasaan, intuisi dan pendriaan, antara aku dan bayang – bayang, antara pesona dan anima atau animus. Pasangan – pasangan itu selalu saling berlawanan, berhubungan secara komplementer dan kompensatoris, dan hal ini menyebabkan psyche atau kepribadian itu selalu bersifat dinamis.c. PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN1. Jung menjangkau ke belakang dan kedepanJung berpendapat hukum kausalitas dan teleologi kedua – duanya sangat penting dalam psikologi. Seorang psikologi dalam memahami kehidupan psikis harus bermuka rangkap, muka yang satunya memandang masa lampau manusia, sedang muka yang satu lagi memandang masa depannya.2. Jalan Perkembangan : Progresi dan RegresiDi dalam proses perkembangan terdapat gerak maju (progresi) dan gerak mundur (regresi). Progresi oleh Jung adalah bahwa aku sadar dapat menyesuaikan diri secara memuaskan baik terhadap tuntutan – tuntutan dunia luar maupun kebutuhan – kebutuhan ketidaksadaran. Dalam Progresi normal kekuatan – kekuatan penghalang dipersatukan secara selaras dan koordinatif oleh proses – proses kejiwaan.Apabila gerak maju ini terganggu oleh satu atau lain rintangan, dan karenanya libido tercegah untuk digunakan secara maju atau dalam orientasi ekstraves, maka libido lalu membuat regresi, kembali ke fase yang dilewati atau masuk ke ketidaksadaran, jadi dipergunakan dalam oientasi introvers.3. Pemindahan energi PsikisEnergi psikis itu dapat dipindahkan, artinya dapat ditaransfer dari satu aspek atau sistem ke lain aspek atau sistem, dan transfer ini berlangsung atas dasar prinsip – prinsippokok dinamika yaitu ekuivalens dan entropi. Transfer yang progresif disebut sublimasi, yaitu transfer dari proses – proses yang lebih primitf, instinktif dan rendah diferensiasinya keproses – proses yang lebih bersiafat kultural, spiritual dan tinggi differensiasinya.4. Jalan Kesempurnaan : Proses IndividuasiBahwa kepribadian mempunyai kecenderungan untuk berkembang ke arah suatu kebulatan yang stabil, adalah hal yang sentral dalam psikologi Jung terlebih – lebih dalam psikoterapinya. Perkembangan adalah semacam pembeberan kebulatan asli yang semula tak punya diferensiasi dan tujuan; pembeberan ini adalah realisasi atau penemuan diri.Supaya tujuan itu dapat tercapai maka semua aspek kepribadian harus mengalami diferensiasi dan berkembang sepenuhnya. Krena apabila ada salah satu aspek yang diabaikan , maka aspek kepribadian yang diabaikan itu akan menjadi perintang, yang akan brusaha merampas energi dari sistem yang lebih berkembang atau lebih tinggi diferensiasinya.Apabila rintangan – rintangan itu terlalu banyak maka orangnya dapat menderita neurosis. Untuk mencapai kepribadian yang integral seta sehat maka tiap sistem atau aspek kepribadian harus mencapai taraf diferensiasi dan perkembangan yang sepenuhnya. Prose ini dapat pula disebut proses pembentukan diri atau penemuam diri yang disebut Jung proses individuasi.Proses individuasi itu ditandai oleh bermacam – macam perjuangan batin dan melalui bermacam – macam fase yaitu:a. Fase PertamaMembuat sadar fungsi – fungsi pokok serta sikap jiwa yang ada dalam ketidaksadaran. Denagn cara ini tegangan dalam batin berkuran dan kemampuan untuk mengadakn orientasi serta penyesuaian diri meningkat.b. Fase KeduaMembuat sadar imago – imago. Dengan menyadari ini orang akan mampu melihat kelemahan – kelemahannya sendiri yang diproyeksikanc. Fase KetigaMenginsyafi bahwa manusia hidup dalam tegangan pasangan – pasangan yang berlawanan, baik rohaniah maupun jasmaniah, dan bahwa manusia harus tabah menghadapi hal – hal ini serta dapat mengatasinya.d. Fase Keempat/TerakhirAdanya hubngan yang selaras antara kesadaran dan ketidaksadran. Jadi antara segala aspek daripada kepribadian yang ditimbulkan oleh titik konsentrasi umum, yaitu : Diri. Diri menjadi titik pusat kepribadian dan menerangi, menghubungkan serta mengkoordinasikan seluruh aspek kepribadian. Inilah manusia Integral atau manusia sempurna.C. IMPLIKASIJung memasukkan unsur budaya dalam aliran psikoanalisa sehingga teorinya juga menjangkau bidang luas seperti sejarah, seni dan lain – lain. Berdasarkan teori Jung, para ahli tes psikologis seperti Eysenck dan Cattell menyusun tes kepribadian setelah menguji validitas teori Jung secara statistik.D. KRITIKANJung percaya bahwa ada pola-pola tertentu mental dasar, atau "arketipe" saat ia menyebut mereka – pola. informasi yang ada dalam semua pikiran manusia dan yang merupakan bagian dari warisan umat manusia. Dia berpikir bahwa kontak dari pikiran sadar dengan pola-pola ini, atau intrusi ke dalam pola kesadaran kita, memunculkan mitologi dan agama-agama dunia.Sekarang, beberapa skeptis menyatakan bahwa arketipe Jung tidak bisa benar-benar diwariskan - bahwa mereka tidak bisa menjadi bagian dari warisan genetik kita, tetapi sebaliknya akan harus ditransmisikan dari budaya ke budaya. skeptis berpendapat bahwa Anda dapat menjelaskan semua kebetulan dari mitologi dan agama-agama dunia hanya dengan mengasumsikan bahwa ide-ide mistis dan religius ditularkan dari budaya ke budaya, bukan dengan asumsi bahwa ada pola dasar dalam otak yang menimbulkan mereka. Dan skeptis mengklaim bahwa karena Anda dapat menjelaskan kebetulan dalam mitologi dan agama di seluruh dunia dengan budaya transmisi, teori Jung adalah salah. Jadi bagaimana jika ide-ide pola dasar menyebar melalui umat manusia dengan cara kultural, bukan dengan cara genetik? Sebagian besar dari psikoanalisis Jung masih bisa benar! Ada dua cara yang organisme hidup dapat mengirimkan informasi satu sama lain. Salah satunya adalah dengan transmisi genetik. Cara lain adalah dengan komunikasi dari satu jenis atau yang lain. Sekarang, menganggap bahwa orang di seluruh dunia saat ini cenderung percaya, atau berpikir dan bermimpi dalam hal, simbol mitologi atau spiritual tertentu dan cerita - tetapi karena transmisi budaya mitos dan simbol-simbol di seluruh dunia, bukan warisan genetik. Dan itu masih bagian dari warisan kita bersama.Jung memikirkan arketipe sebagai warisan genetik. Namun, teorinya bisa hampir benar. Perdebatan tentang apakah arketipe ditransmisikangenetik atau ditransfer budaya itu tidak penting bagi perdebatan tentang apakah teori Jung adalah pada dasarnya tepat. Analisis Jung akan bekerja apakah atau tidak ada komponen genetik untuk transmisi arketipe.Juga, ada cara bahwa arketipe bisa genetik ditularkan bahkan jika semua ide dari mitologi dan agama secara kultural ditransmisikan. Misalkan bahwa ide-ide agama dan mitologi secara kultural ditransmisikan. Kemudian kita bisa bertanya: mengapa apakah ide-ide tersebut memegang dalam diri kita, ketika ide lain pergi sekitar yang tidak memegang dalam diri kita? Mungkin ada beberapa predisposisi genetik yang memungkinkan kita percaya mitos tertentu, atau set mitos, lebih mudah daripada lain. (Itu tidak benar-benar ide baru.) Mungkinkah mereka kecenderungan menjadi arketipe nyata? JungTeori nikmat "ya" jawaban untuk pertanyaan ini. Dalam psikologi Jung, makhluk mitos sendiri(Seperti dewa matahari, misalnya) bukan arketipe. Sebaliknya, mereka adalah hasil dari kontak dari pikiran sadar dengan arketipe. Arketipe adalah sesuatu dalam diri kita yang kita condong untuk menciptakan gambar mitis tertentu, percaya mitos tertentu, mimpi mimpi tertentu, dan kadang-kadang bahkan mengalami tertentu mitis entitas dengan cara visioner. Arketipe bukanlah entitas mitologis, tetapi lebih seperti faktor predisposisi yang menimbulkan keyakinan mitologis entitas. Mengingat ini pandangan arketipe, mengapa tidak mengidentifikasi arketipe dengan genetik, kecenderungan biologis yang cenderung kita untuk percaya hanya mitos-mitos budaya menular yang tidak memegang, bukan mitos lainnya? Dalam hal ini, transmisi genetik dari arketipe menjadi jauh lebih masuk akal, dan bisa berlangsung bahkan jika mitos sendiri menyebar hanya dengan cara budaya.Saya ingin membuat titik lebih lanjut tentang psikologi Jung.Beberapa skeptis mengejek Jung karena ia tampaknya percaya pada segala macam dewa dan setan. Ini konyol.Jung tidak percaya bahwa makhluk-makhluk yang benar-benar nyata! Ini sangat jelas dari tulisan Jung yang ia menganalisis konsep Tuhan dan berbagai konsep dari mitologi dalam hal fungsipikiran manusia - khususnya, pikiran bawah sadar. Konsep Jung Allah dan para dewa itu psikologis. Saya tidak berpikir ada sesuatu dalam konsep yang membutuhkan kepercayaan supranatural. Saya tidak berpikir Jung bahkan percaya pada supranatural.Dalam kaitan dengan kepercayaan dalam supranatural: Memang benar bahwa Jung tertarik dalam apa yang disebut paranormalfenomena. Jung, bersama dengan fisikawan Wolfgang Pauli mencatat, mengembangkan konsep "Sinkronisitas," yang dimaksudkan untuk menafsirkan atau menjelaskan kebetulan tertentu yang kadang-kadang orang label sebagai "paranormal." Namun, tidak ada alasan untuk berpikir bahwa sinkronisitas, jika ada, akansupranatural. Sinkronisitas adalah apa yang kita sebut hari ini penjelasan naturalistik yang disebut paranormal fenomena. Hal itu dimaksudkan untuk membawa peristiwa yang tampaknya paranormal ke dalam kerangka alam. Tidak peduli apa yang Anda pikirkan tentang gagasan sinkronisitas, ide yang TIDAK bukti bahwa Jung percaya pada supranatural. Justru sebaliknya - itu menunjukkan bahwa ia sedang mencari halalpenjelasan dari fenomena aneh. Hal ini benar apakah hipotesis sinkronisitas yang benar atau mati salah - dan apakah atau tidak fenomena Jung mencoba untuk menjelaskan memiliki penjelasan lain. Ini juga benar bahwa Jung memiliki beberapa pengalaman aneh, termasuk salah satu yang keras ledakan-seperti kebisingan berlangsung di rak buku. Saya telah menunjukkan di tempat lain bahwa Jung tidak menganggap pengalaman inisupranatural [1].Sekarang, dengan pertanyaan apakah Jung benar-benar percaya pada Tuhan, atau apakah ia hanya percaya bahwa kita memiliki ide bersama Allah. Dari tulisan-tulisan Jung dan pernyataan kita dapat menyimpulkan bahwa Jung berpikir Tuhan teisme? Jika Anda membaca tulisan-tulisannya bahkan sedikit, itu jelas bahwa Allah supranatural teisme TIDAKadalah nyata. Tapi Tuhan macam apa yang ada dalam pikiran Jung? Apakah dia benar-benar percaya pada Tuhan yang supernatural apa yang ada dalam pikiran. Jung berarti bahwa gagasan tentang Tuhan memiliki suatu realitas psikologis - bahwa ide-ide tertentu, tertanam dalam pikiran manusia, memiliki eksistensi tujuan mereka sendiri, tetapi dalam intramental cara bukannya dengan cara, eksternal fisik. Tidak ada yang inheren supranatural tentang hal inikonsep. Jung berusaha untuk menjadi ilmiah dalam pendekatannya terhadap psikologi. Tentu saja, ada yang sedang berlangsungPerdebatan tentang apakah teori psikoanalitik pernah adalah ilmiah. Tapi selain dari perdebatan itu, kita bisa aman mengatakan bahwa Jung berusaha untuk menjadi ilmiah. Dia tidak melompat ke kesimpulan supranatural dari data ilmiah ia menemukan. Namun demikian, ia berpikir bahwa Allah memiliki suatu realitas psikologis yang pergi melampaui fantasi belaka. Dia berpikir dengan cara ini karena ia berpikir bahwa isi mental dapat bersikap objektif dalam beberapa kasus. Itu tidak berarti secara eksternal, secara fisik nyata, melainkan hanya berarti tujuan - bagian dari kami umum dunia dalam beberapa cara, bukan produk hanya fantasi pribadi. Dengan kata lain, ada psikologis ide atau pola yang memiliki objektivitas mereka sendiri berdasarkan keberadaan mereka di pikiran manusia banyak. Jung berpikir ada hal-hal dalam imajinasi kita bahwa kita tidak menempatkan pribadi ada - gambar yang kita temukan melalui imajinasi, tetapi bahwa kita tidak menemukan untuk diri kita sendiri. Ini adalah klaim psikologis, dan mungkin itu menunjukkan klaim filosofis - tetapi tidak klaim supernatural.Ini tidak memerlukan keberadaan supranatural apapun.Secara filosofis, teori psikoanalisis Jung tampaknya melibatkan sebuah ontologi yang merupakan perpanjangan ontologi dunia luar. Ada tentu supranatural tentang itu tidak ada.Anda dapat menafsirkan ontologi Jung bukan hanya dengan mengidentifikasi obyektif psikologis nyata entitas dengan entitas abstrak. (Saya telah menulis banyak tentang benda abstrak tempat lain, jadi saya tidak akan mengatakan lebih tentang mereka di sini.) Jika kita mengambil Allah untuk menjadi entitas yang abstrak, dan diasumsikan bahwa kita memiliki intuisi itu entitas karena beberapa pola dasar atau kecenderungan (archetype) dalam otak kita, saya pikir yang akan datang sangat dekat dengan apa yang Jung berpikir tentang Tuhan. Ini cukup jelas dari tulisan-tulisannya bahwa Jung berpikir Tuhan itu nyata, tetapi tidak eksternal nyata. Allah bukanlah "hal," alami atau supernatural. Tuhan itu nyata, tetapibagian dari dunia internal dari pikiran, bukan dari dunia luar obyek-obyek material.Singkatnya, di sini adalah kesimpulan tentang Jung bahwa saya sedang mencoba untuk menyatakan dalam pembicaraan ini.Pertama, gagasan transmisi genetik dari arketipe tidak penting untuk Jung psikoanalitikteori. Sebagian besar teori dapat berdiri tanpa ide ini. Dan bahkan jika mitos dan simbolbudaya ditransmisikan, arketipe (yang tidak identik dengan mitos dan simbol) masih mungkin ditransmisikan secara genetik.Kedua, saya tidak berpikir Jung percaya pada supranatural. Saya pikir skeptis konyol untuk menuduhnya itu. Terlebih lagi, teori Jung bisa benar atau tidak ada sesuatu yang supranatural.Dan ketiga, Jung memiliki tanah lebih kuat untuk kepercayaan dalam versi psikologisnya Allah daripada kita biasanya menyadari. Jika Tuhan adalah entitas yang abstrak berintuisi oleh pikiran, maka pengetahuan kita tentang Allah bisa menjadi sekokoh intuisi kami yang lain abstrak, seperti pengetahuan kita tentang warna atau bahkan mungkin kamiintuisi matematika.Poin utama saya dalam pembicaraan ini adalah bahwa kita tidak perlu percaya pada supranatural apapun untuk percaya Jung teori psikologi, dan bahwa komitmen eksistensial teori Jung ini jauh lebih ringan dan lebihkonservatif daripada kita biasanya sadari.Referensi[1] Mark F. Sharlow, "Anti-Dawkins Paper No 7: Dawkins memberitahukan Beberapa Ide Menentang dan Pemikir",http://www.eskimo.com/msharlow/cgi-bin/blosxom.cgi/2009/06/25 # anti_dawkins_paper_no_7 [8/3/2010 diakses]
1. Siapakah Carl Gustav Jung ?
2. Bagaimana perbedaan pandangan Freud dengan Jung tentang kepribadian manusia ?
3. Apakah yang dimaksud "Ketidaksadaran Kolektif" ?
4. Jelaskan pengertian Persona !
Teori Psikoanalisis Lacan The Real, The Imaginary, The Symbolic
- Yang Real (The Real)Yang Real adalah dunia sebelum ditangkap oleh bahasa atau arena yang belum terbahasakan; wilayah gelap yang tidak diketahui oleh manusia. Kondisi ini adalah semacam kondisi alami (the state of nature) nya Thomas Hobbes. Lacan menggambarkannya sebagai “saat kepenuhan” atau “keutuhan” (wholeness, unity) yang hilang ketika kita masuk ke dalam wilayah bahasa (Symbolic Order). Tetapi yang Real tetap berpengaruh, karena tidak dapat ditembus oleh fantasi dan struktur linguistik. Yang Real ini terjadi pada masa seorang anak berusia 0-6 bulan. Sang anak belum mampu membedakan dirinya dari orang tua dunia sekitarnya, yakni belum menyadari batas-batasannya.Yang Real adalah suatu wilayah psikis yang belum ada keterpisahan, tidak ada bahasa, tidak ada kehilangan. Yang ada hanyalah pemenuhan utuh dan kesatuan sempurna. Wilayah yang Real pada mulanya dinikmati oleh subjek sebagai sesuatu kondisi yang tidak berkekurangan (pengalaman atau kondisi sebelum subjek terpisah dari kenikmatan tubuh dan rahim sang ibu). Karenanya, tidak ada bahasa di dalamnya, tidak ada kehilangan dan belum ada keterpisahan; sehingga yang Real tidak dapat dimediasi oleh bahasa. Kemudian, yang Real adalah sesuatu kehilangan yang tidak dapat diraih kembali, ketika subjek masuk ke dalam wilayah bahasa (Symbolic Disorder).Dengan demikian jelaslah bahwa subjek selalu berada di wilayah perbatasan antara yang Simbolis dan yang Real. Melalui yang Simbolis, subjek berusaha memahami, meraih, dan mengungkapkan yang Real dan masuk kembali ke dalam kondisi “kesatuan”, tetapi selalu terlempar kembali. Nah, gap antara yang Real dan yang Simbolis ini menghasilkan trauma. Dan subjek hidup dengan menyandang trauma ini.Yang Imajiner (The Imaginary)Yang Imajiner ditandai dengan proses yang disebut dengan “tahap cermin” (mirror stage). Tahap ini terjadi saat yang berusia 6-18 bulan. Menurut Lacan, manusia dilahirkan secara premature, artinya mereka tidak dapat secara langsung mengkoordinasikan gerakan dan organ-organ tubuhnya hingga usia tertentu.Tahap cermin mencakup dinamisme libidal disebabkan oleh identifikasi si anak dengan “Aku ideal” atau “ego ideal:. Tahap ini adalah tahap pengenalan awal dirinya sebagai aku, sebelum kemudian masuk ke dalam wilayah bahasa.Masa ini merupakan masa peralihan dari tubuh terfragmentasi pada gambaran totalitas. Pengenalan diri dalam cermin menghasilkan perasaan kesatuan- diri yang narsistik ketika si anak melihat gambar dirinya terpantul di dalam cermin, ia akan membuat identifikasi imajiner dengan gambar tersebut. Si anak kemudian gembira dan kagum melihat dirinya di dalam cermin. Ini adalah sebuah penemuan kedirian. Namun, apa yang terpantul dalam cermin mengalami distorsi, artinya si anak masih tergantung tergantung dengan yang lain untuk keamanan fisik dan kesejahteraannya. Tubuhnya masih mengalami fragmentasi dan tidak terkoordinasi. Taha ini harus di transendensikan dengan individuasi berikutnya, tetapi tahap imajiner ini berlangsung terus dengan perangkap serta distorsinya dan terulang kembali dengan orang lain. Karena itu, analisis Lacan memberikan pengaruh besar pada analisis budaya kontemporer, iklan, televisi, ikonografi pop dan media komodifikasi politik. Semuanya memainkan peran kunci dalam pembentukan identitas, gender dan aspirasi, dimana masyarakat mereproduksi dalam tatanan imajiner.Pada tahap cermin subjek beralih dari “kebutuhan primer” (need) ke “tuntunan” (demand). Yang imajiner itu bersifat narsistik. Kebutuhan dapat dipenuhi, namun tuntutan tidak dapat terpuaskan – karena kitadibawa ke arah suatu “kekurangan” (lack). Ketika sang anak tahu tubuhnya terpisah dari ibunya dan dunia, maka ia mulai cemas, karena merasa ada suatu yang hilang. Tuntutan anak adalah menjadikan yang lain bagian dirinya, sehingga sang anak tidak lagi berada dalam “kondsisi alami”. Tuntutan yang tidak terpenuhi menimbulkan ingatan akan “kehilangan” dan “kekurangan”. Keinginan (desire) berada dalam wilayah yang simbolik, sementara “tuntutan” (demand) hanya terbatas pada hubungan anatara diri dan objek.Jadi, Ego mengalami keretakan, yakni: dirinya imaji tentang dirinya. Keretakan ini tinggal selamanya dan manusia berusaha menyatukan dirinya yang retak ini. Karenanya, ego selalu mempertanyakan serta mendambakan kesatuan yang utuh.Yang Simbolis (The Symbolic)Tantangan simbolik merupakan realitas yang telah diungkapkan melalui bahasa. Ia merupakan kerangka impersonal yang berlaku dalam masyarakat, sebuah arena dimana setiap orang mengambil tempat di dalamnya. Tahap ini terjadi pada seorang anak yang berusia 18 bulan – 4 tahun. Tatanan simbolik merupakan ranah makna social, logika dan diferensiasi yang di terima – di dalam dan melalui itu si anak mulai menampilkan keinginan dan karenanya membentuk sebuah subjek manusiawi.Jika yang the Real terkait dengan “kebutuhan” (need) dan yang imajiner terkait dengan tuntutan (demand), maka yang simbolik terkait dengan keinginan (desire). Ketika kita masuk ke dalam wilayah bahasa, maka keinginan kita terkait dengan permainan bahasa (language game). Tatanan simbloik tidak bisa membatasi gerak keinginan manusia, karena manusia ingin mengatasi bahasa, misalnya cinta. Cinta dalam komunitas manusiawi hanya terbatas pada system simbolik antar manusia, namun manusia ingin melampauinya.Bagi Freud keinginan melekat pada kehidupan psikis dan Nampak dalam mimpi dan berbagai ‘simptom’ (symptom). Libido juga mengandung makna keinginan.Bagi Kojave, manusia pada dasarnya adalah keinginan (akan pengakuan). Keinginan menunjukan suatu kekurangan akan satu hal atau yang lain. Keinginan adalah ‘kehadiran dari ketidak hadiran’ (presence of absence).Bagi Lacan, keinginan bukan merupakan ‘keinginan’ internal individu, tetapi pengalaman yang disituasikan dalam konteks kelainan (otherness). Walaupun keinginan adalah keinginan akan yang lain, tetapi keinginan tidak pernah mencapai objek keinginan. Namun kita tidak dapat melepaskan keinginan kita, karena tanpa keinginan kita tidak dapat menjadi subjek. Keinginan diatur oleh sebuah system linguistik atau tatanan simbolik. Dalam arti tertentu, keinginan bukanlah berasal dari diri kita, tetapi tercipta melalui fantasi (S. Zizek). Keinginan terletak dalam “kekurangan” (lack), karena fantasi tidak pernah bersesuaian dengan segala sesuatu dalam Real.Apa yang di sebut Lacan sebagai “kenikmatan” (Jouissance), menyangkut baik yang menyakitkan maupun menyenangkan Jouissance mengatasi tatanan kata, keinginan fallik maskulin dan mengatasi kepuasan; jouissance terkait dengan feminitas. Jouissance sebagian mengganti kenikmatan yang hilang karena kastarsi. Tampaknya Jouissance menyentuh wilayah yang Real, mengatasi yang Imajiner dan yang Simbolik.Setiap orang – secara terberi – sudah “dikutuk” untuk masuk ke dalam ‘yang simbolik’ sebagai penjara bagi subjek.Yang Simbolis merepresentasikan diri dalam the Other dan the Big Other. Lacan menafsirkan kembali kompleks Oedipus Freud dengan menyatakan bahwa pemisahan pasangan imajiner anak/ ibu terjadi karena simbolisasi. Artinya kesatuan imajier si anak dengan ibunya terkoyak oleh pengaruh proses budaya dan social yang lebih luas. Hal ini terjadi karena masuknya sang ayah ke dalam dunia psikis si anak. Sang ayah mengacaukan hubungan libidal antara ibu dan anak, meretakan kesatuan imajiner yang nikmat dan mengarahkan si anak pada jaringan budaya yang lebih luas dan memaksakan tabu inses.Inovasi Lacan terletak pada tekanan atas hubungan simbolik yang mengatur kehidupan sosial. Name-of-the-father atau Law-of-the-Father (Nom du pere) adalah kawasan linguistik sebagai kunci revisi komplek Oedipus. Menurut Lacan, sang ayah mengganggu hubungan ibu- anak dalam kapasitas simboliknya, sebagai wakil jejaring sosial budaya yang lebih luas dan tabu social tentang inses. Si anak dipisahkan dari kebutuhan imajiner tubuh sang ibu dan dimasukan ke dalam dunia simbolik yang terstruktur. Si anak diekskomunikasikan dari yang imajiner dan harus belajar menampilkan diri dalam jejaring social dalam hubungan ini “phallus” lantas mendapat arti yang lebih luas dari “penis”. Jadi phallus merujuk pada num-du-pere, yang lebih daripada ayah aktual, tetapi suatu terstruktur yang mengendalikan kehidupan kita, yang membuat larangan-larangan pada tindakan kita, misalnya hukum, agama, pendidikan, dan kesehatan.
Salah satu sendi pemikiran psikoanalisis radikal Jacques Lacan begitu dipengaruhi oleh ahli linguistik asal Swiss, Ferdinand de Saussure. Melaluinya, Lacan menempatkan bahasa sebagai hal yang sangat penting bagi subjek dalam upaya mengartikulasikan identitas dirinya. Tujuan psikoanalisis radikal Lacan adalah berhadapan langsung dengan subjek—diri sendiri—guna berkonfrontasi dengan berbagai negativitasnya, yaitu adanya lack ‘kekurangan/celah’ dan hasrat untuk menambalnya. Pemikiran Lacan mengenai pembentukan subjek didasari oleh tiga kategori yang saling berelasi yaitu; The Imaginary (Yang Imajiner), The Symbolic (Yang Simbolik), dan The Real (Yang Nyata). Ketiga kategori tersebut merupakan konsep awal untuk memahami tatanan pembentukan subjek dalam psikoanalisis radikal Jacques Lacan. Please visit: https://www.sanglah-institute.org/ Please follow: https://www.instagram.com/wahyu_bn/ https://www.instagram.com/sanglahinst/
1. Siapakah Jacques Lacan ?
2. Pemikiran psikoanalisis radikal Jacques Lacan begitu dipengaruhi oleh ahli linguistik asal Swiss, Ferdinand de Saussure. Jelaskanlah !
3. Jelaskan pengertian The Real, The Imaginary, The Symbolic !
Teori kepribadian Alfred Adler
Alfred Adler lahir di pinggiran kota Wina pada tanggal 7 Februari 1870 dalam keluarga Yahudi, dan meninggal di Aberdeen, Skotlandia pada tahun 1937 pada waktu ia mengadakan perjalanan keliling untuk memberikan ceramah. Ia meraih gelar dokter pada tahun 1895 dari Universitas Wina. Ia anak kedua dari enam bersaudara.
Dia tumbuh dalam lingkungan dimana orang orang memiliki berbagai jenis latar belakang kehidupan, Adler menghabiskan masa kecilnya bermain dengan teman teman sebayanya termasuk anak anak Yahudi dan bukan Yahudi keduanya kalangan menengah dan kalangan bawah. Tampak seperti perjalanan panjang dengan berbagai aspek sosial kepribadian yang bersumber dari pengalamannya sejak awal. (Baca juga mengenai teori altruisme dalam psikologi sosial )
Tentang teori kepribadian
Orang orang yang telah berjasa melengkapi teori psikoanalisis atau kepribadian dengan pandangan psikologi sosial abad XX terdapat empat orang , yakni Alfred Adler, Karen Horney, Erich Fromm, dan Harry Stack Sullivan. namun mengingat kapasitas tempat dengan tidak mengurangi kadar keseimbangan tempat bacaan dan benang merah masing masing pandangan maka, (Baca juga mengenai teori etologi dalam psikologi perkembangan )
pada kesempatan ini akan diuraikan pandangan Alfred Adler yang mungkin dianggap bapak “pandangan psikologi sosial yang baru” karena sudah sejak tahun 1911 ia berpisah dengan Freud karena persoalan mengenai teori seksualitas, dan mulai mengembangkan teori di mana minat sosial dan perjuangan ke arah superioritas menjadi dua pilar konseptualnya yang paling penting. (Baca juga mengenai teori rekapitulasi dalam psikologi perkembangan )
Horney dan Fromm melawan dengan gigih psikoanalisis yang terlalu berorientasi pada insting dan mempertahankan relevansi variabel variabel psikologi sosial terhadap teori kepribadian. Harry Stack Sullivan dalam teorinya tentang hubungan hubungan antar pribadi mengukuhkan pendirian teori kepribadian yang berlandaskan proses proses sosial. (Baca juga mengenai teori john dewey dalam psikologi pendidikan )
Meskipun masing masing teori itu memiliki pandangan dan konsepnya sendiri, namun ada banyak persamaan di antara mereka sebagaimana telah dikemukakan oleh berbagai penulis (James, 1947; Ansbacher, 1956). (Baca juga mengenai teori imitasi dalam psikologi )
Tentang teori Alfred Adler
Menurut Adler mahluk hidup adalah suatu kesatuan sosial yang tidak dapat dipiahkan. Mereka menghubungkan dirinya dengan orang orang lain disekitar mereka dalam usaha kerja sama sosial, menempatkan kesejahteraan umum diatas keinginan diri sendiri, dan mendapatkan gaya hidup yang bersifat lebih kuasa dalam organisasi social.
Adler memiliki sumbangan pemikiran yang besar yaitu pertama, penekanan determinan sosial dari tingkah laku, kedua, konsep tentang mengkreatifkan diri, dan ketiga, penekanan pada cirri khas dari masing masing kepribadian.
Adler mengembangkan pokok pokok pikirannya sehingga menjadi ciri khusus dari pemikiran Adlerian yaitu:
- Fictional finalism (Tujuan Hidup)
- Dorongan keakuan
- Perasaan rendah diri
- Dorongan kemasyarakatan
- Gaya hidup
- Daya kreatif
Prinsip Teori Kepribadian Alfred Adler beranggapan bahwa individu dan permasalahan hidupnya selalu bersifat sosial, seperti merasakan kebersamaan dengan orang lain dan mempedulikan kesejahteraan orang tersebut.
Ada tujuh prinsip dalam teori kepribadian Alfred Adler. Ketujuh Prinsip Teori Kepribadian Alfred Adler tersebut yang menjelaskan bagaimana pandangan Adler terhadap kondisi psikis individu. Prinsip Teori Kepribadian Alfred Adler
1. Prinsip teori kepribadian rasa rendah diri
Adler meyakini bahwa manusia dilahirkan dengan perasaan rendah diri. Perasaan rendah diri ini bermula dari anak anak yang tidak bisa melakukan tindakan orang dewasa. Pada prinsipnya, individu ingin menyaingi kekuatan dan kemampuan orang lain.
Apabila di tahapan ini, individu merasa lemah dan kurang dalam meraih kemampuan di atasnya, maka akan muncul rasa rendah diri di tahapan perkembangan berikutnya. Setiap individu berusaha untuk melakukan kompensasi terhadap kelemahannya dalam segala hal. Kompensasi ditentukan oleh gaya hidup dan usaha mencapai kesempurnaan (superior).
2. Prinsip teori kepribadian superior
Superior diartikan sebagai usaha untuk mencapai kekuatan diri. Adler beranggapan bahwa manusia adalah mahluk yang agresif dan harus selalu agresif bila ingin mencapai kesuksesan. Manusia menginginkan kekuatan dan mengharapkan kesempurnaan.
Dorongan untuk menjadi superior ini bersifat universal dan tidak mengenal batas waktu. Meskipun demikian, menjadi superior tidak harus selalu berkompetisi dengan orang lain namun usaha untuk meningggalkan rasa rendah diri.
3. Prinsip teori kepribadian gaya hidup
Usaha individu untuk mencapai superioritas memerlukan cara cara tertentu yang disebut sebagai gaya hidup. Gaya hidup terdiri dari dorongan dari dalam diri yang mengatur arah perilaku dan dorongan dari lingkungan. Dorongan dari lingkungan mungkin dapat menambah atau menghambat arah dorongan dari dalam diri.
Manusia memiliki kekuatan yang cukup walaupun tidak sepenuhnya bebas untuk mengatur kehidupannya sendiri secara wajar. Gaya hidup manusia tidak ada yang identik sama dan seringkali menentukan kualitas interpretasi dari terhadap semua pengalaman yang dijumpai.
4. Prinsip teori kepribadian diri kreatif
Diri yang kreatif adalah penggerak utama tingkah laku. Yakni membuat sesuatu yang baru yang berbeda dari sebelumnya. Diri kreatif adalah sarana yang mengolah fakta fakta dunia dan mentransformasikann fakta tersebut menjadi kepribadian yang bersifat subjektif, dinamis, menyatu, personal, dan unik karena individu mencipta dirinya sendiri.
5. Prinsip teori kepribadian diri yang sadar
Kesadaran adalah inti kepribadian individu. Manusia menyadari segala hal yang dilakukannya. Ia dapat merencanakan dan mengarahkan perilaku ke arah tujuan yang dipilihnya secara sadar. Pikiran sadar adalah apa saja yang dipahami dan diterima individu dalam membantu perjuangan menjadi sukses dan superior.
6. Prinsip teori kepribadian tujuan semu
Masa lalu penting namun yang lebih penting adalah masa depan, yaitu rencana yang akan dilakukan individu. Tujuan akhir manusia tidak menunjukkan hasil yang nyata akan terwujud, melainkan hanya perangkat semu.
Tujuan tersebut adalah semu karena dibuat amat ideal untuk diperjuangkan sehingga mungkin saja tidak dapat direaliisasikan. Tujuan semua ini dipisahkan dari gaya hidup. Tujuan semu berisi harapan yang menggerakkan kekuaran kekuatan tingkah laku manusia.
7. Prinsip teori kepribadian minat sosial
Manusia dilahirkan dengan karunia minat sosial yang bersifat universal. Kebutuhan ini terwujud dalam komunikasi dengan orang lain. Proses ini membutuhkan waktu banyak dan usaha yang berkelanjutan. Individu diarahkan untuk memelihara dan memperkuat perasaan minat sosial dengan meningkatkan kepedulian pada orang lain melalui empati dan komunikasi.
Buatlah rangkuman poin-poin penting dari teori kepribadian Alfred Adler
Teori Kebutuhan Abraham Maslow
Seorang psikolog Humanistik bernama Abraham Maslow mengembangkan teori kepribadian yang mampu memberikan pengaruh terhadap banyak bidang keilmuan. Maslow mengembangkan teori yang memiliki tingkat kepraktisan yang tinggi sehingga mudah dipahami. Teori ini disebut juga dengan teori Maslow. Teori ini menggambarkan tentang realitas. Isi dari teori ini dapat dipahami dengan mudah karena memuat fitur dari pengalaman atau perilaku manusia yang pernah dialami namun tidak pernah dimasukkan dalam kata- kata.
Maslow merupakan seorang psiokolg humanistik dimana humanis tidak percaya bahwa manusia dirangsang oleh kekuatan mekanik, naluri sadar (psikoanalisis), atau kebiasaan (behaviorisme). Humanis memiliki fokus pada potensi. Manusia memiliki batas batas diri dan potensi diri untuk menggapai capaian pada tingkatan tertentu atas usaha atau kemampuan. Manusia memiliki kreativitas untuk mencapai kesadaran dan kebijaksanaan. Maslow menyebut orang yang berada di tingkatan tertingginya dengan sebutan “orang aktualisasi diri”.
Teori yang dikemukakan oleh Maslow yaitu teori hierarki kebutuhan dasar manusia menjadi dasar dari perkembangan keilmuan lain yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Pemenuhan kebutuhan dasar dibagi menjadi suatu tingkatan tertentu yang memprioritaskan kebutuhan manusia dari yang paling dasar. Berikut penjelasannya tentang maslow dan teorinya.Abraham Harold Maslow (1908- 1970) merupakan orang Amerika dan seorang psikolog. Maslow merupakan seorang profesor di Alliant International university, Brandeis University, Brooklyn College, New School for social Research, and Columbia University. Maslow menekankan pentingnya berfokus pada kualitas manusia yang positif.
Sejak muda, Maslow percaya bahwa kekuatan fisik merupakan satu satunya karakter yang kuat dari seorang pria sehingga dia melatih tubuhnya dengan angkat beban dan berharap menjadi seorang yang berotot dan tampan. Namun dikarenakan wajahnya yang santai dan terlihat kutu buku dia tidak bisa mencapai keinginannya tersebut.
Maslow sangat peduli dengan pertanyaan “kenapa tidak banyak orang yang memiliki aktualisasi diri ketika kebutuhan dasar mereka sudah terpenuhi?” Psikolog humanistik percaya bahwa setiap orang memiliki keinginan yang kuat untuk menyadari potensi mereka untuk mencapai level “aktualisasi diri”. Maslow telah membentuk sebuah kerangka yang memberikan jalan bagi para psikologis untuk menambahkan informasi. Maslow mempercayai bahwa kepemimpinan tidak boleh di intervensi. Keyakinan ini yang mendasari pemikirannya. (baca: Psikologi Remaja)
Maslow meninggal dunia pada tahun 1970 dikarenakan serangan jantung saat sedang berjogging. Maslow merupakan pioner di bidang psikologis. Sebutan humanistik psikologis merupakan sebuatan baru yang dibuat Maslow untuk dirinya dimulai dari bagaimana memahami pikiran manusia.
Konsep Teori Kebutuhan Maslow
Konsep hirearki kebutuhan manusia oleh Maslow ini pada walnya berasal dari pengamatannya terhadap perilaku monyet. Berdasarkan pengamatannya tersebut, maslow menyimpulkan bahwa beberapa kebutuhan lebih diutamakan daripada kebutuhan lainnya. Misalnya air merupakan sumber kehidupan utama bagi makhluk hidup. Makhluk hidup bisa bertahan dari rasa lapar dan tidak makan, namun tidak bisa bertahan dari rasa haus dan tanpa air. Hal ini yang disebut Maslow merupakan kebutuhan dasar yang kemudian disusun menjadi bentuk tingkatan kebutuhan. Maslow memberikan kesimpulan bahwa kebutuhan pada tingkat selanjutnya bisa dicapai apabila kebutuhan di tingkat bawah tercapai. (baca juga: Antropologi)
Menurut Maslow, pemuasan kebutuhan disorong oleh kekuatan motivasi yaitu motivasi kekurangan (deficiency growth) dan motivasi perkembangan (motivation growth). Motivasi kekurangan adalah upaya yang dilakukkan manusia untuk memenuhi kekurangan yang dialami. Sedangkan motivasi perkembangan adalah motivasi yang tumbuh dari dasar diri manusia untuk mencapai suatu tujuan diri berdasarkan kapasitasnya dalam tumbuh dan berkembang. Kapasitas atau kemampuan diri masing- masing orang berbeda- beda dan merupakan pembawaan.
Hierarki Kebutuhan Maslow
Teori Kebutuhan Maslow yaitu teori hirearki kebutuhan memuat kebutuhan dasar manusia. Manusia diposisikan sebagai makhluk yang lemah dan terus berkembang, memiliki potensi diri untuk suatu pencapaian dan dipengaruhi oleh lingkungan untuk dapat tumbuh tinggi, lurus, dan indah. Teori hirearki kebutuhan Maslow memiliki lima tingkatan kebutuhan dasar. Untuk mencapai kebutuhan dasar yang lebih tinggi, manusia tidak perlu memenuhi tingkatan sebelumnya. (baca juga: Teori Nativisme)
Kebutuhan dasar Maslow yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan, kebutuhan cinta, sayang dan kepemilikan, kebutuhan esteem, dan kebutuhan aktualisasi diri. Hierarki kebutuhan masol ini disusun membentuk segitiga dimana dasarnya memiliki luas yang lebih luas dan mengerucut keatas. Tingkatan paling bawah adalah kebutuhan yang paling dasar dan berlanjut pada tingkatan kedua ketiga dan seterusnya sampai tingkatan tertinggi di puncak piramida. Untuk lebih memperjelas pemahaman tentang teori kebutuhan dasar Maslow, simak penjelasan berikut:
- Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis yaitu terkait dengan kebutuhan tubuh secara biologis. Kebutuhan fisiologis termasuk makanan, air, oksigen, dan suhu tubuh normal. Kebutuhan fisiologis ini adalah kebutuhan dasar yang menyokong kehidupan manusia. Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan dasar pertama yang akan dicari oleh manusia untuk mencapai kepuasan hidup. Apabila salah satu dari kebutuhan fisiologis ini tidak didapatkan, maka akan mengganggu pemenuhan kebutuhan dasar selanjutnya. (baca juga: Kecerdasan Interpersonal)
- Kebutuhan Keamanan
Kebutuhan dasar yang kedua adalah keamanan. Ketika kebutuhan dasar pertama sudah terpenuhi, kebutuhan akan keamanan menjadi aktif. Kebutuhan keamanan ini lebih banyak pada anak- anak karena kesadaran mereka terhadap batasan diri masih kurang. Sehingga perlu adanya orang lain untuk memberikan keamanan bagi mereka. Pada orang dewasa, kebutuhan keamanan sedikit kecuali pada keadaan darurat, bencana, atau kegagalan organisasi dalam struktur sosial. Adanya situasi yang tidak menyenangkan membuat orang dewasa mencari tempat atau orang yang dapat memenuhi kebutuhan keamanannya. (baca juga: Psikologi Perkembangan)
- Kebutuhan Cinta, Sayang, Kepemilikan
Ketika kebutuhan fisiologis dan keamanan sudah terpenuhi, tingkatan selanjutnya adalah kebutuhan akan cinta, kasihs ayang, dan kepemilikan. Maslow menyatakan bahwa orang mencari cara untuk mengatasi rasa kesepian atau kesendirian. Manusia membutuhkan rasa cinta, kasih sayang dan rasa memiliki. Tidak hanya dicintai, namun juga mencintai yaitu memberikan kebutuhan yang sama terhadap orang lain juga akan memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri. (baca: Cabang Cabang Psikologi)
Terdpat dua jenis cinta yaitu Deficiency atau disebut juga dengan D- Love dan being atau B- Love. Kebutuhan cinta karena kekurangan itu termasuk D- Love dan orang yang mencintai sesuatu yang tidak dimilikinya, misalnya pernikahan, hubungan spesial, harga diri. D- Love adalah cinta yang berfokus pada diri sendiri, yang lebih mementingkan cara memperoleh daripada cara memberi.Sedangkan B- Love merupakan penilaian seseorang yang apa adanya tanpa adanya keinginan untuk memanfaatkan orang tersebut. Cinta yang tidak berniat memiliki, cinta yang memberikan dukungan pada orang lain untuk berkembang, cinta yan gmemberikan dampak positif, penerimaan siri dan rasa dicintai.(baca: Persepsi dalam Psikologi)
- Kebutuhan Esteem
Kebutuhan esteem bisa termasuk kebutuhan harga diri maupun penghargaan dari orang lain. Ketika kebutuhan pada tingkat ketiga terpenuhi makan akan muncul kebutuhan akan esteem. Manusia memiliki kebutuhan untuk dihormati oleh orang lain, dipercaya oleh orang lain, dan stabil diri. Ketika kebutuhan ini sudah dicapai maka tingkat percaya diri seseorang tersebut juga akan meningkat dan memiliki harga diri yang tinggi. Hal ini akan berpengaruh terhadap peran sosial dan aktivitasnya dalam interaksi sosial. Apabila kebutuhan esteem ini tidak bisa dicapai, maka orang menjadi depresi, tidak percaya diri, harga diri rendah, dan merasa tidak berharga atau berguna.
Bentuk Harga Diri di bagi menjadi dua jenis:
- Menghargai diri sendiri: Prestasi, kepercayaan diri, kemandirian, kebebasan, kekuatan, kemampuan, kompetensi. (baca: Teori Psikoanalisis klasik)
- Mendapatkan penghargaan dari orang lain: Status, populer, terkenal, dominasi, apresiasi atas kerja keras, prestise, penghargaan berupa pujian dari orang lain, penilaian baik dari orang lain.
- Kebutuhan Aktualisasi Diri
Kebutuhan selanjutnya yang perlu dipenuhi setelah keempat kebutuhan yang lain terpenuhi adalah kebutuhan aktualisasi diri. Aktualisasi diri merupakan suatu bentuk nyata yang mencerminkan keinginan seseorang terhadap dirinya sendiri. Maslow menggambarkan aktualisasi diri sebagai kebutuhan seseorang untuk mencapai apa yang ingin dia lakukan. Misalnya seorang musisi harus bermusik, seorang seniman harus melukis, seorang penari harus berlatih gerak, dan lainnya.
Bentuk aktualisasi diri bukanlah hal yang mudah untuk dicapai karena perlunya dukungan dari berbagai pihak. Apabila kebutuhan ini tidak bisa dicapai akan memunculkan suatu kegelisahan, tidak tenang, tegang, merasa harga diri kurang. Apabila kebutuhana kan rasa kasih sayang kurang, tidak dicintai, lapar, tidak aman, maka akan mudah untuk mengetahui apa yang membuatnya gelisah. Namun kurangnya kebutuhan aktualisasi diri sulit untuk memahami dengan jelas apa yang seseorang inginkan.
Aktualisasi diri digambarkan Maslow sebagai berikut:
- Acceptance and Realism: Orang yang memahami dan memiliki persepsi realistis terhadap diri mereka sendiri, orang lain serta lingkungan di sekitarnya. (baca: Kode Etik Psikologi)
- Problem centering: Memiliki rasa untuk membantu orang lain memecahkan masalahnya, mencari solusi yang paling efektif terhadap permasalahan. Hal tersebut terjadi meskipun permasalahan terjadi di luar diri atau lingkungan pribadi mereka. Motivasi akan rasa tanggungjawan dan etika sosial menjadi dasar keinginannya. (baca: Teori Belajar Behavioristik)
- Spontaneity: Mampu bersikap spontan baik secara pikiran maupun perilaku. Orang dengan mudah menyesuaikan diri dengan orang lain atau lingkungan lain, aturan sosial, dan cenderung terbuka.
- Autonomy and Solitude: Orang dengan aktualisasi diri memiliki kebutuhan akan kebebasan dan privasi yang lebih tinggi. (baca: Tipe Kepribadian MBTI)
- Continued Freshness of Appreciation: Orang dengan aktualisasi diri melihat dunia dengan penuh penghargaan dan kekaguman yang terus menerus. Rasa syukur atas setiap pengalaman sekecil apapun yang didapatkan akan menjadi sumber inspirasi dan kesenangan.
- Peak Experiences: Orang dengan aktualisasi diri memiliki puncak maslow yang disebut suka cita. Setelah semua pengalaman yang dia dapatkan, orang merasa terinspirasi, diperkuat, dan menjadi lebih baik.
Teori Humanistik dari Aktualisasi Diri
Poin utama dari pergerakan baru adalah untuk memberikan pengaruh yang positif sebagai human being. Freud menyatakan bahwa psikologi sakit merupakan sebagian dan kita harus memenuhi sebagian lagi dengan yang sehat. Maslow mengkritik Freud, dikarenakan psikologis humanistik tidak menyadari bahwa spiritual sebagai navigasi dari perilaku kita. (baca: Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik)
Untuk membuktikan bahwa manusia tidak buta dalam memberikan reaksi pada situasi, tetapi keinginan untuk pencapaian yang lebih besar, Maslow belajar tentang kesehatan mental individu daripada orang yang memiliki permasalahan psikologis serius. Dia kemudian berfokus pada aktualisasi diri. Aktualisasi diri pada orang mengindikasikan gejala personal yang koheren dan menunjukkan kesehatan psikologi dan fungsinya yang optimal. (
Hal ini memaparkan teorinya bahwa seseorang menikmati “peak experiences” atau poin tertinggi dalam hidup seseorang yang merupakan kondisi harmoni pada dirinya dan lingkungan sekitarnya. Pada pandangan Maslow, orang dengan aktualisasi diri dapat memiliki banyak peak experiences dalam keseharian sedangkan yang lain mengalaminya lebih sedikit.
Kualitas dari Orang dengan Aktualisasi Diri
Maslow menyadari bahwa individu yang dia pelajari memiliki personaliti yang hampir sama. Semuanya merupakan ‘reality centered’ atau bahkan ‘problem centered’ yang berfokus pada kesulitan dalam hidup sebagai masalah yang membutuhkan solusi. Tipe individu seperti ini akan merasa nyaman jika sendiri dan memiliki hubungan personal yang sehat. Mereka hanya memiliki sedikit teman.
Orang dengan aktualisasi diri berfokus pada masalah diluar diri mereka, memiliki sense yang kuat terhadap mana yang benar dan mana yang salah, spontak dan kreatif, dan tidak cenderung kaku terhadap peraturan sosial. Maslow menyadari orang dengan aktualisasi diri memiliki pandangan hidup yang lebih baik, penerimaan yang baik pada diri sendiri, orang lain, maupun dunia, menghadapi banyak masalah dan orang yang impulsif. Orang dengan aktualisasi diri yang baik sangatlah mandiri, dan menjadi privat ketika membahas tentang lingkungan dan budaya mereka, khususnya perkembangan diri dalam potensi dan inner resources pada dirinya.
Menurut Maslow orang dengan aktualisasi diri memiliki kualitas sebagai berikut:
- Truth : jujur, cantik, polos, bersih, relality.
- Goodness : kebenaran, kejujuran, uprightness, desirability, benevolence.
- Beauty : perfection, completion, aliveness, rightness, wholeness.
- Wholeness : terorganisasi, unity, sinergi, simplicity, terstruktur.
- Dikotomi : resolution, acceptance, transcendence , contradictions, opposites.
- Aliveness : spontan, self- functioning, self- regulation.
- Unique : individuality, novelty, non comparability.
- Perfection : semuanya benar, tidak ada yang kurang.
- Necessity : yakin pada jalannya dan tidak mudah terpengaruh dengan hal hal kecil.
- Completion : ending, fullfillment, justice.
- Justice : adil, tidak memihak, tidak setengah- setengah.
- Order : sesuai aturan dan hukum, terencana.
- Simplicity : abstrak, bluntness.
- Richness : totalitas, complexity, differentiation.
- Effortlessness : tidak terkekang, ease.
- Playfullness : fun, joy, amusement.
- Self- sufficiency : mandiri, memiliki keyakinan diri, autonomy.
Orang yang dapat mencapai aktualisasi diri akan mencapai kriteria tersebut sebagai cerminan seseorang yang baik secara individu baik pikiran maupun perilaku dan baik secara sosial hubungan dengan orang di sekitarnya. orang dengan aktualisasi diri lebih mampu mengendalikan diri dan menyesuaikan diri dengan situasi yang ada, serta mampu menempatkan diri dan memberikan keputusan yang terbaik dalam suatu situasi.
Psikologi Humanistik
Kebanyakan psikologis sebelum Maslow berfokus pada kondisi abnormal dan sakit. Maslow memiliki keinginan agar orang mengetahui kebutuhan dasar mereka yang dapat meningkatkan kebutuhan dan aktualisasi diri. Psikologi humanistik melahirkan beberapa terapi yang berbeda, semua terapi yang dihasilkan mengarahkan pada perkembangan inner resources dan kesembuhan yang membantu melepaskan kesulitan individu. Terapi yang paling terkenal yaitu client-centered therapy yang dikembangkan oleh Carl Rogers.
Prinsip dasar dari psikologis humanistik yaitu :
- Seseorang menunjukkan fungsi diri merupakan aspek yang signifikan.
- Untuk mempunyai mental yang sehat, individu perlu bertanggungjawab terhadap aksi yang mereka lakukan, meskipun aksi tersebut positif atau negatif.
- Menjadi seseorang yang berguna. Meskipun telah melakukan aksi yang negatif namun tidak mengurangi nilai dirinya.
- Tujuan hidup adalah perkembangan personal dan pengertian atau pemahaman. Dari self- improvement dan self- understanding yang konstan seseorang akan menjadi bahagia.
Client- centered therapy yaitu terapi yang memfasilitasi klien untuk mengaktualisasikan dirinya, membangun perkembangan diri dan pemenuhan kebutuhan dasar melalui penerimaan, empati, dan pemahaman. Proses dari terapi ini yaitu dengan memberikan arahan yang hati- hati untuk mengeksplor diri klien dengan komunikasi. Roger tidak memberitahukan apa yang seharusnya klien lakukan, namun mengarahkan klien untuk mencari jawaban yang terbaik untuk dirinya sendiri. (baca juga: Tips Sukses di Usia Muda)
Teori psikologi humanistik cocok dengan orang yang mampu melihat sisi positif dari kemanusiaan dan kepercayaan akan kebebasan terhadap apa yang dia keinginan. Hierarki maslow juga cocok untuk topik lain seperti keuangan, manajemen, ekonomi, bahkan sejaran atau kriminologi. Teori hirearki maslow juga dijadikan dasar oleh beberapa keilmuan.
Peak Experiences
Disamping kebutuhan dasar yang harus dipenuhi sehari- hari, Maslow mengutarakan momen dari pengalaman yang tidak biasa sebagai ‘peak experiences’. Peak experiences disebutkan sebagai momen dalam cinta, pengertian, kebahagiaan, dimana seseorang merasa menyeluruh, merasa hidup, lebih sadar tentang kebenaran, harmoni, kebaikan dan lain sebagainya. Orang dengan aktualisasi diri memiliki peak experiences yang lebih banyak. Dalam kata lain, ‘peak experiences’ atau suatu refleksi dari kesadaran akan potensi diri dan menunjukkan tingginya perkembangan diri.
Hierarki kebutuhan dasar manusia yang keenam dilihat dari konsep spiritual manusia yaitu kebutuhan akan transendental diri dimana seseorang memerlukan kedekatan dengan Tuhan. Mahzar mengungkapkan bahwa menjelang akhir hayat Maslow, dia menambahkan hierarki kebutuhan manusia yang keenam yaitu kebutuhan transendental diri. Kebutuhan transendental diri merupakan puncak kesadaran eksistensi manusia dimana secara fitrah manusia menyadari akan adanya Tuhan dan memerlukan pertolongan-Nya. Dengan demikian, individu yang telah mencapai level ini mengalami keseimbangan hidup dimana hidup bukan hanya sekedar pemenuhan jasmaniah semata, tetapi unsur rohani pun terpenuhi. (baca juga: Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini)
Teori Hierarki kebutuhan digambarkan sebagai sebuah piramida yang terdiri dari lima tingkat dan bagian bawahnya lebih besar dan mengerucut ke atas. Tingkatan paling bawah dan yang paling besar merupakan kebutuhan dasar yang paling rendah dan titik puncak atau bagian paling atas mewakili kebutuhan dasar paling tinggi. Maslow mengungkapkan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang bersifat hierarki.
Konsep teori kebutuhan Maslow merupakan pioner dan merupakan awal dari perkembangan bidang psikologis yang lebih luas lagi. Hirearki kebutuhan dasar manusia Maslow in ijuga kerap kali digunakan pada bidang keilmuan lain dan menjadi dasar pemenuhan kebutuhan manusia. Piramida maslow menjadi dasar acuan pemenuhan kebutuhan manusia. Manusia dikatakan mencapai kesempurnaan kebagiaan dan terpenuhinya segala kebutuhan hidupnya dapat dilihat dari piramida Maslow.
Pemenuhan kebutuhan berdasarkan Teori Kebutuhan Maslow tidak hanya berasal dari diri sendiri namun merupakan kesatuan hasil dari interaksi seseorang dengan lingkungan disekitarnya dan juga mencakup kebutuhan interaksi antar manusia dan hubungan yang baik. Untuk dapat mengukur weel- being seseorang, orang bisa berimprovisasi dan mengontrol kebutuhan dasarnya ataupun dari hubungan sosial dan kebutuhan psikologi lainnya yang perlu dikontrol.
Buatlah rangkuman poin-poin penting dari teori kebutuhan Abraham Maslow
teori kreativitas Guilford
- Kreativitas1.Pengertian KreativitasKreativitas mempunyai definisi yang banyak sekali. Definisi kreativitas juga bergantung pada dasar teori yang menjadi acuan para pakar. Barron (dalam Ali & Arori, 2006) mendefinisikan kreativitasadalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru.Drevdahl (dalam Hurlock, 1978: 4) mendefinisikan kreativitas sebagai berikut:Kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk menghasilkan komposisi, produk, atau gagasan apa saja yang pada dasarnya baru,dan sebelumnya tidak dikenal pembuatnya. Ia dapat berupa kegiatan imajinatif atau sintesis pemikiran yang hasilnya bukan hanya perangkuman. Ia mungkin mencakup pembentukan pola baru dan gabungan informasi yang diperoleh dari pengalaman sebelumnya dan pencangkokan hubungan lama ke situasi baru dan mungkin mencakup pembentukan korelasi baru. Ia harus mempunyai maksud atau tujuan yang ditentukan, bukan fantasi semata, walaupun merupakan hasil yang sempurna dan lengkap. Ia mungkin dapat membentuk produk seni, kesusastraan, produk ilmiah, atau mungkin bersifat prosedural atau metodologis.Guilford (dalam Ali &Asrori, 2006: 41) menyatakan bahwa kreativitas mengacu pada kemampuan yang menandai ciri-ciri seorang kreatif. Lebih lanjut Guilford mengemukakan dua caraberpikir, yaitu cara berpikir konvergen dan divergen. Cara berpikir konvergen adalah cara-cara individu dalam memikirkan sesuatu dengan berpandangan bahwa hanya ada satu jawaban yang benar. Sedangkan cara berpikir divergen adalah kemampuan individu yang mencari berbagai alternatif jawaban terhadap persoalan. Dalam kaitannya dengan kreativitas,Guilford menekankan bahwa orang-orang kreatif lebih banyak memiliki cara-cara berpikir divergen daripada kovergen.Solso, Maclin & Maclin (2007: 444) memberi definisi kreativitas sebagai suatu aktivitas kognitif yang menghasilkan suatu pandangan yang baru mengenai suatu bentuk permasalahan dan tidak dibatasi pada hasil yang pragmatis (selalu dipandang menurut penggunaannya). Sedangkan Torrance (dalam Ali & Asrori, 2006: 41) mendefinisikan kreativitas sebagai proses kemampuan memahami kesenjangan-kesenjangan atau hambatan-hambatan dalam hidupnya, merumuskan hipotesis-hipotesis baru, dan mengkomunikasikan hasil-hasilnya, serta sedapat mungkin memodifikasi dan menguji hipotesis-hipotesis yang telah dirumuskan. Munandar (2002: 95) mendefinisikan kreativitas sebagai suatu proses yang tercermin dari kelancaran, fleksibilitas, dan orisinalitas dalam berpikir.Rhodes (dalam Munandar, 2004: 20-22) menyatakan bahwa definisi kreativitas dapat ditinjau dari empat aspek atau biasa disebut dengan istilah “Four P’s of Creativity: Person, Process, Press, and Product”, yaitu:a.Pribadi (Person): tindakan kreatif muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan lingkungannya (Hulbeck, dalam Munandar, 2004).b.Proses (Process): langkah-langkah proses kreatif menurut Wallas (dalam Munandar, 2004) yang banyak diterapkan dalampengembangan kreativitas, meliputi tahap persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verifikasi.c.Produk (Product): kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan/menciptakan sesuatu yang baru (Barron, dalam Munandar, 2004).d.Pendorong (Press): menekankan faktor “press” atau dorongan, baik dorongan internal, berupa keinginan dan hasrat untuk mencipta atau bersibuk diri secara kreatif; maupun dorongan eksternal dari lingkungan sosial dan psikologis.Kebanyakan definisi kreativitas berfokus pada salah satu dari empat P ini atau kombinasinya. Keempat P ini saling berkaitan: pribadi kreatif yang melibatkan diri dalam proses kreatif, dan dengan dukungan dan dorongan (press) dari lingkungan, menghasilkan produk kreatif.Berdasarkan definisi yang telah dipaparkan oleh para tokoh psikologi di atas, maka definisi kreatif adalah kemampuan menghasilkan suatu gagasan dengan berbagai macam alternatif dan beberapa proses kreatif yang didukung oleh lingkungan sekitar.2.Aspek KreativitasGuilford (dalam Sternberg, 1999) mengemukakan beberapa faktor penting yang merupakan aspek dari kemampuan berpikir kreatif, yaitu:a.Kelancaran berpikir (fluency of thinking)Kemampuan untuk menghasilkan banyak ide yang keluar dari pemikiran secara cepat. Dalam kelancaran berpikir yang perlu ditetapkan adalah kuantitas bukan kualitas.b.Keluwesan berpikir (flexibility)Kemampuan untuk memproduksi sejumlah ide jawaban atau pertanyaan yang bervariasi, melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda dan mampu menggunakan bermacam-macam pendekatan atau cara pemikiran. Orang kreatif adalah orang yang luwes berpikir.c.Elaborasi pikiran (elaboration)Kemampuan mengembangkan gagasan dan menambahkan atau merinci detil-detil dari suatu objek gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik.d.Keaslian berpikir (originality)Kemampuan untuk mencetuskan gagasan unik atau kemampuan untuk mencetuskan gagasan asli.Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa aspek dari kemampuan berpikir kreatif adalah kelancaran, fleksibilitas, elaborasi, dan keaslian berpikir.3.Proses-proses dan Tahap KreativitasTidak adanya kesatuan teori menyebabkan sulitnya menjelaskan topik mengenai kreativitas serta kurangnya perhatian dalampengembangan ilmu. Tetapi meskipun demikian, kreativitas tetap disebut-sebut sebagai salah satu bagian terpenting dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia pendidikan.Wallas (dalam Solso, Maclin & Maclin, 2007: 445) menjelaskan bahwa ada empat tahapan dalam proses kreatif, yaitu:a.Persiapan : memformulasikan suatu masalah dan membuat usaha awal untuk memecahkannya.b.Inkubasi : masa di mana tidak ada usaha yang dilakukan secara langsung untuk memecahkan masalah dan perhatian dialihkan sejenak pada hal lainnya,c.Iluminasi : memperoleh insight(pemahaman yang mendalam) dari masalah tersebut.d.Verifikasi : menguji pemahaman yang telah didapat dan membuat solusi.4.Ciri-ciri Kepribadian KreatifBiasanya anak yang kreatif selalu ingin tahu, memiliki minat yang luas, dan menyukai kegemaran dan aktivitas yang kreatif. Csikszentmihalyi (dalam Munandar, 2002: 51) memaparkan sepuluh ciri-ciri pribadi kreatif, yaitu:a.Pribadi kreatif memiliki kekuatan energi fisik yang memungkinkan mereka bekerja berjam-jam dengan konsentrasi, tetapi mereka juga bisa tenang dan rileks, bergantung situasinya.b.Pribadi kreatif cerdas dan cerdik. Mereka juga mampu berpikir divergendan kovergen.c.Kreativitas memerlukan kerja keras, keuletan, dan ketekunan.d.Pribadi kreatif dapat berselang-seling antara imajinasi dan fantasi, namun tetap bertumpu pada realitas.e.Pribadi kreatif menunjukkan kecenderungan baik introversi maupun ekstroversi.f.Pribadi kreatif dapat bersikap rendah diri dan bangga akan karyanya pada saat yang sama.g.Pribadi kreatif menunjukkan kecenderungan androgini psikologis, yaitu dapat melepaskan diri dari stereotip gender (maskulin-feminin).h.Pribadi kreatif cenderung mandiri bahkan suka menentang, tetapi di lain pihak mereka bisa tetap tradisional dan konservatif.i.Kebanyakan pribadi kreatif sangat bersemangat (passionate) bila menyangkut karya mereka.j.Sikap keterbukaan dan sensitivitas pribadi kreatif sering membuat mereka menderita jika mendapat banyak kritikan terhadap hasil jerih payah mereka, namun di saat yang sama ia juga merasakan kegembiraan yang luar biasa.Treffinger (dalam Munandar, 2004: 35) mengatakan bahwa pribadi kreatif biasanya lebih terorganisasi dalamtindakan. Rencana inovatif serta produk orisinal mereka telah dipikirkan dengan matang lebihdahulu, dengan mempertimbangkan masalah yang mungkin timbul dalam implikasinya.Tingkat energi, spontanitas, dan berpetualang yang luar biasa sering tampak pada orang kreatif; demikian pula keinginan besar untuk mencoba aktivitas baru yang mengasyikkan –misal untuk menghipnotis, terjun payung, atau menjajagi kota atau tempat baru.Pribadi kreatif biasanya mempunyai rasa humor yang tinggi, dapat melihat masalah dari berbagai sudut pandang, dan memiliki kemampuan untuk bermain dengan ide, konsep, atau kemungkinan-kemungkinan yang dikhayalkan (Munandar, 2002: 54).Piers (dalam Ali & Asrori, 2006: 52) menambahkan karakteristik kreativitas adalah sebagai berikut: 1) memiliki dorongan yang tinggi; 2) memiliki keterlibatan yang tinggi; 3) memiliki rasa ingin tahu yang besar; 4) memiliki ketekunan yang tinggi; 5) cenderung tidak puas terhadap kemampanan; 6) percaya diri; 7) memiliki kemandirian yang tinggi; 8) bebas mengambil keputusan; 9) menerima diri sendiri; 10) senang humor; 11) memiliki intuisi yang tinggi; 12) cenderung tertarik pada hal-hal yang kompleks; 13) toleran terhadap ambiguitas; dan 14) bersifat sensitif.Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri pribadi kreatif dapat diketahui dari aspek kogniti dan afektifnya. Kedua aspek tersebut saling mendukung satu sama lain.
Buatlah rangkuman poin-poin penting dari teori kreativitas Guilford
Teori Kreativitas Torrance
- A. Kreativitas1. Pengertian KreativitasKreativitas merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menemukan dan menciptakan suatu hal baru,cara-cara baru, model baru, yang berguna bagi dirinya dan masyarakat. Hal-hal baru itu tidak selalu sesuatu yang sama sekali tidak pernah ada sebelumnya, unsur-unsurnya bisa saja telah ada sebelumnya, tetapi individu menemukan kombinasi baru, konstruk baru yang memiliki kualitas yang berbeda dengan keadaan sebelumnya. Jadi, hal baru itu adalah sesuatu yang bersifat inovatif. Kreativitas memegang peranan penting dalam kehidupan dan perkembangan manusia. Kreativitas banyak dilandasi oleh kemampuan intelektual, seperti intelegensi bakat dan kecakapan hasil belajar, tetapi juga didukung oleh faktor-faktor afektif dan psikomotor.Menurut David Campbell, Kreativitas adalah suatu kemampuan untuk menciptakan hasil yang sifatnya baru, inovatif, belum ada sebelumnya, menarik, aneh dan berguna bagi masyarakat.Pengertian Kreativitas menurut para ahli lainnya :Kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Sesuatu yang baru disini bukan berarti harus sama sekali baru, tetapi dapat juga sebagai kombinasi dari unsur-unsur yang telah ada sebelumnya.o Guilford (1970 : 236)Kreativitas mengacu pada kemampuan yang menandai cirri-ciri seorang kreatif.o Utami Munandar (1992 : 41)Kreativitas adalah kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan, dan orisinalitas dalam berpikir serta kemampuan untuk mengelaborasi suatu gagasan.o Rogers (1992 : 48)Kreativitas adalah proses munculnya hasil-hasil baru dalam suatu tindakan.o Drevdahl (Hurlock; 1978 : 3)Kreativitas adalah kemampuan untuk memproduksi komposisi dan gagasan-gagasan baru yang dapat berwujud aktivitas imajinatif atau sentesis yang mungkin melibatkan pembentukan pola-pola bar dan kombinasi dari pengalaman masa lalu yang dihubungkan dengan yang sudah ada pada situasi sekarang.o Pengertian Kreativitas Menurut TorranceMenurut Torrance (1981) kreativitas adalah proses kemampuan individu untuk memahami kesenjangan-kesenjangan atau hambatan-hambatan dalam hidupnya, merumuskan hipotesis-hipotesis baru dan mengkomunikasikan hasil-hasilnya, serta sedapat mungkin memodifikasi dan menguji hipotesis-hipotesis yang telah dirumuskan2. Perkembangan Kreatifitasa. Tahap sensorik – motorik ( 0 – 2 tahun)Pada tahap ini belum memiliki kemampuan untuk mengembangkan kreativitasnya. Sebab, pada tahap ini tindakan-tindakan anak masih berupa tindakan-tindakan fisik yang bersifat refleksif, pandangannya terhadap objek masih belum permanen, belum memiliki konsep tentang ruang dan waktu, belum memiliki konsep tentang sebab-akibat, bentuk permainannya masih merupakan pengulangan reflek-reflek, belum memiliki konsep tentang diri, ruang dan belum memiliki kemampuan berbahasa.b. Tahap Praoperasional ( 2 – 7 tahun)Pada tahap ini kemampuan mengembangkan kreativitas sudah mulai tumbuh karena anak sudah mulai tumbuh karena anak sudah mulai mengembangkan memori dan telah memiliki kemampuan untuk memikirkan masa lalu dan masa yang akan datang, meskipun dalam jangka waktu yang pendek.c. Tahap Operasional Konkrit ( 7 – 11 tahun)Faktor-faktor yang memungkinkan semakin berkembangnya kreativitas itu adalah:1) Anak sudah mulai mampu untuk menampilkan operasi-operasi mental2) Mulai mampu berpikir logis dalam bentuk yang sederhana3) Mulai berkembang kemampuan untuk memelihara identitas-identitas diri4) Konsep tentang ruang sudah semakin meluas5) Sudah amat menyadari akan adanya masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang6) Sudah mampu mengimajinasikan sesuatu, meskipun biasanya masih memerlukan bantuan objek-objek konkrit.d. Tahap Operasional Formal ( 11 tahun ke atas)Ada beberapa faktor yang mendukung berkembangnya potensi kreativitas ini, yakni :1) Remaja sudah mampu melakukan kombinasi tindakan secara proposional berdasarkan pemikiran logis2) Remaja sudah mampu melakukan kombinasi objek-objek secara proporsional berdasarkan pemikiran logis3) Remaja sudah memiliki pemahaman tentang ruang relative4) Remaja sudah memiliki pemahaman tentang waktu relative5) Remaja sudah mampu melakukan pemisahan dan pengendalian variabel-variabel dalam menghadapi masalah yang kompleks6) Remaja sudah mampu melakukan abstraksi relative dan berpikir hipotesis7) Remaja sudah memiliki diri ideal8) Remaja sudah menguasai bahasa abstrak3. Tahap-tahap Kreativitasa. Persiapan (preparation)Merupakan tahap awal berisi kegiatan pengenalan masalah, pengumpulan data-informasi yang relevan, melihat hubungan antara hipotesis dengan kaidah-kaidah yang ada. Tetapi belum sampai menemukan sesuatu, baru menjajagi kemungkinan-kemungkinan.b. Inkubasi (incubation)Merupakan tahap menjelaskan, membatasi, membandingkan masalah. Dengan proses ini diharapkan ada pemisahan, mana hal-hal yang benar-benar penting dan mana yang tidak, mana yang relevan dan mana yang tidak.c. Iluminasi (illumination)Merupakan tahap mencari dan menemukan kunci pemecahan, menghimpun informasi dari luar untuk dianalisis dan disintesiskan kemudian merumuskan beberapa keputusan.d. Ferifikasi (verification)Merupakan tahap mentes dan membuktikan hipotesis,apakah keputusan yang diambil itu tepat atau tidak.4. Karakteristik Kreativitasa. Diers (Adams : 1976) mengemukakan bahwa karakteristik :1) Memiliki dorongan (drive) yang tinggi2) Memiliki rasa ingin tahu yang besar3) Penuh percaya diri4) Toleran terhadap ambiguitas5) Bersifat sensitive, dan lain-lainb. Utami Munandar (1992) mengemukakan cirri-ciri kreativitas antara lain :1) Senang mencari pengalaman baru2) Memiliki inisiatif3) Selalu ingin tahu4) Mempunyai rasa humor5) Berwawasan masa depan dan penuh imajinasi, dan lain-lain.c. Clark (1988) mengemukakan karakteristik kreativitas adalah sebagai berikut :1) Memiliki disiplin diri yang tinggi2) Senang berpetualang3) Memiliki wawasan yang luas4) Mampu berpikir periodic5) Memerlukan situasi yang mendukung6) Sensitif terhadap lingkungan7) Memiliki nilai estetik yang tinggid. Torance (1981) mengemukakan karakteristik kreativitas adalah :1) Memiliki rasa ingin tahu yang besar2) Tekun dan tidak mudah bosan3) Percaya diri dan mandiri4) Berani mengambil resiko5) Berpikir divergen5. Sikap Orang Tua Terhadap Perkembangan Kreativitas AnakSikap orang tua sangat mempengaruhi krea tivitas anak. Orang tua, adalah individu yang secara intens berhubungan dengan anak, akan menjadi model bagi anak. Selain itu, sikap orang tua terhadap perkembangan kreativitas anak juga memegang peranan penting.Sikap orang tua disini akan dibedakan antara sikap orang tua yang menunjang dan yang tidak menunjang pengembangan kreatif anak.Sikap orang tua yang memupuk kreativitas anakMunandar (1999) menjelaskan bahwa dari berbagai penelitian diperoleh hasil, bahwa sikap orang tua yang memupuk kreativitas anak, ialah:1. Menghargai pendapat anak dan mendorongnya untuk mengungkapkannya.2. Memberi waktu kepada anak untuk berpikir, merenung, dan berkhayal.3. Membiarkan anak mengambil keputusan sendiri.4. Mendorong kemelitan anak, untuk menjajaki dan mempertanyakan banyak hal.5. Meyakinkan anak bahwa orang tua menghargai apa yang ingin dicoba dilakukan, dan apa yang dihasilkan.6. Menunjang dan mendorong kegiatan anak.7. Menikmati keberadaannya bersama anak8. Memberi pujian yang sungguh-sungguh kepada anak9. Mendorong kemandirian anak dalam bekerja10. Melatih hubungan kerja sama yang baik dengan anak.Sikap orang tua yang tidak menunjang kreativitas anakMenurut Munandar (1999), sikap orang tua yang tidak menunjang pengembangan kreativitas anak ialah:1. Mengatakan kepada anak bahwa ia dihukum jika berbuat salah.2. Tidak membolehkan anak menjadi marah terhadap orang tua.3. Tidak membolehkan anak mempertanyakan keputusan orang tua.4. Tidak memperbolehkan anak bermain dengan anak dari keluarga yang mempunyai pandangan dan nilai yang berbeda dari keluarga anak.5. Anak tidak boleh berisik.6. Orang tua ketat mengawasi kegiatan anak.7. Orang tua memberi saran-saran spesifik tentang penyelesaian tugas.8. Orang tua kritis terhadap anak dan menolak gagasan anak.9. Orang tua tidak sabar dengan anak.10. Orang tua dan anak adu kekerasan.11. Orang tua menekan dan memaksa anak untuk menyelesaikan tugas.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan KreativitasClark (1983) mengkategorikan faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas ke dalam 2 kelompok yakni :a. Faktor-faktor yang mendukung1. Situasi yang menghadirkan ketidak lengkapan serta keterbukaan2. Situasi yang memungkinkan dan mendorong timbulnya banyak pertanyaan3. Situasi yang dapat mendorong dalam rangka menghasilkan sesuatu4. Situasi yang mendorong tanggung jawab dan kemandirianb. Faktor-faktor yang menghambat1. Tidak menghargai terhadap fantasi dan hayalan2. Otoritarianisme3. Diferensiasi antara bekerja dan bermain4. Stereotif peran seks/jenis kelamin5. Kurang berani dalam melakukan eksplorasi, menggunakan imajinasi, dan penyelidikan.Utami Munandar (1988) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas adalah :a. Usiab. Tingkat pendidikan orangtuac. Tersedianya fasilitasd. Penggunaan waktu luang7. Upaya Membantu Mengembangkan Kreativitas dan Implikasinya Dalam PendidikanDalam konteks relasi dengan anak-anak kreatif Torrance (1977) menamakan relasi bantuan dengan istilah “Creative relationship” yang memiliki karakteristik sebagai berikut :o Pembimbing berusaha memahami pikiran dan perasaan anako Pembimbing mendorong anak untuk mengungkapkan gagasan-gagasannya tanpa mengalami hambatano Pembimbing lebih menekan pada proses daripada hasil sehingga pembimbing dituntut mampu memandang permasalahan anak sebagai bagian dari keseluruhan dinamika perkembangan dirinya.o Pembimbing tidak memaksakan pendapat, pandangan, atau nilai-nilai tertentu kepada anak.o Pembimbing berusaha mengeksplorasi segi-segi positif yang dimiliki anak dan bukan sebaliknya mencari-cari kelemahan anak.Dedi Supriadi (1994) mengemukakan sejumlah bantuan yang dapat digunakan untuk membimbing perkembangan anak-anak kreatif, yaitu sebagai berikut :o Menciptakan rasa aman kepada anak untuk mengekspresikan kreativitasnyao Mengakui dan menhargai gagasan-gagasan anako Menjadi pendorong bagi anak untuk mengkombinasikan dan mewujudkan gagasan-gagasannya.o Membantu anak memahami divergensinya dalam berpikir dan bersikap dan bukan malah menghukumnyao Memberikan peluang untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasannyao Memberikan informasi-informasi mengenai peluang-peluang yang tersedia.Torrance (1988), kreativitas adalah proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang kekurangan (masalah) ini, menilai dan menguji dugaan atau hipotesis, kemudian mengubah dan mengujinya lagi, dan akhirnya menyampaikan hasil-hasilnya.Dari berbagai pengertian yang dikemukakan oleh para ahli untuk menjelaskan makna dari kreativitas penulis mengambil kesimpulan bahwa kreativitas adalah kemampuan menciptakan sesuatu yang baru, proses konstuksi ide yang dapat diterapkan dalam menyelesaikan masalah, serta suatu kegiatan yang bermanfaat.Adapun Definisi kreativitas tergantung pada segi penekanannya, kreativitas dapat didefinisikan kedalam empat jenis dimensi sebagai Four P’s Creativity, yaitu dimensi Person,Proses, Press dan Product sebagai berikut :1. Definisi kreativitas dalam dimensi Person. Definisi pada dimensi person adalah upaya mendefinisikan kreativitas yang berfokus pada individu atau person dari individu yang dapat disebut kreatif. “Creativity refers to the abilities that are characteristics of creative people” (Guilford, 1950 dalam Reni Akbar-Hawadi dkk, 2001). “Creative action is an imposing of one’s own whole personality on the environment in an unique and characteristic way
(Hulbeck, 1945 dikutip Utami Munandar, 1999). Guilford menerangkan bahwa kreativitas merupakan kemampuan atau kecakapan yang ada dalam diri seseorang, hal ini erat kaitannya dengan bakat. Sedangkan Hulbeck menerangkan bahwa tindakan kreatif muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan lingkungannya. Definisi kreativitas dari dua pakar diatas lebih berfokus pada segi pribadi.2. Kreativitas dalam dimensi Process. Definisi pada dimensi proses upaya mendefinisikan kreativitas yang berfokus pada proses berpikir sehingga memunculkan ide-ide unik atau kreatif. “Creativity is a process that manifest in self in fluency, in flexibility as well in originality of thinking” (Munandar, 1977 dalam Reni Akbar-Hawadi dkk, 2001). Utami Munandar menerangkan bahwa kreativitas adalah sebuah proses atau kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibititas), dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci), suatu gagasan. Pada definisi ini lebih menekankan pada aspek proses perubahan (inovasi dan variasi). Dari pendapat diatas kreativitas sebagai sebuah proses yang terjadi didalam otak manusia dalam menemukan dan mengembangkan sebuah gagasan baru yang lebih inovatif dan variatif (divergensi berpikir).3. Definisi Kreativitas dalam dimensi Press. Definisi dan pendekatan kreativitas yang menekankan faktor press atau dorongan, baik dorongan internal diri sendiri berupa keinginan dan hasrat untuk mencipta atau bersibuk diri secara kreatif, maupun dorongan eksternal dari lingkungan sosial dan psikologis. Definisi Simpson (1982) dalam S. C. U. Munandar 1999, merujuk pada aspek dorongan internal dengan rumusannya sebagai berikut : “The initiative that one manifests by his power to break away from the usual sequence of thought”
Mengenai “press” dari lingkungan, ada lingkungan yang menghargai imajinasi dan fantasi, dan menekankan kreativitas serta inovasi. Kreativitas juga kurang berkembang dalam kebudayaan yang terlalu menekankan tradisi, dan kurang terbukanya terhadap perubahan atau perkembangan baru.4. Definisi Kreativitas dalam dimensi Product. Definisi pada dimensi produk merupakan upaya mendefinisikan kreativitas yang berfokus pada produk atau apa yang dihasilkan oleh individu baik sesuatu yang baru/original atau sebuah elaborasi/penggabungan yang inovatif. “Creativity is the ability to bring something new into existence” (Baron, 1976 dalam Reni Akbar-Hawadi dkk, 2001)
Definisi yang berfokus pada produk kreatif menekankan pada orisinalitas, seperti yang dikemukakan oleh Baron (1969) yang menyatakan bahwa kreatifitas adalah kemampuan untuk menghasilkan/menciptakan sesuatu yang baru. Begitu pula menurut Haefele (1962) dalam Munandar, 1999; yang menyatakan kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru yang mempunyai makna sosial. Dari dua definisi ini maka kreatifitas tidak hanya membuat sesuatu yang baru tetapi mungkin saja kombinasi dari sesuatu yang sudah ada sebelumnya.Dari berbagai pengertian yang dikemukakan oleh para ahli untuk menjelaskan makna dari kreativitas yang dikaji dari empat dimensi yang memberikan definisi saling melengkapi. Untuk itu kita dapat membuat berbagai kesimpulan mengenai definisi tentang kreativitas dengan acuan beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli.Dari beberapa uraian mengenai definisi kreativitas yang dikemukakan diatas peneliti menyimpulkan bahwa : “Kreativitas adalah proses konstruksi ide yang orisinil (asli), bermanfaat, variatif (bernilai seni) dan inovatif (berbeda/lebih baik)”.B. KONSEP DASAR KREATIVITAS BERDASAR 4 PStrategi 4P yaitu Pribadi, Pendorong, Proses, dan Produk yang menurut para ahli dapat membantu mengembangkan kreatifitas anak jika diterapkan secara benar. Pada dasarnya setiap anak memiliki kreativitas, hanya saja tidak semua anak bisa mengembangkan kreatifitasnya dengan benar. Untuk itu diperlukan peran orang tua dalam mengembangkan kreatifitas tersebut. Melalui strategi 4P ini diharapkan dapat membantu orang tua dalam mengembangkan kreativitas anaknya.Pribadi
Hal pertama yang harus orang tua ketahui dalam upaya mengembangkan kreatifitas anak adalah dengan memahami pribadi mereka, diantaranya dengan :- Memahami bahwa setiap anak memiliki pribadi berbeda, baik dari bakat, minat, maupun keinginan.
- Menghargai keunikan kreativitas yang dimiliki anak, dan bukan mengharapkan hal-hal yang sama antara satu anak dengan anak lainnya, karena setiap anak adalah pribadi yang “unik”, dan kreatifitas juga merupakan sesuatu yang unik.
- Jangan membanding-bandingkan anak karena tiap anak memiliki minat, bakat, kelebihan serta ketebatasannya masing-masing. Pahamilah kekurangan anak dan kembangkanlah bakat dan kelebihan yang dimilikinya.
Pendorong
Dorongan dan motivasi bagi anda sangat berguna bagi anak dalam mengembangkan motivasi instrinsik mereka, dengan begitu mereka akan sendirinya berkreasi tanpa merasa dipaksa dan dituntut ini itu, kita dapat melakukan :- Berilah fasilitas dan sarana bagi mereka untuk berkreasi, misalnya melalui mainan-mainan yang bisa merangsang daya kreativitas anak misalnya balok-balok susun, lego, mainan alat dapur dan sebagainya. Hindari memberikan mainan yang tinggal pencet tombol atau mainan langsung jadi.
- Ciptakan lingkungan keluarga yang mendukung kreatifitas anak dengan memberikan susana aman dan nyaman.
- Hindari membatasai ruang gerak anak didalam rumah karena takut ada barang-barang yang pecah atau rusak, karena cara ini justru bisa memasung kreativitas mereka, alangkah lebih baik jika anda mau mengalah dengan menyimpan dahulu barang-barang yang mudah pecah ketempat yang aman, atau anda bisa meyediakan tempat khusus bermain anak, dimana anak bebas berkreasi.
- Disiplin tetap diperlukan agar ide-ide kreatif mereka bisa terwujud.
Proses
Proses berkreasi merupakan bagian paling penting dalam pengembangan kreativitas dimana anak anda akan merasa mampu dan senang bersibuk diri secara kreatif dengan aktifitas yang dilakukannya, baik melukis, menyusun balok, merangkai bunga dan sebagainya, beberapa hal yang dapat dilakukan:- Hargailah kreasinya tanpa perlu berlebihan, karena secara intuisif anak akan tahu mana pujian yang tulus dan yang mana yang hanya akan basa-basi.
- Hindari memberi komentar negatif saat anak berkreasi, apalagi disertai dengan perintah ini itu terhadap karya yang sedang dibuatnya, karena hal ini justru dapat menyurutkan semangatnya berkreasi.
- Peliharalah harga diri anak dengan mengungkapkan terlebih dahulu komentar anda secara positif, misalnya “bunda senang adek bisa membuat menara seperti itu, lain kali adek buat yang lebih tinggi dan tidak mudah ambruk ya.” Dengan demikian anak akan merasa dirinya mampu dan dihargai lingkungannya
Produk
Pada tahap ini anak sudah bisa menghasilkan produk kreatif mereka, yang bisa dilakukan:- Hargailah hasil kreatifitas mereka meski hasilnya agak kurang memuaskan.
- Pajanglah karya anak anda di kamar mereka atau tempat-tempat lain yang memungkinkan. Dengan demikian, anak akan merasa bangga karena karyanya dihargai.
TEORU MENGENAI KREATIVITAS :C. TEORI PEMBENTUKAN PRIBADI KREATIF :a. Teori PsikoanalisaPsikoanalisa memandang kreativitas sebagai hasil mengatasi suatu masalah, yang biasanya dimulai sejak di masa anak-anak. Priadi kreatif dipandang sebagai seseorang yang pernah mempunyai pengalaman traumatis, yang dihadapi dengan memungkinkan gagasan-gagasan yang disadari dan yang tidak disadari bercampur menjadi pemecahan inovatif dari trauma.Adapun tokoh-tokohnya adalah:Sigmund Freud. Ia menjelaskan proses kreatif dari mekanisme pertahanan, yang merupakan upaya tak sadar untuk menghindari kesadaran mengenai ide-ide yang tidak menyenangkan atau yang tidak dapat diterima. Sehingga biasanya mekanisme pertahanan merintangi produktivitas kreatif. Meskipun kebanyakan mekanisme pertahanan menghambat tindakan kreatif, namun justru mekanisme sublimasi justru merupakan penyebab utama dari kreativitas.Ernest Kris. Ia menekankan bahwa mekanisme pertahanan regresi (beralih ke perilaku sebelumnya yang akan memberi kepuasaan, jika perilaku sekarang tidak berhasil atau tidak memberi kepuasaan) juga sering muncul dalam tindakan kreatif.Carl Jung. Ia juga percaya bahwa ketidaksadaran memainkan peranan yang amat penting dalam kreativitas tingkat tinggi. Alam pikiran yang tidak disadari dibentuk oleh masa lalu pribadi. Dengan adanya ketidaksadaran kolektif, akan timbul penemuan, teori, seni, dan karya-karya baru lainnya. Prose inilah yang menyebabkan kelanjutan dari eksistensi manusia.b. Teori HumanistikHumanistik lebih menekankan kreativitas sebagai hasil dari kesehatan psikologis tingkat tinggi. Dan kreativitas dapat berkembang selama hidup dan tidak terbatas pada usia lima tahun pertama.Abraham Maslow. Ia menekankan bahwa manusia mempunyai naluri-naluri dasar yang menjadi nyata sebagai kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan itu, diwujudkan Maslow sebagai hirarki kebutuhan manusia, dari yang terendah hingga yang tertinggi.Carl Rogers. Ia menjelaskan ada 3 kondisi dari pribadi yang kreatif, adalah keterbukaan terhadap pengalaman, kemampuan untuk menilai situasi sesuai dengan Patokan pribadi seseorang, kemampuan untuk bereksperiman atau untuk ‘bermain’ dengan konsep-konsep.C. Teori Cziksentmihalyi
Ciri pertama yang memudahkan tumbuhnya kreativitas adalah Predisposisi genetis (genetic predispotition). Contoh seorang yang system sensorisnya peka terhadap warna lebih mudah menjadi pelukis, peka terhadap nada lebih mudah menjadi pemusik.a. Minat pada usia dini pada ranah tertentu:Minat menyebabkan seseorang terlibat secara mendalam terhadap ranah tertentu, sehingga mencapai kemahiran dan keunggulan kreativitas.b. Akses terhadap suatu bidang:Adanya sarana dan prasarana serta adanya pembina/mentor dalam bidang yang diminati sangat membantu pengembangan bakat.
c. Access to a field:Kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan teman sejawat + tokoh-tokoh penting dalam bidang yang digeluti, memperoleh informasi yang terakhir, mendapatkan kesempatan bekerja sama dengan pakar-pakar dalam b idang yang diminati sangat penting untuk mendapatkan pengakuan + penghargaan dari orang-orang penting.
Orang-orang kreatif ditandai adanya kemampuan mereka yang luar biasa untuk menyesuaikan diri terhadap hampir setiap situasi dan untuk melakukan apa yang perlu untuk mencapau tujuannya NORMA KREATIVITAS MENGGUNAKAN TORRANCE TEST OF CREATIVITY THINKING UNTUK ANAK USIA 6-12 TAHUN
Yeni Anna Appulembang
Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara
Abstract
Every childis basically creative, what differentiate one child to another is the degree and form of creativity that the child shows (Mulyadi, S in Budi, 2007). Therefore stimuli from the environment are necessary, so that creative thinking ability stored in each child can appear (Munandar, 1999). Nowadays, many scales of gifted children's traits have been developed that make it easier for teachers to track the capabilities of highly skilled children. What measurements will be used in tracking gifted children depend on what abilities or traits are deemed important that are owned by gifted children (Renzulli in Munandar, 1999). Based on Guilford's theory, Torrance then developed a test to measure creativity called TTCT (Torrance Test Creative Thinking). This test measures 4 aspects: (1) Fluency; (2) Elaboration; (3) Originality and; (4) Abstractness of Title. Each one of all the four aspects of Torrance Test of Creativity Thinking has its own norm. As a researcher, I want to develop the norms based on the characteristicsof subjects residing in Indonesia. The subjects were children aged 7 to 12 who were in elementary school. The sample used in this study amounted to 201. Based on the results of data analysis, this study resulted norms of Fluency; Elaboration; Originality and; Abstractness of Title. In addition, criterion validity (predictive validity) test has also been done and scores obtained from Torrance Test Creative Thinking-Figural (TTCT-F) can predict a person's future creativity based on age.Keywords: creativity, norms, Torrance test of creativity thinking
Buatlah resume pokok-pokok Teori Kreativitas Torrance dan Torrance Test Creative Thinking !
UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS)
1. Jelaskan pengertian ‘psikologi seni’ !
2. Uraikan pemikiran Sigmund Freud tentang psikoanalisa !
3. Bagaimana hubungan psikoanalisa dengan seni rupa?
4. Sebutkan pemikiran Carl Gustav Jung tentang archetypes !
5. Jelaskan pemikiran Alfred Adler tentang psikologi individual !
6. Apa yang dimaksud dengan ‘hirarki kebutuhan’ dari Abraham Maslow ?
7. Uraikan psikoanalisis Lacan, The Real, The Imaginary, The Symbolic
8. Jelaskan definisi kreativitas !
9. Jelaskan garis-garis besar Torrance Test of Creative Thinking ?
10. Apa yang dimaksud dengan teori kreativitas Guilford ?
TEORI WALLAS (TEORI TENTANG PROSES KREATIF)
TEORI WALLAS (TEORI TENTANG PROSES KREATIF)
08.00Teori Wallas, salah satu teori yang sampai sekarang banyak dikutip adalah teori Wallas yang dikemukakan pada tahun 1926 dalam bukunya “The Art of Thought” (Piirto, 1992) yang menyatakan bahwa proses kreatif meliputi empat tahap, yaitu (1) persiapan, (2) inkubasi, (3) iluminasi, dan (4) verifikasi. Berabad – abad orang berupaya menjelaskan apa yang terjadi apabila seseorang mencipta.Pada tahap pertama, seseorang mempersiapkan diri untuk memecahkan masalah dengan belajar berpikir, mencari jawaban, bertanya kepada orang lain, dan sebagainya.Pada tahap kedua, kegiatan mencari dan menghimpun data/informasi tidak dilanjutkan. Tahap inkubasi adalah tahap di mana individu seakan – akan melepaskan diri untuk sementara dari masalah tersebut, dalam arti bahwa ia tidak memikirkan masalahnya secara sadar, tetapi “mengeramnya” dalam alam pra – sadar. Sebagaimana terlihat dari analisis biografi maupun dari laporan tokoh seniman dan ilmuwan, tahap ini penting artinya dalam proses timbulnya inspirasi yang merupakan titik mula dari suatu penemuan atau kreasi baru berasal dari daerah pra – sadar. Sebagaimana terlihat dari analisis biografi maupun dari laporan tokoh seniman dan ilmuwan, tahap ini penting artinya dalam proses timbulnya inspirasi yang merupakan titik mula dari suatu penemuan atau kreasi baru berasal dari daerah pra – sadar atau timbul dalam keadaan ketidaksadaran penuh.Tahap ilumunasi adalah tahap timbulnya “insight” atau “Aha – Erlebnis”, saat timbulnya inspirasi atau gangguan baru, beserta proses – proses psikologi yang mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi atau gagasan baru.Tahap verifikasi atau evaluasi adalah tahap di mana ide atau kreasi baru tersebut harus diuji terhadap realitas. Disini diperlukan pemikiran kritis dan konvergen. Dengan perkataan lain, proses divergensi (pemikiran kreatif) harus diikuti oleh proses konvergensi (pemikiran kritis).Sumber: Kreativitas & Keberbakatan, Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif & Bakat. Prof Dr. S.C. Utami Munandar. (Hal. 58 – 59)Analisis Kemampuan Berpikir Kreatif Berdasarkan Teori Wallas pada Materi Geometri Kelas VIII
Nur Livia Dewi Mashitoha,*, Y.L. Sukestiyarnob, WardonobaProgram Pascasarjana Universitas Negeri Semarang, Semarang, 50237, IndonesiabDosen Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang, Semarang, 50237,Indonesia*Alamat Surel: nurliviadewimashitoh@gmail.comAbstrak
Kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki dan dikembangkan siswa dalam pembelajaran matematika sebagai upaya untuk menghadapi tantangan abad 21. Penelitian ini menggunakan tahapan berpikir kreatif berdasarkan teori Wallas yang terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan, inkubasi, iluminasi, dan verifikasi. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis kemampuan berpikir kreatif berdasarkan teori Wallas pada materi geometri kelas VIII. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif kualitatif. Subjek penelitian terdiri dari tiga siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Rembang yang dipilih secara acak. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu tes dan wawancara. Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu triangulasi teknik. Triangulasi teknik dalam penelitian ini dilakukan dengan membandingkan hasil tes dengan data hasil wawancara subjek dan pencapaiannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek penelitian belum terbiasa melakukan tahapan berpikir kreatif Wallas khususnya pada tahap inkubasi dan verifikasi.Kata kunci:Kemampuan Berpikir Kreatif, Teori Wallas,Geometri© 2019Dipublikasikan olehUniversitas Negeri Semarang1. Pendahuluan
Proses kognitif dalam higher order thinking skills(HOTS) terdiri dari (1) menganalisis dan mengevaluasi merupakan bagian dariberpikir kritis, dan (2) mencipta merupakan bagian dari berpikir kreatif (Jailani et al., 2018). Berpikir kreatif diartikan sebagaifaktor penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan interaksi dalam kegiatan sosial (Qadri, Ikhsan, & Yusrizal, 2019). Sejalan dengan hal tersebut Ulinnuha, Waluya, & Rochmad (2019)mengemukakan bahwa kemampuan berpikir kreatif merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki setiap orang untuk menghadapi tantangan teknologi. Upaya untuk menghadapi tantangan tersebut maka siswa harus dilatih dan dibiasakan untuk berpikir kreatif. Berpikir kreatif sering disebut jugadengan dengan kreativitas. Kreativitas adalahmengkonstruksi dari berbagaiaspek yang sulit secara ringkas didefinisikan dan ditangkap yang membutuhkan proses yang memerlukan waktu lama (Hines, Catalana, & Anderson, 2019).Berdasarkan hal tersebut sebagai upaya untuk mengembangkan kreativitas siswa maka guru perlu meninggalkan pembelajaran konvensionalyang berpusat pada guru (Oktaviani & Hidayanto, 2018). Jika pembelajaran yang dilakukan bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif, maka guru harus membiasakan siswa untuk mengerjakan soal-soal yang membutuhkan kemampuan berpikir kreatif. Kemampuan berpikir kreatif pada umumnya dihubungkan dengan realisasi sebuah ide yang sangat penting untuk melaksanakan tahapan pembelajaran untuk momen inspirasi dapat terjadi(Hines, Catalana, & Anderson, 2019).Selain itu kreativitas memiliki tujuan pentingdalampendidikan saat ini yaitu menghadapi tantangan keterampilan abad 21 (Peng, Cherng, & Chen, 2013).Sejalan dengan hal tersebut berpikir kreatif menjadi tujuan penting dalam sistem pendidikan yang dikembangkan (Mrayyan, 2016). Tujuan tersebut dapat diwujudkan apabila sekolah menciptakan lingkungan belajar yang inovatif, kegiatan pembelajaran yang aktif, dan menyiapkan ruang kreatif (Lin & Wu, 2016).Sejalan dengan hal tersebut kurikulum 2013 (K13) mempunyai tujuan salah satunya yaitumembiasakan siswa untuk berpikir kreatif pada semua mata pelajaran. Namun pada pelaksaan pembelajaran pada mata pelajaran tertentu masih terjadi beberapa kendala yang dihadapi. Salah satu mata pelajaran yang menghadapi kendala tersebutyaitu matematika.Faktanya matematika sudah diberikan pada siswa mulai dari sekolah dasar dengan tujuan untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif(Maharani, Waluya, & Sugianto, 2015). Namun tujuan tersebut belummasih belum terealisasikan, siswa masih merasa kesulitan ketika dituntut untuk berpikir kreatif. Karena pada dasarnya berpikir kreatif dalam matematika merupakan aktivitas mental yang diarahkan pada pembentukan hubungan matematika baru di luar hubungan yang diketahui siswa dalam matematika (Mrayyan, 2016). Menyoroti sub bidang matematika yaitu geometri, dimana pada sub bab tersebut terdiri dari konsep yang diperlukan perhatian lebih agar siswa dapat memahami(Maharani, Sukestiyarno, & Waluya, 2017). Sebagai upaya agar geometri dapat dipahami siswayaitu dengan cara melatih siswa untuk membiasakan melakukantahapan berpikir kreatif. Namun fakta dilapangan menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi geometri masih rendah. Sesuai dengan hasil penelitian Maharani & Sukestiyarno (2017)menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran geometri termasuk dalam kategori tidak kreatif. Hal tersebut disebabkan karena siswa tidak dibiasakan untuk menggunakan pemikiran divergen dan penalaran yang penting untuk mengenal konteks baru yang dapat merangsang siswa untuk memberikan respon positif dan aktif dalam kegiatan pembelajaran (Mujib, Maharani, & Sukestiyarno, 2017). Siswa terbiasa mengerjakan soal rutin sehingga apabila dihadapkan dengan soal non-rutin maka akan sukar untuk menyelesaikannya. Oleh sebab itu, kemampuan berpikir kreatif harus dilatih dan dikembangkan oleh guru dalam kegiatanpembelajaran di kelas dengan mencoba dan menerapkan model pembelajaran yang tepat untuk menumbuhkan kreativitas siswa(Puspitasari, In’am, & Syaifuddin, 2018).Proses berpikir kreatif merupakan tahapan bagaimanakreativitas siswa terjadi.Salah satu teori tahapan berpikir kreatif dikemukakan oleh Wallas. Terdapat empat tahapan proses berpikir kreatif berdasarkan teori Wallas yaitu persiapan (preparation), inkubasi (incubation), iluminasi (illumination), dan verifikasi (verification)(Sadler-Smith, 2015). Tahapan tersebut dijelaskan sebagai berikut (1) pada tahap persiapan siswa mengumpulkan informasi yang relevan untuk memecahkan permasalahan, (2) pada tahap inkubasi siswa akan melepaskan diri untuk sementara dari suau permasalahan dan memikirkannya di bawah alam sadar, (3) pada tahap iluminasi siswa mendapatkan ide atau gagasan yang muncul pada tahap inkubasi, dan (4) pada tahap verifikasi siswa menguji tahap atau memeriksa hasil jawaban (Savic, 2016).Tahap berpikir kreatif Wallas digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif serta untuk mengetahui pada tahap ke berapa yang sulit untuk dilakukan siswa. Pada dasarnya siswa belum terbiasa untukmelakukan tahapan berpikir kreatifsecara menyeluruh. Siswa terbiasa untuk berpikir secara instan dan bergantung pada bantuan orang lain. Kemampuan berpikir kreatif dapat ditingkatkan apabila siswa dibiasakan untuk melakukansetiap tahapan berpikir kreatif. Oleh karena itu penelitian berikut dilakukan untuk menganalisis kemampuan berpikir kreatif berdasarkan teori Wallas pada materi geometri kelas VIII.2. PembahasanBerdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan akan disajikan analisis kemampuan berpikir kreatifberdasarkan teori Wallas dari hasil wawancara dan lembar hasil jawaban subjek penelitian. Sebelum soal diberikan kepada siswa, peneliti melakukan wawancara awal untuk mengetahui kesulitan yang dihadapi siswa. Setelah wawancara selesai siswa diberikan tes kemampuan berpikir kreatif. Hasildari tes tersebut dapat dilihat pada lembar hasil jawaban subjek penelitiansebagai berikut.Gambar 1.Lembar Hasil Jawaban Subjek Pertama (S-1)Gambar 2.Lembar Hasil Jawaban Subjek Kedua (S-2) 3.Lembar Hasil Jawaban Subjek Ketiga (S-3)Wawancara akhir dilakukan untuk mengetahui tahapan berpikir kreatif Wallas yang digunakan untuk menyelesaikan sebuah soal. Berikut ini kutipan wawancara antara peneliti (P) dan subjek pertama (S-1).P:Apa saja informasi yang diketahui dari soal tersebut?S-1:Awalnya saya merasa sulit untuk memahami soal cerita yang diberikan, setelah beberapa kali saya baca barulah saya memahaminya. Dari soal tersebut diketahui terdapat tabel data konsumsi ikan masyarakat Indonesia dimana tahun menyatakan nilai dan angka konsumsi ikan menyatakan nilai , rata-rata kenaikan angka tiap tahunnya 3 kg/kapita, dan ditanyakan persamaan garis yang terbentuk dari tahun ke-4 dan ke-5.P:Apakah saudara menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan soal pada lembar jawab?S-1:Tidak pernah.P:Bagaiama cara saudara menjawab pertanyaan tersebut? Ceritakan langkah-langkah yang akan kamu lakukan.S-1:Pertama saya menggambar pasangan titik-titik pada diagram kartesius dan menghubungkan titik-titiknya, kedua saya memahamikembalipertanyaan yang ada dalam soal, dan ketiga saya mengingat rumus untuk cara mencari persamaan garis lurus (pgl) melalui dua titik. P:Apa rumus yang saudara gunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut?S-1:Saya bingung untuk menentukan rumus yang mana untuk mengerjakan soal tersebut, karena terdapat banyak rumus untuk mencari pgl. P:Kemudian apa yang selanjutnya saudara lakukan?S-1:Setelah saya mengingat-ingat materi yang sudah diajarkan sepertinya pgl yang ditanyakan dicari dengan rumus menentukan pgl dari dua buah titik yang diketahui.P:Coba ceritakan bagaimana kamu mengerjakan soal tersebut?S-1:Untuk menentukan pgl dari dua titik yang diketahui yaitu menggunakan rumus. Sebelum mencari pgl maka terlebih dahulu menghitung gradien dari pgl tersebut. P:Bagaimana cara saudara menghitung gradien dan pgl tersebut?S-1:Dengan menggunakan rumus kemudian dimasukkan ke dalam rumus . Hasilnya pgl yaitu .P:Apa kesimpulan dari jawabanmu? Apakah setelah selesai saudara memeriksa hasil jawabanmu kembali? S-1:Jadi pgl melalui dua titik yang diketahui yaitu (5, 51) dan (4, 47) yaitu . Tidak memeriksanyakembali.Berikut tahapan berpikir kreatif subjek penelitian dalam menyelesaikan soal berdasarkan teori Wallas.Tabel1.Tahapan Berpikir Kreatif Subjek Penelitian Berdasarkan Teori WallasTahapS-1S-2S-3PersiapanP1, P2, P4P1, P2, P4P2IluminasiI1, I2, I3, I4I3I2InkubasiQ1, Q2, Q3Q1, Q2, Q3Q1, Q2, Q3Verifikasi---Tabel 2 Keterangan Tahapan Berpikir KreatifKodeKeteranganP1Membaca soalP2Mengidentifikasiinformasi yang terdapat padasoal P3Menulis pasangan setiap titik-titik(1, 38), (2, 41), (3, 44), (4, 47), dan (5, 51)P4Menggambarkan pasangan titik-titik pada diagram kartesiusI1Membaca soal kembaliI2Mengingat materi yang sudah dipelajariI3Menghubungkan pasangan titik yang menyatakan konsumsi ikan pada tahun ke-4 dan ke-5 I4Merencanakan ide untuk mencari pgl melalui dua titikQ1Menerapkan ide dengan menuliskan rumus mencari pgl melalui dua titikyang diketahuiQ2Menerapkan ide dengan mencari gradien garis melalui dua titik yang diketahuiQ3Menerapkan ide dengan mencari pgl melalui dua titik yang diketahuiV1Memeriksa rumus yang digunakan apakah sudah sesuaiV2Memeriksa kembali perhitungangradien: V3Memeriksa kembali hasilpgl yaitu Hasil analisis menunjukkan bahwa setiap subjek penelitian memiliki cara yang berbeda-beda untuk menyelesaikan sebuah soal. Berdasarkan tahapan berpikir kreatif Wallas terlihat bahwa subjek penelitian mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal karena melewati beberapa tahapan berpikir kreatif. Pada tahap persiapan terlihat bahwa subjek penelitian membaca soaluntuk mencari informasi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan pertanyaan yang terdapat dalam soal.Sejalan dengan hasil penelitianSunaringtyas, Asikin, & Junaedi (2017)bahwa tahap persiapan merupakan tahap dimana siswa mempersiapkan diri untuk memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan informasi yang relevan untuk penyelesain masalah. Berdasarkan hasil jawaban dan wawancara subjek penelitian diketahui bahwa subjektidak menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan dalam soal sehingga dilakukan wawancara untuk mengetahui pemahamanterhadap soal.Namun ketika subjek diwawancarai untuk menjelaskan apa yang diketahui dan ditanyakan dalam soalmereka hanya membacakan keseluruhan kalimat dalam soal.Tahap yang dirasa paling sulit yaitu inkubasi, dimana subjek penelitian harus memikirkan rencana ide untuk menyelesaikan soal dan mengingat materi yang sudah dipelajarisebelumnya.Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Savic(2016)bahwa pada tahap inkubasi cenderung sulit untuk dilakukan karena pada tahap tersebut siswa akan melepaskan diri utuk sementara dari suatu permasalahan dan memikirkannya di alam bawah sadar. Walaupun sudah berkali-kali membaca soal tetapi subjek merasa sulit untuk menemukan ide penyelesaian soal.Munculnya ide pada tahap inkubasi disebut tahap iluminasi. Pada tahap iluminasisiswa akan merancangidepenyelesaian yang akan dilakukan. Oktaviani & Hidayanto (2018)berpendapat bahwa pada tahap iluminasi siswa merancang cara yang digunakan untuk menyelesaikan soal dan menemukan solusi. Tahap terakhir dari berpikir kreatif Wallas yaitu verifikasi. Pada tahap verifikasi siswa mengoreksi kembali hasil jawaban yang sudah dikerjakan. Sejalan dengan hal tersebut Hines, Catalana, & Anderson(2019)menyebutkan bahwa tahap verifikasi siswa menguji ide-ide baru yang sudah dituliskan.Namun hasil wawancara menunjukkan bahwa subjek penelitian tidak melakukan pengecekan ulang hasil jawaban yang sudah dikerjakan. Hal tersebut disebabkan karena siswa merasajawabannya sudah benar dan waktu pengerjaan soal sudah selesai.Berdasarkan paparan tersebut dapat disimpulkan siswa perlu untuk dibiasakan berpikir kreatif sesuai dengan tahapan berpikir kreatif Wallas khususnya pada tahap inkubasi dan verifikasi. Sesuaidengan hasil penelitian(Hines, Catalana, & Anderson, 2019)penekanan tahap inkubasi tidak hanya mendorong siswa untuk belajar tetapi juga menemukan ide pada tahapan berpikir kreatif. Sejalan dengan hal tersebut hasil penelitian yang dilakukan Sari, Ikhsan, & Saminan (2017)guru seharusnya membimbing siswa untuk mengerjakan soal-soal yang lebih bervariatif sehingga akan lebih terbiasa untuk berpikir kreatif, selain itu guru juga harus membimbing siswa untuk terbiasa melakukan tahap inkubasi dan verifikasi.3. SimpulanBerdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa subjek penelitian belum terbiasa melakukan tahapan berpikir kreatif Wallas khususnya pada tahap inkubasi dan tahap verifikasi. Pada tahap inkubasi subjek penelitian memerlukan waktu yang cukup lama untuk memunculkan sebuah ide, setelah soal dibaca beberapa kali dan dipahami terkadang masih belum mendapatkan ide penyelesaian. Setelah selesai mengerjakan soal subjek merasa jawaban yang ditulis sudah benar tidak mengecek kembali dari setiap langkah-langkahnya. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan guru lebih memfokuskanmelatihsiswa untuk melakukan tahapan berpikir kreatif khususnya pada tahap inkubasi dan verifikasi dengan menerapkan model atau strategi pembelajaran yang tepat.Sumber : file:///C:/Users/hp/AppData/Local/Temp/279-Article%20Text-1081-1-10-20200115.pdf
Bermain menurut Vygotsky adalah "when children create an imaginary situation, it changes the meaning of object and action". Maksudnya, bermain adalah situasi dimana anak mewujudkan atau membuat imajinasinya menjadi nyata dan hal tersebut merupakan perubahan makna dari objek dan aksi.
Salah satu teori tradisional yang sampai sekarang banyak dikutip ialah Teori Wallas yang dikemukakan tahun 1926 dalam bukunya The Art of Thought(Piirto, 1992), yang menyatakan proses kreatif meliputi 4 tahap (1) persiapan; (2) inkubasi; (3) iluminai; dan (4) verifikasi.
Dari tahap-tahap teori wallas berikut , kita sebagai pendidik, baik orang tua maupun guru dapat menerapkan pada anak didik kita untuk mengembangkan bakat kreativitasnya dengan belajar seraya bermain. Seorang pendidik pasti tau apa yang disukai anak, misalkan dengan menggambar melalui finger painting untuk meningkatkan keterampilan menggambar imajinatif anak.
Pada saat kegiatan finger painting, anak sekaligus sedang bermain, sehingga proses pembelajarannya menyenangkan dan itu dapat meningkatkan kreativitas anak.Dengan demikian, kegiatan finger paintingdapat membantu meningkatkan kreativitas anak. Melalui finger paintinganak merasa lebih tertarik untuk menciptakan hasil karya dengan berbagai bentuk yang diciptakan sesuai dengan imajinasinya sehingga kreativitas anak dapat meningkat dan berkembang sesuai harapan.
Finger painting dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan berbuat kreatif serta mengembangkan kemampuan dalam mengungkapkan nilai-nilai estetika dengan menggambar karya-karya kreatif. Oleh sebab itu, pengamplikasian teori wallas pada kegiatan finger painting sebagai salah satu strategi pengembangan kreativitas anak karena dalam kegiatan finger painting anak dapat mengekspresikan imajinasinya secara langsung, anak diberikan kebebasan untuk melukis apapun yang anak pikirkan melalui media yang disediakan. Finger painting adalah kegiatan berkarya seni yang sederhana, karena tidak membutuhkan alat dalam kegiatannya.
Finger paintingartinya lukisan jari, disebut demikian karena melukisnya dengan jari menggunakan bahan cair cat atau tinta (Rantinah, 2008: 3). Proses
pembelajaran melalui finger paintingdapat meningkatkan kreativitas karena pada kegiatan finger paintinganak dapat berkreasi sesuai dengan kreativitas anak masing-masing dan merupakan kegiatan menarik bagi anak. Anak dapat melukis dengan tangannya untuk melatih gerakan-gerakan motoriknya, serta kegiatan Finger paintingdapat membantu perkembangan bahasa anak, anak terlatih untuk menjelaskan atau bercerita tentang hasil karyanya kepada guru atau temannya di kelas. Anak lebih mudah belajar tentang sesuatu bila melalui kegiatan yang menyenangkan seperti finger painting
Sumber: https://www.kompasiana.com/feditatacistamaya/5ab3ba9cdd0fa85f7f083613/pengaplikasian-teori-wallas-dalam-mengasah-bakat-dan-kreativitas-anak- Jelaskan teori Wallas terkait proses kreatif saudara dalam membuat karya di mata kuliah Studio Lukis / Studio Grafis / Studio Patung / studio keramik* (pilih salah satu sesuai dengan mata kuliah studio yang saudara diambil)
teori kreativitas Hurlock
Kreativitas adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menemukan dan menciptakan sesuatu hal baru, cara baru, model baru yang berguna bagi dirinya dan masyarakat. Hal baru itu tidak perlu selalu sesuatu yang sama sekali tidak pernah ada sebelumnya, unsur-unsurnya mungkin telah ada sebelumnya, tetapi individu menemukan kombinasi baru, hubungan baru, konstruk baru yang memiliki kualitas yang berbeda dengan keadaan sebelumnya. Jadi hal baru itu adalah sesuatu yang sifatnya inovatif.
Menurut Elisabeth B. Hurlock, kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk menghasikan komposisi, produk, atau gagasan apa saja yang pada dasarnya baru dan sebelumnya tidak pernah dikenal oleh pembuatnya. Titik tekan dari kreativitas adalah sesuatu yang baru, baik itu ramuan dari bahan-bahan lama, maupun yang baru sama sekali.
Sedangkan pengertian kreativitas menurut beberapa ahli memberikan indikasi bahwa berpikir kreatif sama dengan kreativitas itu sendiri.Salah seorang yang memberikan pengertian tentang kreativitas adalah J.P. Guilford. Ia mengatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan berpikir divergen(menyebar, tidak searah, sebagai lawan dari konvergen, terpusat) untuk menjajaki bermacam-macam alternatifjawaban terhadap suatu persoalan, yang sama benarnya. Definisi Guilford ini memberikan pemahaman kepada kita bahwa kreativitas adalah kemampuan dalam berpikir untuk memilih.
Merujuk pada definisi Drevdahl dirumuskan bahwa: “Kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk menghasilkan komposisi, produk, atau gagasan apa saja yang pada dasarnya baru dan sebelumnya tidak dikenal pembuatnya. Ia dapat berupa kegiatan imajinatif atau sintesis pemikiran yang hasilnya bukan hanya perangkuman. Ia mungkin mencakup pembentukan pola baru dan gabungan informasi yang diperoleh dari pengalaman sebelumnya dan pencangkokan hubungan lama ke situasi baru dan mungkin mencakup pembentukan korelasi baru. Ia harus mempunyai maksud dan tujuan yang ditentukan bukan fantasi semata, walaupun merupakan hasil yang sempurna dan lengkap. Ia mungkin dapat berbentuk produk seni, kesusastraan, produk ilmiah, atau mungkin bersifat prosedural atau metodologis”.
Berdasarkan berbagai definisi tentang kreativitas tersebut di atas, dapat dipahami bahwa perbedaan rumusan dan konsep yang dikemukakan tentang kreativitas tidak terlepas dari sudut pandang masing-masing individu, namun pada hakikatnya saling berkaitan meskipun penekanannya berbeda. Pada intinya definisi kreativitas tidak terlepas dari pribadi, proses, press dan produk, sebagaimana Rhodes menyebut keempat jenis definisi tentang kreativitas ini sebagai: “Four P’s of creativity : person, process, press,product”. Ada definisi yang hanya terfokus pada salah satu dari 4P ini, namun ada juga yang merupakan kombinasinya. Dapat dijelaskan bahwa 4P ini saling berkaitan yaitu pribadi kreatif yang melibatkan diri dalam proses kreatif dan dengan dukungan dan dorongan (press) dari lingkungan, menghasilkan produk yang kreatif. Sedangkan pengembangan secara bahasa dapat diartikan sebagai proses/cara mengembangkan. Jadi, pengembangan kreativitas dapat dimaknai cara mengembangkan kemampuan untuk mendayagunakan segala potensiyang ada dalam diri individu melalui suatu proses dengan dukungan lingkungan yangdalam kompromis, sehingga menghasilkan suatu yang baru, orisinal dan berbeda dari suatu yang telah ada sebelumnya meliputi sikap, pemikiran, ide dan hasil karya yang berguna bagi dirinya dan masyarakat. Kemampuanini dapat dikembangkan dalam diri manusia.
TELAAH KREATIVITAS
Jati Fatmawiyati
Magister Psikologi Universitas Airlangga
Pelajari makalah tersebut dengan baik !
Buatlah resume teori kreativitas Hurlock, disarankan menambah dari sumber-sumber lainnya untuk melengkapi !
teori kreativitas Psikoanalis dan Assosiasionistik
Teori Psikoanalisis.
Pada umumnya teori-teori Psikoanalisis melihat kreativitas sebagai hasil mengatasi suatu masalah, yang biasanya mulai di masa anak. Pribadi kreatif dipandang sebagai seseorang yang pernah mempunyai pengalaman traumatis, yang dihadapi dengan memungkinkan gagasan-gagasan yang disadari bercampur menjadi pemecahan inovatif dari trauma.
a)Teori Freud
Menurut beberapa pakar psikolog kemampuan kreatif merupakan ciri pribadi yang menetap pada lima tahun pertama dari kehidupan. Sigmund Freud (1856-1939:32) adalah tokoh utama yang menganut pandangan ini. Ia menjelaskan proses kreatif dari mekanisme pertahanan, yang merupakan upaya tak sadar untuk menghindari kesadaran mengenai ide-ide yang tidak menyenangkan atau yang tidak dapat diterima. Karena mekanisme pertahanan mencegah pengamatan yang cermat dari dunia, dan karena menghabiskan energi psikis, mekanisme pertahanan biasanya merintangi produktivitas kreatif.
b)Teori Kris
Menurut Ernest Kris (1900-1957:33) menekankan bahwa mekanisme pertahanan regresi (berlaku ke perilaku sebelumnya yang akan memberikan kepuasan, jika perilaku sekarang tidak berhasil atau tidak memberikan kepuasan) juga sering muncul tindakan kreatif.
c)Teori Jung
Menurut Carl Jung (1875-1961:33) juga percaya bahwa ketidaksadaran memainkan peranan yang amat penting dalam kreativitas tingkat tinggi. Alam pikiran yang tidak disadari dibentuk oleh masa lalu pribadi. Disamping itu, ingatan kabur dari pengalaman-pengalaman seluruh umat manusia tersimpan di sana. Secara tidak sadar kita’mengingat’ pengalaman-pengalaman yang paling berpengaruh dari nenek moyang kita.
Teori psikoanalisis dikembangkan oleh Freud dengan konsep sublimasi sebagai titik tolaknya. Kemampuan sublimasi merupakan kemampuan merubah tujuan seksual asli menjadi tujuan lain. Perbedaan individu dapat terjadi karena kekuatan instink seksual dan kemampuan sublimasi tersebut. Menurut Freud dalam upaya mengadaptasi kesukaran hidup terdapat tiga alat/cara yang dapat ditempuh yaitu : (1) peralihan minat yang sangat kuat, (2) gratifikasi sunstantif, dan (3) substansi yang memabukkan. Kreativitas dalam hal ini dipandang sebagai pengganti yaitu alat yang dapat melepaskan diri dari kesukaran sehingga dapat mencapai berbagai tingkat kepuasaan dalam waktu yang terbatas.
Teori Assosiasionistik
Secara etimologis, asosiasi berasal dari bahasa Inggris yakni association, yang berarti ikatan, atau hubungan. Asosiasi dalam psychological terminology adalah hubungan antara peristiwa yang ditangkap oleh cerebral cortex (salah satu bagian dari otak manusia) yang sebelumnya diproses oleh sensorik atau motorik manusia. Bagian ini memadukan input dari berbagai saluran sensorik dan motorik yang memungkinkan dapat digunakan dalam belajar, mengingat, dan berpikir. Dengan demikian, associative learning dapat dimaknai sebagai proses belajar berdasarkan asosiasi (hubungan), yakni hubungan antaraperistiwa-peristiwa, maupun pengalaman-pengalaman yang pernah dialami oleh “si Pebelajar”. Peristiwa tersebut dapat diperoleh dari respon visual, auditorial, maupun kinestetik (bahasa tubuh).
Peristiwa dan pengalaman dapat berupa simbol-simbol, bagan, atau pengalaman kehidupan sehari-hari, seperti interaksi sosial, social symbol, dan lainnya. Simbol-simbol dapat berbentuk bangun ruang, seperti gambar lingkaran, persegi, atau elips. Sementara itu, bagan dapat berwujud seperti bagan organisasi, mindmap, concept map, dan flowchart. Sementara itu, social symbol atau physical symbols seperti serban, peci, jam tangan, anting-anting, sepatu, dan lain-lain.
Pembicaraan tentang asosiasi seringkali dihubungkan dengan teori Assosiasionisme. Asosiasionisme adalah aliran yang menekankan pada hukum-hukum asosiasi untuk menerangkan berbagai gejala kejiwaan. Aliran ini dibagi dalam dua bagian, yaitu Asosiasionisme Klasik dengan Hobbes sebagai tokohnya, dan Asosiasionisme Baru atau Neo-Associationism dengan Herman Ebinghaus (1850-1909) dan E.L. Thorndike (1874-1949) sebagai tokohnya
Ebbinghaus terkenal dengan penyelidikannya tentang proses lupa. Ia memberikan sederetan suku kata yang tak bermakna (non sense syllables) kepada orang-orang percobaannya, seperti pep, tet, det, dan sebagainya. Suku-suku kata yang tak bermakna ini lebih sukar diingat daripada kata-kata yang bermakna, demikian pendapat Ebbinghaus. Karena itu, suku-suku kata yang tak bermakna itu sangat sesuai untuk mengukur daya ingat seseorang. Dari hasil percobaannya, Ebbinghaus mendapatkan kesimpulan bahwa jumlah suku kata yang dilupakan jauh lebih besar pada saat orang percobaan baru saja mempelajari suku-suku kata itu, dibandingkan dengan mereka yang sudah agak lama mempelajarinya
Bagi Thorndike, ada 3 (tiga) hal yang dapat menjadikan asosiasi menjadi efektif, yaitu law of readiness,law of exercise, dan law of effect. Thorndike mengemukakan bahwa untuk mengajarkan sesuatu dengan baik kepada seseorang, orang tersebut harus ada kesiapan untuk menerima hal yang akan diajarkan itu. Dalam law experience perlu menyaratkan pengulangan-pengulangan dalam belajar agar diperoleh pemahaman yang baik. Sementara itu, dalam law of effect, asosiasi akan muncul jika berhubungan dengan kepuasan. Dengan kata lain, ketika seseorang dalam keadaan tertentu merasa puas, maka ia cenderung mengulangi perilaku yang telah memberinya kepuasan tadi. Sebaliknya, suatu tingkah-laku yang dalam kondisi tertentu tidak memberi kepuasan, maka dia akan tidak sekali-kali mengulanginya
Danah Zohar dan Ian Marshall menyebut dengan “pemikiran asosiatif”, atau “budaya asosiatif”. Pemikiran dan budaya asosiatif ini bagi Zohar dan Marshall berawal dari otak manusia yang dapat menumbuhkan koneksi-koneksi saraf baru. Dari koneksi tersebut muncullah kecerdasan. Dari koneksi-koneksi tersebut, otak dapat berpikir “seri”, linier, dan logis. Hal ini karena otak memiliki jalur saraf (neural tracts). Di samping itu, otak juga dapat berpikir asosiatif, yakni menciptakan asosiasi antarhal, misalnya antara lapar dengan nasi, antara rumah dengan kenyamanan, antara ibu dengan cinta, dan lain-lain. Struktur di dalam otak yang digunakan untuk berpikir asosiatif adalah neural network
Dalam membahas pemikiran asosiatif ini, Zohar dan Marshall memperkuat teorinya ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Pavlov, dengan teori conditioningnya.
Teori assosiasionistik berkenaan dengan kreativitas yang dipelopori oleh Ribot yang merupakan pelopor assosiasionist. Assosiasionist menunjukkan pada pertautan dalam proses mental sehingga suatu proses cenderung menimbulkan proses mental lainnya. Menurut teori assosiasionistik, dalam proses berfikir kreatif, berfikir analogis memainkan peranan penting.
Ribot (1960) adalah pelopor assosianistik modern yang berkenaan dengan kreativitas. Assosiasi adalah proses keadaan mental yang menyatu, sehingga suatu proses cenderung dapat menimbulkan proses lainnya. Sejalan dengan asosiasi, berfikir analogis merupaka hal yang penting dalam proses kreatif. Aspek kreatif intelektual terdiri atas proses yang saling melengkapi, yaitu assosiasi dan dissosiasi. Teori assosiasionistik berkenaan dengan kemampuan berfikr secara produktif dan menggunakan sejumlah ikatan assosiatif yang ada pada diri individu.
Rangkuman Teori Asosiasi
Berpikir merupakan asosiasi berbagai gagasan, dan berasal dari pengalaman.
Hukum: frekuensi, kekinian, kejelasan
Gagasan baru dikembangkan dari gagasan lama melalui trial & error.
Kreativitas merupakan pengaktifan koneksi mental untuk menemukan kombinasi gagasan.
Kreativitas dilakukan melalui asosiasi langsung atau analogi.
Makin banyak asosiasi makin kreatif
Kita semua mengalami impuls atau dorongan yang tidak diinginkan dari waktu ke waktu. Namun, bagaimana kita menghadapi perasaan-perasaan itu dapat berarti perbedaan antara perilaku yang dapat diterima atau tidak dapat diterima. Bertindak atas dorongan ini dengan cara yang salah bisa jadi tidak pantas, jadi mencari cara untuk menangani keinginan seperti itu sangat penting. Salah satu cara orang-orang menghadapi dorongan semacam itu melalui proses yang dikenal dalam psikologi sebagai sublimasi. Melalui sublimasi, orang dapat mengubah impuls yang tidak diinginkan menjadi sesuatu yang kurang berbahaya dan bahkan sering membantu.
Bagaimana Cara Kerja Sublimasi?
Pertimbangkan apa yang mungkin terjadi jika Anda mendapati diri Anda diliputi amarah. Memiliki ledakan emosional adalah salah satu cara untuk mengatasi perasaan seperti itu. Tetapi ekspresi emosi semacam itu bisa berbahaya dalam lebih dari satu cara. Anda mungkin menemukan diri Anda dengan hubungan yang rusak dan reputasi sebagai pemarah.
Alih-alih terbang dalam kemarahan, bagaimana jika Anda menyalurkan emosi marah itu ke dalam beberapa jenis aktivitas fisik, seperti membersihkan rumah Anda? Anda mungkin menghabiskan beberapa jam dengan marah menggosok dapur dan kamar mandi Anda. Begitu perasaan frustrasi Anda akhirnya reda, Anda akan mendapatkan hasil positif — rumah bersih yang berkilauan. Ini adalah salah satu contoh bagaimana sublimasi dapat mengubah impuls negatif menjadi perilaku yang kurang merusak dan bahkan produktif.Sublimasi dalam Psikoanalisis
Konsep sublimasi memainkan peran penting dalam teori psikoanalisis Sigmund Freud. Sublimasi adalah sejenis mekanisme pertahanan, pertahanan psikologis tak sadar yang mengurangi kecemasan yang mungkin diakibatkan oleh dorongan yang tidak dapat diterima atau rangsangan berbahaya.
Menurut teori psikoanalitik Freud, ada tiga komponen kepribadian. ID adalah yang pertama terbentuk dan berfungsi sebagai sumber libido atau energi yang mendorong perilaku. Id adalah primitif dan dasar, terdiri dari semua dorongan dan keinginan yang sering tidak dapat diterima secara sosial jika kita hanya bertindak atas mereka kapan pun kita mau.Ego muncul kemudian selama masa kanak-kanak dan merupakan bagian dari kepribadian yang berkuasa di id dan membuatnya sesuai dengan tuntutan realitas. Alih-alih hanya bertindak atas dorongan, ego memaksa kita untuk menangani keinginan ini dengan cara yang lebih realistis.
Akhirnya, superego adalah komponen kepribadian yang terdiri dari semua moral, aturan, standar, dan nilai-nilai yang telah kita internalisasikan dari orang tua dan budaya kita. Bagian dari kepribadian ini berusaha untuk membuat kita bertindak dengan cara yang bermoral. Ego kemudian harus memediasi antara dorongan primal dari id, standar moralistik superego, dan tuntutan realistik realitas.
Sublimasi adalah salah satu dari cara-cara ini sehingga ego mengurangi kecemasan yang dapat diciptakan oleh dorongan atau perasaan yang tidak dapat diterima. Sublimasi bekerja dengan menyalurkan impuls negatif dan tidak dapat diterima ke dalam perilaku yang positif dan dapat diterima secara sosial. Freud menganggap sublimasi sebagai tanda kedewasaan yang memungkinkan orang untuk berperilaku dengan cara yang beradab dan dapat diterima. Proses ini dapat mengarahkan orang untuk melakukan kegiatan yang lebih baik untuk kesehatan mereka atau terlibat dalam perilaku yang positif, produktif, dan kreatif.
Ide sublimasi Freud berasal ketika dia sedang membaca kisah seorang pria yang menyiksa hewan-hewan sebagai seorang anak dan kemudian melanjutkan untuk menjadi seorang ahli bedah. Freud percaya bahwa energi yang sama yang pernah mendorong kesadisan anak itu akhirnya disublimasikan menjadi tindakan yang positif dan dapat diterima secara sosial yang menguntungkan orang lain.- Brainstorming atau curah pendapat. Ide dasarnya sangat sederhana, bahwa banyak kepala akan selalu lebih baik dibanding satu kepala. Dengan keterbatasan yang dimiliki oleh setiap orang, tidak mungkin ia dapat berpikir secara sempurna. Seseorang yang merasa dapat berpikir dengan memperhatikan semua aspek lengkap dengan ide-ide inovatifnya, mampu menjangkau semua kemungkinan, dan bisa mengakomodasi aspirasi semua pihak, pastilah itu sebuah kesombongan jika bukan kebohongan. Dengan melakukan brainstorming, kita dapat menelorkan banyak ide dalam waktu relatif singkat dan cepat. Ide kita sendiripun seringkali berkembang setelah mendengarkan ide-ide dari orang lain. Artinya, ide-ide yang saling bertemu itu sesungguhnya berproses melakukan refinasi (refinement). Semakin banyak gagasan yang bisa digali dari peserta brainstorming, maka peluang mendapatkan ide yang lebih jernih dan bermutu akan semakin tinggi.Pertanyaannya, bagaimana melakukan brainstorming itu? Prinsip dasar brainstorming sebenarnya sangatlah sederhana. Pada tahap awal, harus sudah ditetapkan issu pokok yang akan didiskusikan, yang didukung informasi terkait issu/masalah tersebut. Hal ini penting agar diskusi tidak terjebak menjadi wacana yang lebih berbasis pada asumsi-asumsi tanpa didukung oleh evidence empiris yang terukur. Selanjutnya, dilakukanlah idea generation dimana setiap peserta memiliki hak yang sama untuk mengungkapkan pemikirannya. Pada tahap ini, tidak boleh ada yang merasa lebih benar, tidak boleh ada yang menyalahkan, tidak boleh ada penyimpulan atau penafsiran, dan tidak boleh ada interupsi. Setelah terkumpul banyak ide, barulah dilakukan penseleksian untuk menyaring berbagai ide itu menjadi alternatif solusi yang diyakini memiliki efektivitas untuk menyelesaikan masalah. Cara penyaringan ide ini bisa dilakukan misalnya dengan membuat klasifikasi atas dasar ide-ide yang serupa. Dari ide-ide yang sudah terklasifikasikan ini kemudian dilihat kelebihan dan kekurangannya, serta diberi pembobotan sehingga dapat diketahui alternatif mana yang memiliki advantages terbanyak dan disadvantages paling sedikit. Itulah yang akan dipilih sebagai opsi untuk direkomendasikan dalam menyelesaikan masalah bersama. Pada tahap ini, tinggal dipersiapkan berbagai hal terkait bagaimana rekomendasi tadi dapat dieksekusi.Meskipun brainstorming merupakan salah satu cara berpikir kreatif, namun ada kekurangan dari metode ini, diantaranya memakan waktu relatif panjang, rendahnya efisiensi pengambilan keputusan karena harus mendengar pendapat semua orang, kemungkinan terjadinya kompromi sebagai dampak sikap terlalu mengakomodir gagasan dan harapan orang banyak, serta peluang dominasi seseorang atas orang lain dalam kelompok. Dengan mengetahui kelemahan ini, diharapkan peserta brainstorming dapat mencegah sejak dini inefisiensi yang mungkin terjadi selama proses diskusi berlangsung.Teknik berikutnya dalam berpikir kreatif adalah analogi, yang secara sederhana bisa dimaknakan sebagai upaya mencari kesamaan atau kesesuaian kondisi, karakteristik, dan cara bekerja dari sesuatu hal, untuk diterapkan pada hal lainnya. Analogi yang menarik dapat disimak dari pengalaman John Vaught dari perusahaan Hewlett Packard. Pada tahun 1979, ia menemukan mesin printer yang dikenal dengan Thermal InkJet Technology. Ternyata, asal mula penemuan mesin itu amat sederhana, yakni terinspirasi oleh cara kerja mesin pembuat kopi otomatis. Konon, Motorola belajar dari Domino’s Pizza untuk mengurangi waktu produksinya, sementara Southwest Airlines belajar mengurangi waktu pemberhentian pesawatnya dengan melihat bagaimana tim balap mobil melakukan pit stop.Teknik analogi ini sering disamaartikan dengan teknik metafora, yakni membuat perumpamaan atau mentransfer suatu kondisi kedalam kondisi yang lain. Membuat perumpamaan kehidupan sebagai panggung sandiwara, adalah contoh sebuah metafora. Atau, hasil scenario planning yang pernah dibuat untuk menggambarkan Indonesia 2010, yang salah satunya menyebutkan tentang “mengayuh biduk retak” (rowing the leaking boat) adalah juga metafora. Saya sendiri pernah membuat metafora antara karakter Rahwana atau Dasamuka dengan sistem kebijakan yang disusun tanpa pertimbangan rasional, tidak ada analisis cost-benefit atau resiko dari sebuah kebijakan. Sesuatu yang seharusnya diatur justru tidak dibuat aturannya, sementara sesuatu yang tidak perlu diatur justru dibahas secara serius. Kesepakatan antar pihak dalam perumusan kebijakan juga sering dikhianati oleh pihak tertentu. Kualitas kebijakan menjadi sangat rendah, sehingga hanya menguntungkan sedikit orang namun mengakibatkan protes banyak orang lainnya. Kemungkinan terjadinya policy failure sangat tinggi, sehingga kebijakan juga dengan sendirinya gagal untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Pelajaran dari ketiga contoh metafora itu adalah, jangan ragu-ragu untuk membuat perumpamaan antara satu hal dengan hal lain, meski terlihat bodoh, ekstrim, atau tidak masuk akal.Variasi dari teknik brainstorming adalah sinektik (synectics), yang pertama kali diperkenalkan oleh William Gordon pada tahun 1961 lewat bukunya berjudul Synectics. Berbeda dengan brainstorming yang membiarkan para peserta mengeluarkan ide tanpa batasan yang jelas, synectics memberikan beberapa batasan sehingga terkesan lebih terstruktur. Namun sebagaimana teknik-teknik berpikir kreatif lainnya, sinektik mengajarkan untuk “mempercayai hal-hal asing dan mengasingkan hal-hal yang dipercayai.” Kita diajak untuk memanfaatkan analogi yang kelihatannya tidak berhubungan dengan masalah yang hendak diselesaikan, dan pada saat sama melupakan ide-ide konvensional yang biasa dipakai (It Pin Arifin, “Menggandakan Kekuatan Analogi Dengan Synectic”).Dalam buku Gordon yang telah diringkas oleh Arifin dijelaskan bahwa struktur synectics bisa dilihat dari penentuan empat jenis analogi yang akan dipakai selama sesi pemecahan masalah, yakni personal analogy, direct analogy, symbolic analogy, dan fantasy analogy. Personal analogy meminta peserta mengidentifikasikan dirinya dengan bagian atau keseluruhan masalah atau solusinya. Direct analogy mencoba menyelesaikan masalah dengan mencari analogi langsung dari tempat lain, aplikasi lain, teknologi lain, pengetahuan lain, dan sebagainya. Symbolic analogy hampir sama dengan personal analogy, tetapi identifikasi dilakukan bukan dengan peserta, melainkan dengan objek lain. Fantasy analogy memperbolehkan peserta berkhayal sejauh-jauhnya untuk menyelesaikan masalah. Contohnya, sebuah kelompok yang terdiri dari 5 orang sedang berdiskusi bagaimana merancang semacam ritsleting untuk baju astronot. Penggunaan keempat analogi untuk kasus itu kurang lebih sebagai berikut:· Personal analogy: “Saya membayangkan menjadi seorang penyelamat pantai. Bayangkan badai besar di laut. Kapal terombang-ambing. Sebagai penyelamat pantai, saya berusaha menambatkan kapal dengan menggigit seutas tali tambang dan berenang mencari tambatan.”· Direct analogy: “Saya membayangkan ritsleting yang mirip dengan seekor serangga mekanik. Jika Anda menggunakan seekor laba-laba, dia bisa memintal sehelai benang dan menjahit kedua sisi agar tertutup.”· Symbolic analogy: “Kita bisa menjahit dengan baja.”· Fantasy analogy: “Saya membayangkan seorang jin yang bisa menutupnya untuk saya. Cukup sebutkan mantranya dan tertutup!”
Jelaskan perbedaan teori kreativitas Psikoanalis dan Assosiasionistik !
teori kreativitas Gestalt
Buatlah rangkuman teori kreativitas Gestalt !
Teori Eksistensial
- Pengertian, Teori Eksistensial Humanistik1. Konsep Dasar Tentang ManusiaPendekatan Eksistensial-humanistik berfokus pada diri manusia. Pendekatan ini mengutamakan suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia. Pendekatan Eksisteneial-Humanistik dalam konseling menggunakan sistem tehnik-tehnik yang bertujuan untuk mempengaruhi konseli. Pendekatan konseling eksistensial-humanistik bukan merupakan konseling tunggal, melainkan suatu pendekatan yang mencakup konseling-konseling yang berlainan yang kesemuanya berlandaskan konsep-konsep dan asumsi-asumsi tentang manusia. Konsep-konsep utama pendekatan eksistensial yang membentuk landasan bagi praktek konseling, yaitu:a. Kesadaran DiriManusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri seorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu. Kesadaran untuk memilih alternatif-alternatif yakni memutuskan secara bebas didalam kerangka pembatasnya adalah suatu aspek yang esensial pada manusia. Kebebasan memilih dan bertindak itu disertai tanggung jawab. Para ekstensialis menekan manusia bertanggung jawab atas keberadaan dan nasibnya.b. Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasanKesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Kecemasan ekstensial bisa diakibatkan atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati (nonbeing). Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab kesasaran tersebut menghadapkan individu pada kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan potensi-potensinya. Dosa ekstensial yang juga merupakan bagian kondisi manusia. Adalah akibat dari kegagalan individu untuk benar-benar menjadi sesuatu sesuai dengan kemampuannya.c. Penciptaan MaknaManusia itu unik dalam arti bahwa ia berusaha untuk menentukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Menjadi manusia juga berarti menghadapi kesendirian (manusia lahir sendirian dan mati sendirian pula). Walaupun pada hakikatnya sendirian, manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah mahluk rasional. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna bisa menimbulkan kondisi-kondisi isolasi dipersonalisasi, alineasi, kerasingan, dan kesepian. Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri yakni mengungkapkan potensi-potensi manusiawinya. Sampai tarap tertentu, jika tidak mampu mengaktualkan diri, ia bisa menajdi “sakit”.2. Proses KonselingAda tiga tahap proses konseling yaitu
- Konselor membantu konseli dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasi asumsi mereka tentang dunia. Konseli diajak untuk mendefinisikan dan menayakan tentang cara mereka memandang dan menjadikan eksistensi mereka bisa diterima. Mereka meneliti nilai mereka, keyakinan, serta asumsi untuk menentukan kesalahannya. Bagi banyak konseli hal ini bukan pekerjaan yang mudah, oleh karena itu awalnya mereka memaparkan problema mereka. Konselor disini mengajarkan mereka bagaimana caranya untuk bercermin pada eksistensi mereka sendiri.
- Konseli didorong semangatnya untuk lebih dalam lagi meneliti sumber dan otoritas dari sistem nilai mereka. Proses eksplorasi diri ini biasanya membawa konseli ke pemahaman baru dan berapa restrukturisasi dari nilai dan sikap mereka. Konseli mendapat cita rasa yang lebih baik akan jenis kehidupan macam apa yang mereka anggap pantas. Mereka mengembangkan gagasan yang jelas tentang proses pemberian nilai internal mereka.
- Konseling eksistensial berfokus pada menolong konseli untuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka sendiri. Sasaran konseling adalah memungkinkan konseli untuk bisa mencari cara pengaplikasikan nilai hasil penelitian dan internalisasi dengan jalan kongkrit. Biasanya konseli menemukan jalan mereka untuk menggunakan kekuatan itu demi menjalani konsistensi kehidupannya yang memiliki tujuan.
3. Penerapan langkah / Teknik dalam konselingTeori eksistensial-hunianistik tidak memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara ketat. Prosedur-prosedur konseling bisa dipungut dari beberapa teori konseling lainnya. Metode-metode yang berasal dari teori Gestalt dan Analisis Transaksional sering digunakan, dan sejumlah prinsip dan prosedur psikoanalisis bisa diintegrasikan ke dalam teori eksistensial-humanistik. Buku The Search for "Authenticity (1965) dari Bugental adalah sebuah karya lengkap yang mengemukakan konsep-konsep dan prosedur-prosedur psikokonseling eksistensial yang berlandaskan model psikoanalitik. Bugental menunjukkan bahwa konsep inti psikoanalisis tentang resistensi dan transferensi bisa diterapkan pada filsafat dan praktek konseling eksistensial. Ia menggunakan kerangka psikoanalitik untuk menerangkan fase kerja konseling yang berlandaskan konsep-konsep eksistensial seperti kesadaran, emansipasi dan kebebasan, kecemasan eksistensial, dan neurosis eksistensial.Rollo May (1953,1958,1961), seorang psikoanalisis Amerika yang diakui luas atas pengembangan psikokonseling eksistensial di Amerika, juga telah mengintegrasikan metodologi dan konsep-konsep psikoanalisis ke dalam psikokonseling eksistensial.Pertanyaan-pertanyaan eksistensial yang menempati kedudukan sentral dalam konseling adalah: Seberapa besar saya menyadari siapa saya ini? Bisa menjadi apa saya ini? Bagaimana saya bisa memilih menciptakan kembali identitas diri saya yang sekarang? Seberapa besar kesanggupan saya untuk menerima kebebasan memilih jalan hidup saya sendiri? Bagaimana saya mengatasi kecemasan yang ditimbulkan oleh kesadaran atas pilihan-pilihan? Sejauh mana saya hidup dari dalam pusat diri saya sendiri? Apa yang saya lakukan untuk menemukan makna hidup ini? Apa saya menjalani hidup, ataukah saya hanya puas atas keberadaan saya? Apa yang saya lakukan untuk membentuk identitas pribadi yang saya inginkan? Pada pembahasan di bawah ini diungkap dalil-dalil yang mendasari praktek konseling eksistensial-humanistik. Dalil-dalil ini, yang dikembangkan dari suatu survai atas karya-karya para penulis psikologi eksistensial, berasal dari Frankl (1959,1963), May (1953, 1958, 1961), Maslow (1968), Jourard (1971), dan Bugental (1965), merepresentasikan sejumlah tema yang penting yang merinci praktek-praktek konseling.a. Tema-Tema Dan Dalil-Dalil Utama Eksistensial dan Penerapan-Penerapan Pada Praktek KonselingDalil 1 : Kesadaran diriManusia memiliki kesanggupan untuk menyadari diri yang menjadikan dirinya mampu melampaui situasi sekarang dan membentuk basis bagi aktivitas-aktivitas berpikir dan memilih yang khas manusia.Kesadaran diri itu membedakan manusia dari makhluk-makhluk lain. Manusia bisa tampil di luar diri dan berefleksi atas keberadaannya. Pada hakikatnya, semakin tinggi kesadaran diri seseorang, maka ia semakin hidup sebagai pribadi atau sebagaimana dinyatakan oleh Kierkegaard, "Semakin tinggi kesadaran, maka semakin utuh diri seseorang." Tanggung jawab berlandaskan kesanggupan untuk sadar. Dengan kesadaran, seseorang bisa menjadi sadar atas tanggung jawabnya untuk memilih. Sebagaimana dinyatakan oleh May (1953), "Manusia adalah makhluk yang bisa menyadari dan, oleh karenanya, bertanggung jawab atas keberadaannya”.Kesadaran bisa dikonseptualkan dengan cara sebagai berikut: Umpamakan Anda berjalan di lorong yang di kedua sisinya terdapat banyak pintu, Bayangkan bahwa Anda bisa membuka beberapa pintu, baik membuka sedikit ataupun membuka lebar-lebar. Barangkali, jika Anda membuka satu pintu, Anda tidak akan menyukai apa yang Anda temukan di dalamnya menakutkan atau menjijikkan. Di lain pihak, Anda bisa menemukan sebuah ruangan yang dipenuhi oleh keindahan. Anda mungkin berdebat dengan diri sendiri, apakah akan membiarkan pintu itu tertutup atau terbuka.Apabila seorang konselor dihadapkan pada konseli yang kesadaran dirinya kurang maka konselor harus menunjukkan kepada konseli bahwa harus ada pengorbanan untuk meningkatkan kesadaran diri. Dengan menjadi lebih sadar, konseli akan lebih sulit untuk “ kembali ke rumah lagi “, menjadi orang yang seperti dulu lagi.Dalil 2 : Kebebasan dan tanggung jawabManusia adalah makhluk yang menentukan diri, dalam arti bahwa dia memiliki kebebasan untuk memilih di antara altematif-altematif. Karena manusia pada dasamya bebas, maka dia harus bertanggung jawab atas pengarahan hidup dan penentuan nasibnya sendiri.Pendekatan eksistensial meletakkan kebebasan, determinasi diri, keinginan, dan putusan pad a pusat ke beradaan manusia. Jika kesadaran dan kebebasan dihapus dari manusia, maka dia tidak lagi hadir sebagai manusia, sebab kesanggupan-k esanggupan itulah yang memberinya kemanusiaan. Pandangan eksistensial adalah bahwa individu, dengan putusan-putusannya, membentuk nasib dan mengukir keberadaannya sendiri. Seseorang menjadi apa yang diputuskannya, dan dia harus bertanggung jawab atas jalan hid.up yang ditempuhnya. Tillich mengingatkan, "Manusia benar-benar menjadi manusia hanya saat mengambil putusan. Sartre mengatakan, "Kita adalah pilihan kita." Nietzsche menjabarkan kebebasan sebagai "kesanggupan untuk menjadi apa yang memang kita alami". Ungkapan Kierkegaard, "memilih diri sendiri", menyiratkan bahwa seseorang bertanggung jawab atas kehidupan dan keberadaannya. Sedangkan Jaspers menyebutkan bahwa "kita adalah makhluk yang memutuskan".Tugas konselor adalah mendorong konseli untuk belajar menanggung risiko terhadap akibat penggunaan kebebasannya. Yang jangan dilakukan adalah melumpuhkan konseli dan membuatnya bergantung secara neurotik pada konselor. Konselor perlu mengajari konseli bahwa dia bisa mulai membuat pilihan meskipun konseli boleh jadi telah menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk melarikan diri dari kebebasan memilih.Dalil 3: Keterpusatan dan kebutuhan akan orang lainSetiap individu memiliki kebutuhan untuk memelihara keunikan tetapi pada saat yang sama ia memiliki kebutuhan untuk keluar dari dirinya sendiri dan untuk berhubungan dengan orang lain serta dengan alam. Kegagalan dalam berhubungan dengan orang lain dan dengan alam menyebabkan ia kesepian dan mengalamin keterasingan.Kita masing-masing memiliki kebutuhan yang kuat untuk menemukan suatu diri, yakni menemukan identitas pribadi kita. Akan tetapi, penemuan siapa kita sesungguhnya bukanlah suatu proses yang otomatis; ia membutuhkan keberanian. Secara paradoksal kita juga memiliki kebutuhan yang kuat untuk keluar dari keberadaan kita. Kita membutuhkan hubungan dengan keberadaan-keberadaan yang lain. Kita harus memberikan diri kita kepada orang lain dan terlibat dengan mereka.Usaha menemukan inti dan belajar bagaimana hidup dari dalam memerlukan keberanian. Kita berjuang untuk menemukan, untuk menciptakan, dan untuk memelihara inti dari ada kita. Salah satu ketakutan terbesar dari para konseli adalah bahwa mereka akan tidak menemukan diri mereka. Mereka hanya menganggap bahwa mereka bukan siapa-siapa.Para konselor eksistensial bisa memulai dengan meminta kepada para konselinya untuk mengakui perasaannya sendiri. Sekali konseli menunjukan keberanian untuk mengakui ketakutannya, mengungkapkan ketakutan dengan kata-kata dan membaginya, maka ketakutan itu tidak akan begitu menyelubunginya lagi. Untuk mulai bekerja bagi konselor adalah mengajak konseli untuk menerima cara-cara dia hidup di luar dirinya sendiri dan mengeksplorasi cara-cara untuk keluar dari pusatnya sendiri.Dalil 4 : Pencarian maknaSalah satu karakteristik yang khas pada manusia adalah perjuangannya untuk merasakan arti dan maksud hidup. Manusia pada dasarnya selalu dalam pencarian makna dan identitas pribadi.Biasanya konflik-konflik yang mendasari sehingga membawa orang-orang ke dalam konseling adalah dilema-dilema yang berkisar pada pertanyaan-pertanyaan eksistensial: Mengapa saya berada? Apa yang saya inginkan dari hidup? Apa maksud dan makna hidup saya?Konseling eksistensial bisa menyediakan kerangka konseptual untuk membantu konseli dalam usahanya mencari makna hidup. Pertanyaan-pertanyaan yang bisa diajukan oleh konselor kepada konseli adalah: 'Apakah Anda menyukai arah hidup Anda? Apakah Anda puas atas apa Anda sekarang dan akan menjadi apa Anda nanti? Apakah Anda aktif melakukan sesuatu yang akan mendekatkan Anda pada ideal-diri Anda? Apakah Anda mengetahui apa yang Anda inginkan? Jika Anda bingung mengenai siapa Anda dan apa yang Anda inginkan, apa yang Anda lakukan untuk memperoleh kejelasan?Salah satu masalah dalam konseling adalah penyisihan nilai-nilai tradisional (dan nilai-nilai yang dialihkan kepada seseorang) tanpa disertai penemuan nilai-nilai lain yang sesuai untuk menggantikannya. Tugas konselor dalam proses konseling adalah membantu konseli dalam menciptakan suatu sistem nilai berlandaskan cara hidup yang konsisten dengan cara ada-nya konseli.Konselor harus menaruh kepercayaan terhadap kesanggupan konseli dalam menemukan sistem nilai yang bersumber pada dirinya sendiri dan yang memungkinkan hidupnya bermakna. Konseli tidak diragukan lagi akan bingung dan mengalami kecemasan sebagai akibat tidak adanya ni1ai-nilai yang jelas. Kepercayaan konselor terhadap konseli adalah variabel yang penting dalam mengajari konseli agar mempercayai kesanggupannya sendiri dalam menemukan sumber nilai-nilai baru dari dalam dirinya.Dalil 5 : Kecemasan sebagai syarat hidupKecemasan adalah suatu karakteristik dasar manusia. Kecemasan tidak perlu merupakan sesuatu yang patologis, sebab ia bisa menjadi suatu tenaga motivasi yang kuat untuk pertumbuhan. Kecemasan adalah akibat dari kesadaran atas tanggung jawab untuk memilih.Kebanyakan orang mencari bantuan profesional karena mereka mengalami kecemasan atau depresi. Banyak konseli yang memasuki kantor konselor disertai harapan bahwa konselor akan mencabut penderitaan mereka atau setidaknya akan memberikan formula tertentu untuk mengurangi kecemasan mereka. Konselor yang berorientasi eksistensial, bagaimanapun, bekerja tidak semata-mata untuk menghilangkan gejala-gejala atau mengurangi kecemasan. Sebenamya, konselor eksistensial tidak memandang kecemasan sebagai hal yang tak diharapkan. Ia akan bekerja dengan cara tertentu sehingga untuk sementara konseli bisa mengalami peningkatan taraf kecemasan. Pertanyaan-pertanyaan yang bisa diajukan adalah: Bagaimana konseli mengatasi kecemasan? Apakah kecemasan merupakan fungsi dari pertumbuhan ataukah fungsi kebergantungan pada tingkah laku neurotik? Apakah konseli menunjukkan keberanian untuk membiarkan dirinya menghadapi kecemasan atas hal-hal yang tidak dikenalnya?Kecemasan adalah bahan bagi konseling yang produktif, baik konseling individual maupun konseling kelompok. Jika konseli tidak mengalami kecemasan, maka motivasinya untuk berubah akan rendah. Kecemasan dapat ditransformasikan ke dalam energi yang dibutuhkan untuk bertahan menghadapi risiko bereksperimen dengan tingkah laku baru.Dalil 6: Kesadarau atas kematian dan non-adaKesadaran atas kematian adalah kondisi manusia yang mendasar, yang memberikan makna kepada hidup. Frankl (1965) sejalan dengan May menyebutkan bahwa kematian memberikan makna kepada keberadaan manusia. Jika kita tidak akan pernah mati, maka kita bisa menunda tindakan untuk selamanya. Akan tetapi, karena kita terbatas, apa yang kita lakukan sekarang memiliki arti khusus. Bagi Frankl, yang menentukan kebermaknaan hidup seseorang bukan lamanya, melainkan bagaimana orang itu hidup.Dalil 7 Perjuangan untuk aktualisasi diriManusia berjuang untuk aktualisasi diri, yakni kecenderungan untuk menjadi apa saja yang mereka mampu. Setiap orang memiliki dorongan bawaan untuk menjadi seorang pribadi, yakni mereka memiliki kecenderungran kearah pengembangan keunikan dan ketunggalan, penemuan identitas pribadi, dan perjuangan demi aktualisasi potensi-potensinya secara penuh. Jika seseorang mampu mengaktualkan potensi-potensinya sebagai pribadi, maka dia akan mengalami kepuasan yang paling dalam yang bisa dicapai oleh manusia, sebab demikianlah alam mengharapkan mereka berbuat. Alam seolah-olah berkata kepada kita, "Kamu harus menjadi apa saja yang kamu bisa." Menjadi sesuatu memerlukan keberanian. Dan apakah kita ingin menjadi sesuatu atau tidak menjadi sesuatu adalah pilihan kita. Maslow merancang suatu studi yang menggunakan subjek-subjek yang terdiri dari orang-orang yang mengaktualkan diri. Beberapa ciri yang ditemukan oleh Maslow (1968, 1970) pada orang-orang yang mengaktualkan diri itu adalah: kesanggupan menoleransi dan bahkan menyambut ketidaktentuan dalam hidup mereka, penerimaan terhadap diri sendiri dan orang lain, kespontanan dan kreatifitas, kebutuhan akan privacy dan kesendirian, otomoni, kesanggupan menjalin hubungan interpersonal yang mendalam dan intens, perhatian yang tulus terhadap orang lain, rasa humor, keterarahan kepada diri sendiri (kebalikan dari kecenderungan untuk hidup berdasarkan pengharapan orang lain), dan tidak adanya dikotomi-dikotomi yang artifisial (seperti kerja-bermain, cinta-benci, lemah-kuat).4. Fungsi dan Peran KonselorTugas utama Konselor adalah berusaha memahami konseli sebagai ada dalam-dunia. Teknik yang digunakan mengikuti alih-alih melalui pemahaman. Karena menekankan pada pengalaman konseli sekarang, para konselor eksistensial menunjukkan keleluasaan dalam menggunakan metode-metode, dan prosedur yang digunakan oleh mereka bervariasi tidak hanya dari konseli yang satu kepada konseli yang lainnya, tetapi juga dari satu ke lain fase konseling yang dijalani oleh konseli yang sama.Meskipun konseling eksistesial bukan merupakan metode tunggal, di kalangan konselor eksistensial dan humanistik ada kesepakatan menyangkut tugas-tugas dan tanggung jawab konselor. Buhler dan Allen (1972) sepakat bahwa psikokonseling difokuskan pada pendekatan terhadap hubungan manusia alih-alih system teknik. Menurt Buhler dan Allen, para ahli psikologi humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut :- Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi.
- Menyadari dari peran dari tangung jawab konselor.
- Mengakui sifat timbal balik dari hubungan konseling.
- Berorientasi pada pertumbuhan.
- Menekankan keharusan konselor terlibat dengan konseli sebagai suatu pribadi yang menyeluruh.
- Mengakui bahwa putusan-putusan dan pilihan-pilihan akhir terletak ditangan konseli.
- Memandang konselor sebagai model, dalam arti bahwa konselor dengan gaya hidup dan pandangan humanistiknya tentang manusia bisa secara implisit menunjukkan kepada konseli potensi bagi tindakan kreatif dan positif.
- Mengakui kebebasan konseli untuk mengungkapkan pandangan dan untuk mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
- Bekerja kearah mengurangi kebergantungan konseli serta meningkatkan kebebasan konseli.
May (1961) memandang tugas konselor di antaranya adalah membantu konseli agar menyadari keberadaannya dalam dunia: “Ini adalah saat ketika konseli melihat dirinya sebagai orang yang terancam, yang hadir di dunia mengancam, dan sebagai subjek yang memiliki dunia”.Jika konseli mengungkapkan perasan-perasaannya kepada konselor pada pertemuan konseling, maka konselor sebaiknya bertindak sebagai berikut:- Memberikan reaksi-reaksi pribadi dalam kaitan dengan apa yang dikatakan oleh konseli.
- Terlibat dalam sejumlah pernyataan pribadi yang relevan dan pantas tentang pengalaman-pengalaman yang mirip dengan yang dialami oleh konseli.
- Meminta kepada konseli untuk bisa mengungkapkan ketakutannya terhadap keharuan memilih dalam dunia yang tak pasti.
- Menantang konseli untuk melihat seluruh cara dia menghindari pembuatan putusan-putusan, dan memberikan penilaian terhadap penghindaran itu.
- Mendorong konseli untuk memeriksa jalan hidupnya pada periode sejak mulai konseling dengan bertanya.
- Beri tahu kepada konseli bahwa ia sedang mempelajari apa yang dialaminya sesungguhnya adalah suatu sifat yang khas sebagai manusia.
Bahwa dia pada akhirnya sendirian, bahwa dia harus memutuskan untuk dirinya sendiri, bahwa dia akan mengalami kecemasan atas ketidakpastian putusan-putusan yang dia buat, dan bahwa dia akan berjuang untuk menetapkan makna kehidupannya di dunia yang sering tampak tak bermakna.a. Hubungan antara Konselor dan KonseliHubungan konselor sangat penting dalam konseling eksistensial. Penekanan diletakkan pada pertemuan antar manusia dan perjalanan bersama alih-alih pada teknik – teknik yang memepengaruhi konseli. Isi pertemuan konseling adalah pengalaman konseli sekarang, bukan “masalah” konseli. Hubungan dengan orang lain dalam kehadiran yang otentik difokuskan kepada “disini dan sekarang”. Masa lampau atau masa depan hanya penting bila waktunya berhubungan langsung.Dalam menulis tentang hubungan konseling, Sidney Jourard (1971) menghimbau agar konselor, melalui tingkah lakunya yang otentik dan terbuka, mengajak konseli kepada keontetikan. Jourard meminta agar konselor bisa membangun hubungan Aku-Kamu, dimana pembukaan diri konselor yang spontan menunjang pertumbuhan dan keontetikan konseli. Sebagaimana dinyatakan oleh Jourard, “Manipulasi melahirkan kontramanipulasi. Pembukaan diri melahirkan Pembukaan diri pula”.Jourard tetap bependapat bahwa jika konselor menyembunyikan diri dalam pertemuan konseling, maka dia terlibat dalam tingkah laku tidak otentik sama dengan yang menimbulkan gejala-gejala pada diri konseli. Menurut jourard, cara untuk membantu kien agar menemukan dirinya yang sejati serta agar tidak menjadi asing dengan dirinya sendiri adalah, konselor secara spontan membukakan pengalaman otentiknya kepada konseli pada saat yang tepat dalam pertemuan konseling. Hal ini bukan berarti bahwa konselor harus menghentikan penggunaan teknik-tenik, diagnosis-diagnosis, dan penilaian-penilaiannya, melainkan berarti bahwa konselor harus sering menyatakan atau menyampaikan kepada konseli bahwa dia tidak ingin mengungkapkan apa yang dipikirkan atau dirasakan.b. Pengalaman KonseliDalam konseling pendekatan ini, konseli mampu mengalami secara subjektif persepsi-persepsi tentang dunianya. Dia harus kreatif dalam proses konseling, sebab dia harus memutuskan ketakutan-ketakutan, perasaan-perasaan berdosa, dan kecemasan-kecemasan apa yang akan dieksplorasinya. Memutuskan untuk menjalani konseling saja sering merupakan tindakan yang menakutkan.Dengan kata lain, konseli dalam konseling pendekatan ini terlibat dalam pembukaan pintu menuju diri sendiri. Pengalaman sering menakutkan atau menyenangkan, mendepresikan atau gabungan dari semua perasaan tersebut. Dengan membuka pintu yang tertutup, konseli mulai melonggarkan belenggu deterministik yang telah menyebabkan dia terpenjara secara psikologi. Lambat laun konseli menjadi sadar, apa dia tadinya dan siapa dia sekarang serta konseli lebih mampu menetapkan masa depan seperti apa yang diinginkannya.Sumber : http://xerma.blogspot.com/2014/04/pengertian-teori-eksistensial-humanistik.html
Buatlah rangkuman Pengertian, Teori Eksistensial Humanistik !
teori kreativitas Interpersonal
Kreativitas merupakan suatu bidang kajian yang sulit, yang menimbulkan berbagai perbedaan pandangan. Perbedaan tersebut terletak pada definisi kreativitas, kriteria perilaku kreatif, proses kreatif, hubungan kreativitas dan inteligensi, karakteristik orang kreatif, korelat-korelat kreativitas, dan upaya untuk mengembangkan kreativitas.
Dalam beberapa tahun terakhir, ada topik baru yang mengundang banyak tanggapan, yaitu hubungan kreativitas dan belahan otak. Dalam kolokium bertema Creativity, Creative Process, and Gifted Education yang diselenggarakan di Houston, Texas, tahun 1980 terjadi perbedaan pendapat yang sangat tajam di antarta para peserta yang terdiri atas para pakar terkemuka dalam bidang ini, di antaranya: Sindey Parnes, John Curtis Gowan, Calvin Taylor, Donald Treffinger, dan Catherine Bruch. Perdebatan tersebut dapat dipelajari dalam buku "The Faces and Forms of Creativity". Definisi Kreativitas Kreativitas didefinisikan secara berbeda-beda. Sedemikian beragam definisi itu, sehingga pengertian kreativitas tergantung pada bagaimana orang mendefinisikannya - "creativity is a matter of definition". Tidak ada satu definisi pun yang dianggap dapat mewakili pemahaman yang beragam tentang kreativitas. Hal ini disebabkan oleh dua alasan. Pertama, sebagai suatu "konstruk hipotetis", kreativitas merupakan ranah psikologis yang kompleks dan multidimensional, yang mengundang berbagai tafsiran yang beragam. Kedua, definisi-definisi kreativitas memberikan tekanan yang berbeda-beda, tergantung dasar teori yang menjadi acuan pembuat definisi.
Berdasarkan penekanannya, definisi-definisi kreativitas dapat dibedakan ke dalam dimensi person, proses, produk, dan press. Rhodes (1961) menyebut keempat dimensi kreativitas tersebut sebagai "the Four P's of Creativity". Definisi kreativitas yang menekankan dimensi personal dikemukakan misalnya oleh Guilford (1950): "Creativity refers to the abilities that are characteristics of creative people". Definisi yang menekankan segi proses diajukan oleh Munandar (1977): "Creativity is a process that manifests itself in fluency, in flexibility as well in originality of thinking". Barron (1976) menekankan segi produk, yaitu: "the ability to bring something new into existence"; sementara Amabile (1983) mengemukakan, "Creativity can be regarded as the quality of products or responses judged to be creative by appropriate observers". Berdasarkan analisis faktor, Guilford menemukan bahwa ada lima sifat yang menjadi ciri kemampuan berfikir kreatif, yaitu: 1) Kelancaran (fluency), Kelancaran adalah kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan. 2) Keluwesan (flexibility), Keluwesan adalah kemampuan untuk mengemukakan bermacam- macam pemecahan atau pendekatan terhadap masalah 3) Keaslian (originality), Orisinalitas adalah kemampuan untuk mencetuskan gagasan dengan cara-cara yang asli, tidak klise 4) Penguraian (elaboration), Elaborasi adalah kemampuan untuk menguraikan sesuatu secara terinci 5) Perumusan kembali (redefinition) Redefinisi adalah kemampuan untuk meninjau suatu persoalan berdasarkan perspektif yang berbeda dengan apa yang swdah diketahui oleh banyak orang Masih ada puluhan definisi mengenai kreativitas. Namun pada intinya ada persamaan antara definisi-definisi tersebut, yaitu kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya. Ada hubungan yang erat antara definisi dan teori kreativitas. Bagaimanakah kreativitas didefinisikan, tergantung kepada bagaimanakah kreativitas diteorikan. Seperti halnya definisi kreativitas, teori kreativitas sangat beragam. Namun tidak ada satu pun teori yang mampu menjelaskan secara komprehensif fenomena kreativitas yang kompleks dan multidimensional. Karena itu, ada usaha untuk mengelompokkan teori-teori kreativitas. Gowan (1972) mengelompokkan teori-teori kreativitas ke dalam tiga kategori, yaitu: (1) kognitif, rasional, dan semantik; (2) faktor-faktor kepribadian dan lingkungan; (3) kesehatan mental dan penyesuaian diri; (4) psikoanalitik dan neo-psikoanalitik; (dan 5) psikodelik yang menekankan aspek eksistensial dan non-rasional manusia. Sementara itu, Mackler & Sontz (1970) menggolongkan teori kreativitas ke dalam enam kelompok, yaitu: psikoanalitik, asosianistik, Gestalt, eksistensial, interpersonal, dan ciri atau sifat (traits).
Teori psikoanalitik menganggap bahwa proses ketidaksadaran melandasi kreativitas. Kreativitas merupakan manifestasi dari psikopathologi. Teori asosiasi memandang kreativitas sebagai hasil dari proses asosiasi dan kombinasi antara elemen-elemen yang telah ada, sehingga menghasilkan sesuatu yang baru. Teori Gestalt memandang kreativitas sebagai manifestasi dari proses tilikan individu terhadap lingkungannya secara holistik. Teori eksistensial mengemukakan bahwa kreativitas merupakan proses untuk melahirkan sesuatu yang baru melalui perjumpaan antara manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam. Sebagai penganut teori eksistensial, May (1980), misalnya berpendapat bahwa setiap perilaku kreatif selalu didahului oleh "perjumpaan" yang intens dan penuh kesadaran antara manusia dengan dunia sekitarnya. Teori interpersonal menafsirkan kreativitas dalam konteks lingkungan sosial. Dengan menempatkan pencipta (kreator) sebagai inovator dan orang di sekeliling sebagai pihak yang mengakui hasil kreativitas, teori ini menekankan pentingnya nilai dan makna dari suatu karya kreatif. Nilai mengimplikasikan adanya pengakuan sosial. Teori sifat atau ciri memberikan tempat khusus kepada usaha untuk mengidentifikasi ciri-ciri atau karakteristik-karakteristik utama kreativitas. Guilford, termasuk ke dalam kelompok ini. Definisi Konsensual dan Konseptual Definisi kreativitas juga dibedakan ke dalam definisi konsensual dan definisi konseptual. Definisi konsensual menekankan segi produk kreatif yang dinilai derajat kreativitasnya oleh pengamat yang ahli. Amabile (1983: 31) mengemukakan bahwa suatu produk atau respons seseorang dikatakan kreatif apabila menurut penilaian orang yang ahli atau pengamat yang mempunyai kewenangan dalam bidang itu bahwa itu kreatif. Dengan demikian, kreativitas merupakan kualitas suatu produk atau respons yang dinilai kreatif oleh pengamat yang ahli. Definisi tersebut didasari asumsi-asumsi sebagai berikut: (a) produk kreatif atau respons-respons yang dapat diamati merupakan manifestasi dari puncak kreativitas; (b) kreativitas adalah sesuatu yang dapat dikenali oleh pengamat luar dan mereka dapat sepakat bahwa sesuatu itu adalah produk kreatif; (c) kreativitas berbeda derajatnya, dan para pengamat dapat sampai pada kesepakatan bahwa suatu produk lebih kreatif daripada yang lainnya. Definisi konsensual sering digunakan dalam studi kreativitas dalam lapangan keilmuan dan kesenian, baik menyangkut produk, orang, proses, maupun lingkungan tempat orang-orang kreatif mengembangkan kreativitasnya. Definisi konseptual bertolak dari konsep tertentu tentang kreativitas yang dijabarkan ke dalam kriteria tentang apa yang disebut kreatif. Meskipun tetap menekankan segi produk, definisi ini tidak mengandalkan semata-mata pada konsensus pengamat dalam menilai kreativitas, melainkan didasarkan pada kriteria tertentu. Secara konseptual, Amabile (1983: 33) melukiskan bahwa suat produk dinilai kreatif apabila: (a) produk tersebut bersifat baru, unik, berguna, benar, atau bernilai dilihat dari segi kebutuhan tertentu; (b) lebih bersifat heuristik, yaitu menampilkan metode yang masih belum pernah atau jarang dilakukan oleh orang lain sebelumnya. Dalam praktek penilaian terhadap kreativitas (yakni produk dan orangnya), kriteria kreativitas yang dicakup dalam definisi konseptual pada akhirnya akan sangat tergantung pada pertimbangan penilai yang biasanya lebih dari satu orang: sejauh manakah mereka sepakat bahwa sesuatu atau seseorang itu kreatif? Oleh sebab itu, pada kedua definisi tersebut, pertimbangan subjektif sangat besar.
Di antara berbagai definisi tentang kreativitas, definisi yang dikemukakan oleh Stein (1967, 1963) mewakili definisi konseptual maupun definisi konsensual tentang kreativitas, la sangat menekankan segi produk kreatif yang telah nyata, seperti ditunjukkan dalam karya kreatif, la menulis, "The creative work is a novel work that is accepted as tenable or useful or satisfying by a group in some point in time”. Dimensi konseptual dari kreativitas menurut definisi ini tercermin pada kriteria kreativitas, yaitu novel, tenable, useful, dan satisfying. Di pihak lain, dimensi konsensual dinyatakan melalui kata-kata "that is accepted by a group in some point in time”. Pengertian setiap istilah di atas diuraikan berikut ini. Kata novel atau baru berarti bahwa suatu produk yang dinilai kreatif bersifat orisinal. Meskipun tidak berarti sama sekali baru, produk tersebut mencerminkan hasil kombinasi baru atau reintegrasi dari hal-hal yang sudah ada, sehingga melahirkan sesuatu yang baru. Bobot kreativitas suatu produk akan tampak pada sejauh manakah ia berbeda dari apa yang telah ada sebelumnya. Dalam bidang apa pun, kreativitas manusia tidak terjadi secara ex-nihilo (datang dari kevakuman), melainkan didahului oleh penemuan-penemuan terdahulu. Hal ini terutama nyata dalam lapangan ilmu dan teknologi. Dalam penemuan sekalipun, sesuatu tidak ditemukan secara ex-nihilo, karena hukum-hukum alam sebagai kreasi Sang Maha Pencipta telah lebih dahulu ada. Tuhan menciptakan, manusia menemukan. Kalimat "that the creative work is tenable or useful or satisfying" mengandung arti bahwa suatu produk kreatif harus berlaku, berguna, dan memuaskan sejauh dinilai oleh orang lain. Ketiga istilah ini menekankan bahwa hasil dari proses kreatif haruslah dikomunikasikan kepada orang lain, sehingga produk tersebut mengalami "validasi konsensual". Betapapun suatu produk disebut kreatif oleh pembuatnya, selama belum diuji dan divalidasi secara konsensual, yang berarti harus dikomunikasikan, maka produk itu belum layak diakui kreativitasnya. Oleh sebab itu, pengakuan orang lain, khususnya para ahli, sangatlah penting. Dengan menggunakan definisi konseptual dan konsensual tentang kreativitas, studi terhadap ilmuwan senior (Supriadi, 1989) misalnya, dapat menggunakan kriteria: (a) sumbangan mereka terhadap ilmu pengetahuan; (b) keanggotaan dalam organisasi profesi; (c) penghargaan yang pernah diterima; dan (d) jabatan keahlian yang pernah atau sedang dipegang. Dalam bidang keilmuan, pengakuan terhadap kreativitas suatu karya keilmuan diberikan oleh komunitas ilmuwan pada bidang yang sesuai dengan disiplinnya, seperti dinyatakan oleh Stein (1967: 115) melalui kalimat "the creative work is accepted by a group”, atau dengan kata lain "the creative product is congruent with the needs or experience of a group". Pengakuan dari orang lain yang ahli memungkinkan individu kreatif untuk melakukan validasi terhadap karya-karyanya. Segi keempat adalah, "the creative work is accepted at some point in time". Kalimat ini menekankan dimensi waktu dari pengakuan orang terhadap suatu karya kreatif. Suatu karya mungkin diakui sebagai karya kreatif luar biasa pada suatu masa, tetapi tidak demikian halnya pada masa selanjutnya. Dalam seni lukis, misalnya, karya Vincent van Gough dianggap bukan karya lukis yang luar biasa pada saat ia masih hidup, tetapi satu abad kemudian, karya-karyanya terjual dengan harga puluhan juta dollar karena dinilai oleh komunitas seniman, kritikus, dan kolektor seni sebagai karya kreatif istimewa. Begitu juga dalam lapangan keilmuan, teori yang menyatakan bahwa atom adalah benda terkecil yang tak dapat dibagi lagi dianggap sebagai teori yang paling kreatif pada masanya. Tetapi setelah datang teori Madam Curie yang menyatakan bahwa atom terdiri atas proton, neutron, dan elektron, teori terdahulu mengalami penurunan nilai kreativitasnya, jadi, nilai kreativitas suatu produk tergantung atas faktor waktu. Dalam karya momumentalnya, A Study of History (1947), Arnold Toynbee berbicara tentang mimesis kreativitas, yaitu orang-orang atau karya-karya kreatif terdahulu mengalami penurunan nilai karena ditemukan hal-hal baru yang lebih mampu menjelaskan dan memecahkan masalah. Mimesis kreativitas oleh Toynbee diartikan sebagai "those who have been successful innovators of the past, tend to disqualify themselves for successful innovation in the future". Mimesis dapat terjadi pada orang, institusi, atau teknik pemecahan masalah. Kreativitas suatu produk bukan hanya tergantung kepada faktor waktu, melainkan juga tempat. Suatu karya mungkin dianggap kreatif pada satu tempat, tetapi tidak demikian halnya pada tempat yang lain. Suatu penemuan di bidang ilmu dan teknologi mungkin tergolong langka pada suatu negara, tetapi di negara yang lain hal tersebut telah banyak ditemukan. Pernyataan ini menekankan bahwa kreativitas tergantung pula atas konteks sosial-budaya. Oleh sebab itu, Amabile (1983: 34) mengemukakan bahwa penilaian terhadap kreativitas pada akhirnya terikat kepada konteks sosial, budaya, dan waktu.
Menempatkan kreativitas dalam konteks komunitas orang- orang yang mengapresiasi karya, tempat, dan waktu, tidak berarti kualitas intrinsik karya kreatif tersebut diabaikan. Justru pengakuan itu diberikan oleh orang lain karena karya itu memiliki kualitas intrinsik tertentu, di samping memiliki signifikansi sosial. Dalam lapangan keilmuan, kreativitas suatu karya bukan hanya ditentukan oleh kepentingan ilmu, melainkan juga diabdikan untuk kepentingan umat manusia. Atas dasar inilah, maka komunitas ilmuwan secara moral diikat oleh etika keilmuan dalam melakukan ikhtiar keilmuannya. Kriteria kreativitas Bagaimanakah orang kreatif diidentifikasi? Apakah yang menjadi ukuran bahwa seseorang lebih" kreatif daripada yang lain? Atas dasar apakah seseorang dikatakan sebagai orang kreatif dan suatu produk disebut sebagai produk kreatif? Jawaban atas pertanyaan- pertanyaan ini sangat penting, karena menentukan nilai dan arti suatu kajian atau penilaian tentang kreativitas. Shapiro (1973) mengemukakan bahwa tanpa ada kejelasan mengenai kriteria kreativitas, suatu kajian tentang kreativitas patut diragukan keabsahan hasilnya. Dalam nada yang sama, Taylor & Holland (1964: 31) menyatakan, tidak ada yang paling penting dalam kreativitas, kecuali masalah kriteria. Penentuan kriteria kreativitas menyangkut tiga dimensi yaitu dimensi proses, person, dan produk kreatif (Amabile, 1983). Dengan menggunakan proses kreatif sebagai kriteria kreativitas, maka segala produk yang dihasilkan dari proses itu dianggap sebagai produK kreatif, dan orangnya disebut sebagai orang kreatif. Hal ini dilukiskan oleh Koestler (1964: 119) yang mengartikan kreativitas sebagai suat" proses bisosiatif, yaitu "the deliberate connecting of two previously unrelated 'matrices of thought' to produce a new insight or invention”. Rothenberg (1976) memberikan pengertian bahwa, proses kreatif identik dengan berpikir Janusian (janusian thinking), yaitu suatu tipe berpikir divergen yang berusaha melihat berbagai dimensi yang beragam atau bahkan bertentangan menjadi suatu pemikiran yang baru. Apabila proses bisosiatif ini dihubungkan dengan tahap-tahap berpikir kreatif, maka selama proses tersebut merentang dari pengumpulan informasi (preparasi), inkubasi, iluminasi, dan evaluasi/verifikasi, dapat dikatakan bahwa hasil proses berpikir itu adalah produk kreatif. Keberatan yang diajukan terhadap teori ini ialah, sesuatu yang dihasilkan dari proses berpikir kreatif tidak selalu dengan sendirinya dapat disebut sebagai produk kreatif. Kriteria ini jarang dipakai dalam penelitian, karena dianggap kurang menyentuh persoalan inti, yaitu karya kreatif secara nyata. Dalam berbagai studi (misalnya Ghiselin, 1983; Ghiselin, Rompel, & Taylor, 1964), proses kreatif lebih ditempatkan sebagai salah satu aspek dari orang kreatif, dan bukan kriteria yang berdiri sendiri. Dimensi person sebagai kriteria kreativitas seringkali kurang jelas rumusannya. Amabile (1983) mengatakan bahwa pengertian person sebagai kriteria kreativitas identik dengan apa yang oleh Guilford (1950) disebut kepribadian kreatif (creative personality), yaitu "those patterns of traits that are characteristics of creative persons”. Kepribadian kreatif menurut Guilford meliputi dimensi kognitif (yaitu bakat) dan dimensi non-kognitif (yaitu minat, sikap, dan kualitas temperamental). Menurut teori ini, orang-orang kreatif memiliki ciri-ciri kepribadian yang secara signifikan berbeda dengan orang-orang yang kurang kreatif. Karakteristik-karakteristik kepribadian ini menjadi kriteria untuk mengidentifikasi orang-orang kreatif. Orang-orang yang memiliki ciri-ciri seperti yang dimiliki oleh orang-orang kreatif dengan sendirinya adalah orang kreatif. Kriteria ini banyak digunakan dalam penelitian kreativitas. Prosedur identifikasi orang-orang kreatif berdasarkan ciri-ciri kepribadian yang dimilikinya, biasanya dilakukan melalui teknik self-report, nominasi dan penilaian oleh teman sebaya, rekan sejawat atau atasan dengan menggunakan pertimbangan subyektif. Keberatan terhadap kriteria ini, jika digunakan sebagai satusatunya kriteria untuk menentukan kreativitas seorang, ialah karena ia belum menyentuh esensi dari kreativitas, yakni kemampuan untuk melahirkan sesuatu yang baru, yang nyata iialam hasil karyanya. Karena itu, dimensi kepribadian dari kreativitas biasanya diteliti dalam kaitan dengan kriteria lain yang lebih eksplisit, yaitu produk kreatif. Kriteria ketiga ialah produk kreatif, yang menunjuk pada hasil perbuatan, kinerja, atau karya seseorang dalam bentuk barang atau gagasan. Kriteria ini dipandang sebagai yang paling eksplisit untuk menentukan kreativitas seseorang, sehingga disebut "kriteria puncak" (the ultimate criteria) bagi kreativitas (Amabile, 1983; Shapiro, 1973), Dalam operasi penilaiannya, proses identifikasi kreativitas dilakukan melalui analisis obyektif terhadap produk, pertimbangan subyektif oleh peneliti atau panel ahli, dan melalui tes. Misalnya, mengenai kriteria produk kreatif di bidang penelitian keilmuan (murni dan terapan), McPherson (1963:24) menyebutkan sebelas indikator, yaitu: patent, patent disclosures, publications, unpublished research reports, unprinted oral presentations, improved processes, new imtruments, new analytical methods, ideas, new products, new compounds. Indikator-indikator ini lebih mencerminkan produk kreatif di bidang sains dan teknologi, dan tidak semuanya berlaku pada produk kreativitas di bidang ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan. Pada semua indikator di atas tampak bahwa kualitas produk kreatif ditentukan oleh sejauh manakah produk tersebut memiliki kebaruan (newness, novelty) atau orisinal, bermanfaat, dan dapat memecahkan masalah. Proses penilaian terhadap produk kreatif dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu analisis obyektif dan pertimbangan subyektif. Produk kreatif yang ditampilkan oleh individu yang dibuktikan dalam karya-karya kreatifnya menjadi ukuran: apakah ia/mereka layak disebut sebagai orang kreatif istimewa ataukah tidak. Kriteria yang didasarkan pada produk kreatif cukup dapat dipercaya, bahkan lebih dapat dipercaya daripada kriteria yang didasarkan atas skor tes kreativitas semata-mata (Brandt, 1986), karena produk kreatif secara langsung menggambarkan penampilan aktual seseorang dalam kegiatan kreatif. Amabile (1983: 20) dalam kaitan ini mengemukakan: “In formal discourse, product definitions are generally considered as ultimately the most useful for creativity research, even among those who study the creative personality or the creative process. Few creativity studies, however, have used assessment techniques that closely follow any explicit definition of creative products”. Dalam berbagai studi, kriteria kreativitas dibedakan pula ke dalam dua jenis (Ghiselin, 1963; Shapiro, 1973). Pertama, concurrent criteria, yaitu kriteria berdasarkan produk kreatif yang ditampilkan oleh seseorang selama hidupnya maupun dibatasi hanya ketika ia menyelesaikan suatu karya kreatif. Kedua, concurrent criteria, yang didasarkan pada konsep atau definisi kreativitas yang dijabarkan ke dalam indikator-indikator perilaku kreatif. Sejauh manakah indikator-indikator yang diukur itu sahih, maka harus diuji dengan berbagai cara. Kriteria concurrent berkaitan dengan definisi konseptual tentang kreativitas. Asumsi tentang kreativitas Ada enam asumsi tentang kreativitas, yang diangkat dari teori dan berbagai studi tentang kreativitas. Pertama, setiap orang memiliki kemampuan kreatif dengan tingkat yang berbeda-beda. Tidak ada orang yang sama sekali tidak memiliki kreativitas, dan yang diperlukan adalah bagaimanakah mengembangkan kreativitas tersebut. Dikemukakan oleh Devito (1971:213-216) bahwa kreativitas merupakan suatu kemampuan yang dimiliki oleh setiap orang dengan tingkat yang berbeda-beda. Setiap orang lahir dengan potensi kreatif, dan potensi ini dapat dikembangkan dan dipupuk. Dalam nada yang sama, Piers (1976: 268) mengemukakan, "All individuals are creative in diverse ways and different degrees". Treffinger (1980: 15) juga mengemukakan bahwa tidak ada orang yang sama sekali tidak mempunyai kreativitas, seperti halnya tidak ada seorang pun manusia yang inteligensinya nol. Potensi kreativitas berbeda-beda secara luas di antara orang yang satu dengan yang lain. Dalam perwujudannya, derajat kreativitas dapat dibedakan tinggi-rendahnya berdasarkan kriteria tertentu. Karen derajat kreativitas ada dalam suatu garis kontinum, maka perbedaan antara orang-orang kreatif dengan orangorang tidak kreatif hanyalah istilah teknis belaka. Kedua kategori itu sesungguhnya menunjuk pada tingkat kreativitas yang tinggi dan tingkat kreativitas yang rendah. Apakah seseorang tergolong kreatif atau tidak kreatif, bukanlah dua hal yang bersifat mutually exclusive. Kedua, kreativitas dinyatakan dalam bentuk produk-produk kreatif, baik berupa benda maupun gagasan (creative ideas). Produk kreatif merupakan 'kriteria puncak' untuk menilai tinggi-rendahnya kreativitas seseorang. Tinggi atau rendahnya kualitas karya kreatif seseorang dapat dinilai berdasarkan orisinalitas atau kebaruan karya itu dan sumbangannya secara konstruktif bagi perkembangan kebudayaan dan peradaban. Ketiga kriteria ini pula yang digunakan oleh Panitia Hadiah Nobel (Akademi Ilmu Pengetahuan Swedia) dalam menetapkan hadiah yang sangat prestrsius ini untuk bidang Kimia, Fisika, Kedokteran, Ekonomi, Sastra, dan Perdamaian. Ketiga, aktualisasi kreativitas merupakan hasil dari proses interaksi antara faktor-faktor psikologis (internal) dengan lingkungan (eksternal). Pada setiap orang, peranan masing-masing faktor tersebut berbeda-beda. Asumsi ini drsebut juga sebagai asumsi interaksional (Stein, 1967) atau sosial-psikologis (Amabile, 1983; Simonton, 1975) yang. memandang kedua faktor tersebut secara komplementer. Artinya, kreativitas berkembang berkat serangkaian proses interaksi sosial: individu dengan potensi kreatifnya mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan sosial-budaya tempat ia hidup. Individu dan masyarakat tidak pernah berada dalam kondisi yang vakum dari perubahan. Oleh karena itu, kreativitas merupakan fenomena individual dan sekaligus fenomena kolektif-sosial budaya. Keempat, dalam diri seseorang dan lingkungannya terdapat faktor-faktor yang dapat menunjang atau justru menghamba perkembangan kreativitas. Faktor-faktor tersebut dapat diidentifikasi persamaan dan perbedaannya pada kelompok individu atau antar individu yang satu dengan yang lain. Kelima, kreativitas seseorang tidak berlangsung da kevakuman, melainkan didahului oleh, dan merupakan pengembangan dari hasil-hasil kreativitas orang-orang yang berkarya sebelumnya. Jadi kreativitas merupakan kemampuan seseorang dalam menciptakan kombinasi-kombinasi baru dari hal-hal yang telah ada sehingga melahirkan sesuatu yang baru. Berbeda dengan kreativitas Tuhan yang terjadi dari ketiadaan (ex-nihilo),"human creativity uses what is already existing and available and changes it in unpredictable ways" (Arieti, 1976:4). Keenam, karya kreatif tidak lahir hanya karena kebetulan, melainkan melalui serangkaian proses kreatif yang menuntut kecakapan, keterampilan, dan motivasi yang kuat Ada tiga faktor yang menentukan prestasi kreatif seseorang, yaitu: motivasi atau komitmen yang tinggi, keterampilan dalam bidang yang ditekuni, dan kecakapan kreatif. Menurut Torrance (1978: 12): “A high level of creative achievement can be expected consistently only from those who have creative motivations (commitment) and the skills necessary to accompany the creative abilities. The person who has a high level Of creative abilities and skills may become a creative achiever, if the creative motivations can be aroused. Similarly, the person who has creative abilities and motivations can become a creative achiever with the acquisition of the necessary creative skills”. Kreativitas dan Inteligensi Kreativitas dan inteligensi mempunyai perbedaan. Jika menggunakan teori Guilford mengenai Structure of Intellect (SOI), inteligensi lebih menyangkut cara berfikir konvergen (memusat), sedangkan kreativitas berkenaan dengan cara berfikir divergen (menyebar). Penelitian Torrance (1965) mengungkapkan bahwa anak-anak yang tinggi kreativitasnya mempunyai taraf inteligensi (IQ) di bawah rata-rata IQ kelompok sebayanya. Dalam konteks keberbakatan (giftedness), Torrance menyatakan bahwa IQ tidak dapat dijadikan kriteria tunggal untuk mengidentifikasi orang-orang yang berbakat. Jika hanya IQ yang digunakan sebagai kriteria, maka sekitar 70% orang yang tinggi kreativitasnya akan tereliminasi dari seleksi. Berbagai studi lain melaporkan hasil yang berbeda-beda mengenai hubungan antara kreativitas dan inteligensi. Pada intinya penelitian itu membuktikan bahwa sampai tingkat tertentu terdapat hubungan antara inteligensi dan kreativitas, tetapi menurut penelitian Getzels & Jackson, pada tingkat IQ di atas 120, hampir tidak ada hubungan antara keduanya. Artinya, orang yang IQ-nya tinggi mungkin kreativitasnya rendah, atau sebaliknya. Selanjutnya kedua peneliti itu membuat empat kelompok orang, yaitu: (1) kreativitas rendah, inteligensi rendah; (2) kreativitas tinggi, inteligensi tinggi; (3) kreativitas rendah, inteligensi tinggi; dan (4) kreativitas tinggi, inteligensi rendah. Dengan demikian, kreativitas dan inteligensi merupakan dua domain kecakapan manusia yang berbeda. Dalam teori yang berlaku dewasa ini, baik inteligensi maupun kreativitas dijadikan kriteria untuk menentukan keberbakatan seseorang. Proses Kreatif Pada dasarnya, proses kreatif berlangsung sangat subyektif, misterius, dan personal. Meskipun proses kreatif mempunyai tahap-tahap tertentu, tidak mudah mengidentifikasi secara persis pada tahap manakah suatu proses kreatif seseorang sedang berada. Wallas mengemukakan bahwa proses kreatif melalui empat tahap, yaitu: persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verifikasi. Sementara itu, Devito (1971) mengemukakan tahapan yang agak berbeda, yaitu: analisis manipulasi, impasse, Eureka dan verifikasi. Di antara tahap-tahap proses kreatif, apa yang dikemukakan oleh Wallas adalah yang diterima luas dewasa ini. Tahap persiapan adalah ketika individu mengumpulkan informasi atau data untuk memecahkan suatu masalah, la mencoba memikirkan berbagai kemungkinan pemecahan terhadap masalah yang dihadapinya. Pada tahap inkubasi, proses pemecahan masalah "dierami" dalam alam pra-sadar. individu seakan-akan melupakannya. Tahap inkubasi ini dapat berlangsung lama (berhari-hari atau bahkan bertahun-tahun) atau sebentar (beberapa menit atau beberapa jam), sampai timbul inspirasi atau gagasan untuk memecahkan masalah. Tahap ini disebut iluminasi, yaitu pada gagasan muncul untuk memecahkan masalah. Kohler melukiskan tahap ini dengan kata- kata "Aha, Erlebnis! atau 'Now, I see it!, yang kira-kira berarti: Oh, iya! Pada tahap verifikasi, gagasan yang muncul tersebut dievaluasi secara kritis dan dihadapkan pada realitas. Jika pada tahap persiapan, inkubasi, dan iluminasi proses berfikir divergen yang menonjol, maka dalam tahap verifikasi, yang menonjol adalah berfikir konvergen. Pengakuan orang-orang yang telah menunjukkan prestasi kreatifnya yang istimewa dalam lapangan ilmu dan seni mengungkapkan bahwa mereka mengalami keempat tahap proses kreatif tersebut. Sebelum melahirkan teori "Susunan Berkala Unsur-unsur" dalam Kimia, Mendeleyev mengalami masa inkubasi yang cukup lama. Lahirnya "Fungsi-fungsi Fuchsian" dari Henri Paincare. ahli matematika Perancis, didahului oleh masa inkubasi berhari-hari sampai inspirasi datang secara mendadak ketika Poincare sedang berekreasi. Penuturan lebih lengkap mengenai proses kreatif ilmuwan dan seniman dapat dibaca dalam buku karya Ghiselin (1983), Proses Kreatif. Kreativitas dan Posisi Kelahiran Pada bagian lain buku ini dikemukakan bahwa 35% finalis dan pemenang Lomba Karya Ilmiah Remaja dan Lomba Penelitian ilmiah Remaja tahun 1986 dan 1987 adalah anak-anak sulung. Persentase ini jauh berada di atas anak kedua (23%), anak bungsu (12%) dan anak tengah yang bukan anak kedua (30%). Besarnya persentase anak sulung mengundang pertanyaan: benarkah anak sulung cenderung lebih berprestasi dibandingkan dengan anak-anak lainnya? Bagaimana sesungguhnya hubungan antara posisi kelahiran dengan prestasi kreatif seseorang? Pertanyaan ini menarik jika dikaitkan dengan berbagai hasil studi di beberapa negara. Urutan kelahiran memang banyak dipelajari dalam kaitannya dengan keunggulan intelektual (yaitu prestasi, kecerdasan, kreativitas) dan kematangan emosional. Tentang kreativitas, ada bukti-bukti kuat yang menunjukkan bahwa urutan kelahiran baik langsung maupun tidak langsung merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi kreatif. Setelah mempelajari berbagai hasil penelitian, Amabile (1986) menulis: "Penelitian terhadap para tokoh berprestasi luar biasa menunjukkan bahwa anak-anak sulung, khususnya anak sulung laki-laki, cenderung berprestasi melebihi adik-adiknya". Dalam karya monumentalnya "Heredinatry Genius" (1874), Francis Galton melaporkan bahwa para ilmuwan terkemuka yang dipelajarinya banyak yang berstatus anak sulung dan anak laki satu-satunya dalam keluarga. Hal ini didukung oleh Haverlock Ellis yang melaporkan hasil serupa dari studinya terhadap para tokoh terkemuka di bidang IPTEK, seni, dan politik. Penelitian lain dilakukan oleh Anne Roe terhadap para ilmuwan terkemuka Amerika Serikat yang terdiri dari 20 pakar biologi, 22 pakar fisika, dan 22 ilmuwan sosial. Mereka umumnya anggota National Academy of Science, suatu perhimpunan ilmuwan terpilih, beberapa di antara mereka adalah pemenang hadiah Nobel. Sangat mencengangkan bahwa sebanyak 39 orang (61%) dari mereka adalah anak sulung! Sementara itu, dalam laporannya, Goertzel, dkk (1978) mencatat bahwa dari 314 tokoh terkemuka abad ini yang berasal dari seluruh dunia, 30% adalah anak sulung, 16% anak tunggal, 27% anak bungsu, dan 26% lainnya anak tengah, jadi persentase tertinggi adalah anak sulung disusul oleh anak bungsu. Goertzel menyebut subyek penelitiannya sebagai "para tokoh terkemuka di dunia abad ke-20", karena memang subyek yang dipilihnya adalah mereka yang telah menunjukkan prestasinya yang luar biasa dalam berbagai bidang kehidupan. Angka-angka di atas sesuai dengan penelitian Aitus yang melaporkan bahwa ada hubungan yang kuat antara urutan kelahiran dengan keunggulan prestasi kreatif, di mana anak sulung adalah yang paling tinggi prestasinya. Kecenderungan ini bukan hanya dalam ilmu pengetahuan, melainkan dalam seni. Di bidang musik, Schubert dan Wagner (1977) melaporkan, sebagian besar komposer musik-musik klasik adalah anak sulung dan anak tunggal. Namun ada juga penelitian yang menyangkal penemuan di atas. Louis-Ellin Datta tidak menemukan adanya kaitan antara urutan kelahiran dengan kreativitas. Malah dua penelitian lain oleh Eisenman dan Staffieri justru menemukan bahwa hubungan antara kreativitas dan kelahiran adalah negatif. Perbedaan hasil penelitian adalah biasa, tetapi yang perlu dicari adalah penjelasan yang masuk akal di belakang perbedaan tersebut. Simonton (1984) misalnya menemukan bahwa anak sulung cenderung unggul di bidang sains dan teknologi, sementara dalam bidang politik, anak-anak tengah lebih unggul daripada anak-anak lainnya. Hal ini kemungkinan disebabkan karena bidang politik menuntut kemampuan seseorang untuk mengadakan kompromi dan negosiasi. Diduga keunggulan anak-anak tengah dalam bidang ini karena telah terbiasa berdiri di tengah, di antara kakak dan adiknya. Penjelasan lain diajukan oleh Aibert (1980) yang menyatakan bahwa sebenarnya bukan urutan kelahiran itu yang mempengaruhi prestasi kreatif, melainkan posisi khusus dalam keluarga. Posisi khusus ini meliputi: anak sulung, anak laki-laki pertama, anak laki-laki satu-satunya, anak bungsu, anak laki-laki bungsu, dan anak yatim. Menggunakan batasan ini, ia menelaah 31 pemenang Nobel, dan ditemukan bahwa 74% dari mereka adalah orang-orang yang mempunyai posisi khusus tesebut. Dalam telaah lain yang jumlah subyeknya lebih besar (62 ilmuwan terkemuka), ditemukan bahwa 76% adalah orang-orang yang mempunyai posisi khusus dalam keluarganya. Dari temuan Albert semakin jelas bahwa bukan posisi kelahirannya yang penting, melainkan arti dari posisi tersebut. Anak dengan posisi kelahiran mana pun (anak pertama, anak kedua, anak tengah, anak bungsu, anak tunggal) baik laki-laki maupun perempuan dapat mencapai prestasi kreatif yang tinggi dalam berbagai bidang kehidupan tergantung kepada bagaimanakah posisi kelahiran itu dipersepsi dan diberi makna oleh lingkungannya, khususnya oleh orang tua, melalui perlakuan yang diberikannya kepada anak. Seperti dikemukakan oleh Albert, yang penting adalah efek psikologis dari posisi kelahiran itu, bukan posisi kelahirannya sendiri. Sebagian orang tua seringkali memberikan perlakuan yang berbeda kepada anaknya. Anak sulung dan anak bungsu biasanya mendapatkan perhatian yang lebih, baik positif maupun negatif akibatnya pada anak. Anak yang sangat dinantikan (misalnya anak tunggal, satu-satunya anak perempuan, atau satusatunya anak laki-laki) juga biasanya mendapatkan perlakuan khusus dari orang tuanya, jika perlakuan khusus itu positif (tidak berlebihan atau dimanja), efeknya akan positif pula. jika sebaliknya, maka efeknya pun akan kurang baik bagi anak. Menurut Altus, keunggulan anak-anak sulung unggul dalam prestasi kreatif kemungkinan disebabkan oleh: interaksi yang intensif dengan orang tua; memiliki lebih banyak peluang untuk mempelajari norma-norma orang dewasa; berkembangnya kesadaran yang lebih besar; adanya dorongan yang lebih kuat untuk berprestasi. Hal-hal ini membuat anak-anak sulung memiliki rasa ingin tahu yang lebih besar, secara emosional lebih matang, mempunyai motif prestasi yang lebih tinggi, dan lebih mandiri. Ciri-ciri kepribadian tersebut sesungguhnya dapat dimiliki oleh anak dengan urutan kelahiran mana pun, asalkan orang tuanya sadar akan pentingnya keadilan dan kelayakan dalam memperlakuan semua anak tanpa kecuali, jadi, tidak ada alasan bagi seseorang untuk merasa bangga karena menjadi anak sulung atau anak dengan posisi khusus, dan sebaliknya seseorang tidak dapat merasa pesimistik karena menjadi anak yang tidak memiliki posisi khusus. Untuk mencapai prestasi yang tinggi, yang penting adalah kerja keras, kesungguhan, dan motivasi untuk berprestasi. Dalam teori kepribadian, Alfred Adler memberikan perhatian khusus kepada peranan posisi kelahiran dalam kepribadian seseorang. Anak sulung akan cenderung mendapatkan perhatian lebih dari orang tuanya simpai lahirnya anak kedua. Hal ini mengakibatkan anak sulung merata diabaikan. Kondisi ini dapat mempengaruhi kepribadian anak tersebut, misalnya membenci orang lain secara berlebihan, melindungi diri dari perubahan yang tiba-tiba, dan merasa tidak aman. Menurut Adler, orang-orang yang neurotik, kriminal, pemabuk seringkali adalah anak-anal sulung. Untuk mencegah akibat ini, ia menyarankan agar orang tua bersikap bijaksana dalam memperlakukan anak sulung apabila telah lahir anak berikutnya. Anak kedua dan anak tengah menurut Adler cenderung ambisius, ia berusaha untuk mengungguli kakaknya, la juga cenderung menjadi pemberontak, namun secara umum kemampuan penyesuaian dirinya biasanya lebih baik daripada kakak maupun adiknya. Di pihak lain, anak bungsu adalah anak yang dimanja. Seperti halnya anak sulung, akibat perlakuan yang dimanja itu, anak bungsu akan cenderung menjadi anak yang suka membuat masalah dan menjadi orang neurotik ketika dewasa. Beberapa penelitian untuk menguji kebenaran teori Adler melaporkan bahwa teori tersebut ada benar dan kelirunya. Seperti dalam kreativitas, faktor yang lebih menentukan kepribadian adalah sikap dan perlakuan orang tua terhadap anaknya serta persepsi anak itu sendiri terhadap posisi kelahirannya, bukan posisi kelahiran itu sendiri. Ciri-ciri Kepribadian Orang Kreatif Salah satu aspek kreativitas adalah kepribadian (personality) orang-orang kreatif. Aspek ini penting dipahami sebagai dasar dalam memberikan perlakuan yang sesuai kepada seseorang guna mengembangkan kreativitasnya. Ada ungkapan bahwa "the creative person must have a creative personality". Upaya menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan kreativitas hanya mungkin apabila dipahami lebih dahulu sifat-sifat kemampuan kreatif dan iklim lingkungan yang mengitarinya. Guilford mengemukakan bahwa dalam arti sempit ‘kreativitas' mengacu kepada kecakapan yang menjadi karakteristik orang-orang kreatif, yaitu orisinalitas, fleksibilitas, kelancaran, dan elaborasi. Kecakapan kreatif menentukan apakah individu dapat menampilkan perilaku kreatifnya sampai taraf tertentu. Apakah orang-orang yang memiliki modal kecakapan kreatif akan secara nyata menghasilkan karya-karya kreatif, tergantung kepada ciri-ciri motivasi, sikap, dan temperamennya. Oleh sebab itu, ada dua masalah penting yang perlu mendapatkan perhatian serius dalam telaah kreativitas, yaitu: bagaimanakah potensi kreativitas dapat diidentifikasi; dan bagaimanakah kepribadian kreatif dapat dikembangkan. Ciri-ciri kreativitas dapat dibedakan ke dalam ciri kognitif dan non-kognitif. Ke dalam ciri kognitif termasuk empat ciri berpikir kreatif, yaitu orisinalitas, fleksibilitas, kelancaran, dan elaborasi. Ke dalam ciri non-kognitif termasuk motivasi, sikap, dan kepribadian kreatif. Ciri-ciri nonkognitif sama pentingnya dengan ciri-ciri kognitif, karena tanpa ditunjang oleh kepribadian yang sesuai, kreativitas seseorang tidak dapat berkembang secara wajar. Misalnya, menurut tes berpikir kreatif, seseorang memiliki kemampuan berpikir orisinal, luwes, dan lancar. Namun ia pemalas dan mudah menyerah, maka kemampuan tersebut tidak akan berkembang. Dari penelitiannya terhadap 537 siswa sekolah menengah, Parloff & Datta (1965) menemukan bahwa - sementara tidak terdapat perbedaan dalam usia, IQ, bakat sains, status sosial-ekonomi, dan keutuhan keluarganya - ada perbedaan yang signifikan ciri-ciri kepribadian kelompok siswa yang tinggi, sedang, dan rendah kreativitasnya. Para siswa yang tinggi kreativitasnya cenderung lebih ambisius, mandiri, otonom, percaya diri, efisien dalam berpikir, dan perseptif. Sebaliknya kelompok siswa yang rendah kreativitasnya kurang memiliki kesadaran diri akan arti hidup sehat dan sejahtera, kurang dapat mengendalikan diri, lebih impulsif, kurang peduli akan kesan orang lain pada dirinya, dan kurang efisien dalam berpikir Cashdan & Welsh (1966) menemukan bahwa siswa SMA yang tinggi kreativitasnya lebih mandiri, mengusahakan perubahan dalam lingkungannya, dan relasi interpersonalnya lebih terbuka dan aktif. Sebaliknya siswa yang rendah kreativitasnya lebih rendah otonominya dan kurang menonjolkan diri. Studi lain dilakukan oleh Garwood 1964 terhadap para mahasiswa bidang sains. Mahasiswa yang tinggi kreativitasnya memiliki fleksibilitas kognitif yang tinggi, lebih dini tertank kepada sains, lebih dominan, pandai bergaul, dan dapat menerima dirinya. Sementara Piers (1970) mengungkapkan bahwa orang-orang kreatif cenderung memiliki rasa ingin tahu yang besar, persisten, tidak puas pada apa yang ada, percaya diri, otonom, bebas dalam pertimbangan, menerima diri, senang humor, intuitif dalam berpikir, tertarik kepada hal-hal yang kompleks, sensitif terhadap rangsangan, dan toleran terhadap situasi yang tidak pasti. Munandar (1977) mengemukakan tujuh ciri sikap, kepercayaan, dan nilai-nilai yang melekat pada orang-orang yang kreatif, yaitu: terbuka terhadap pengalaman baru dan luar biasa, luwes dalam berpikir dan bertindak, bebas dalam mengekspresikan diri, dapat mengapresiasi fantasi, berminat pada kegiatankegiatan kreatif, percaya pada gagasan sendiri, dan mandiri. Ketujuh ciri tersebut dijabarkan ke dalam 32 butir Skala Sikap Kreatif yang ia susun untuk penelitiannya. Masih banyak hasil telaah yang lain mengenai ciri-ciri kepribadian orang kreatif, misalnya dari Crutchfield (1971), Dellas & Gaier (1970), MacKinnon (1976), Goyal (1977), Ruggiero (1984), Arasteh & Arasteh (1976), Clark (1983), dan Bruch (1981). Berdasarkan survei kepustakaan, Supriadi (1985) mengidentifikasi 24 ciri kepribadian kreatif yang ditemukan dalam berbagai studi, yaitu: (1) terbuka terhadap pengalaman baru; (2) fleksibel dalam berpikir dan merespons; (3) bebas dalam menyatakan pendapat dan perasaan; (4) menghargai fantasi; (5) tertarik kepada kegiatan-kegiatan kreatif; (6) mempunyai pendapat sendiri dan tidak mudah terpengaruh oleh orang lain; (7) mempunyai rasa ingin tahu yang besar; (8) toleran terhadap perbedaan pendapat dan situasi yang tidak pasti; (9) berani mengambil risiko yang diperhitungkan; (10) percaya diri dan mandiri; (11) memiliki tanggung jawab dan komitmen kepada tugas; (12) tekun dan tidak mudah bosan; (13) tidak kehabisan akal dalam memecahkan masalah; (14) kaya akan inisiatif; (15) peka terhadap situasi lingkungan; (16) lebih berorientasi ke masa kini dan masa depan daripada masa lalu; (17) memiliki citra diri dan stabilitas emosional yang baik; (18) tertarik kepada hal-hal yang abstrak, kompleks, holistik dan mengandung teka-teki; (19) memiliki gagasan yang orisinal; (20) mempunyai minat yang luas; (21) menggunakan waktu luang untuk kegiatan yang bermanfaat dan konstruktif bagi pengembangan diri; (22) kritis terhadap pendapat orang lain; (23) senang mengajukan pertanyaan yang baik; dan (24) memiliki kesadaran etik-moral dan estetik yang tinggi.
Sumber :
Disarikan dari “Kreativitas, kebudayaan & perkembangan Iptek” karya Dedi Supriadi
oleh : Miyarso Dwi Ajie, M.I.Kom mdajie@upi.edu | Prodi Perpustakaan & Informasi Universitas Pendidikan Indonesia- Pengertian Kecerdasan Interpersonal menurut Howard Gardner (Agus Efendi, 2005:81), kecerdasan adalah suatu kemampuan untuk memecahkan dan kemampuan untuk menghasilkan produk yang memiliki nilai budaya. Berdasarkan konsep ini Gardner menemukan bahwa kecerdasan manusia tidak tunggal tapi ganda bahkan tak terbatas. Gardner menemukan 8 kecerdasan yang dimiliki manusia, yang disebutnya dengan kecerdasan majemuk (multiple intelligence). Kedelapan kecerdasan tersebut adalah kecerdasan linguistik, kecerdasan logis-matematis, kecerdasan spasial, kecerdasan musikal, kecerdasan kinestetik, kecerdasan naturalis, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan interpersonal.Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk memahami dan bekerjasama dengan orang lain (Amstrong, 2002:4). Kecerdasan ini menuntut kemampuan untuk menyerap dan tanggap terhadap suasana hati, perangai, niat, dan hasrat orang lain. Kecerdasan interpersonal akan menunjukkan kemampuan anak dalam berhubungan dengan orang lain. Kecerdasan interpersonal yang tinggi membuat orang bisa bekerjasama dengan orang lain dan melakukan sinergi untuk membuahkan hasil-hasil positif (Anita Lie, 2003:8). Anak yang memiliki kecerdasan interpersonal tinggi akan mampu menjalin komunikasi yang efektif dengan orang lain, mampu berempati secara baik, mampu mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang lain, menyukai bekerja secara kelompok. Kecerdasan interpersonal bisa dikatakan juga sebagai kecerdasan sosial, diartikan sebagai kemampuan dan keterampilan seseorang dalam menciptakan relasi, membangun relasi dan mempertahankan relasi sosialnya sehingga kedua belah pihak berada dalam situasi menguntungkan (Safaria, 2005:23).Kata sosial maupun interpersonal hanya penyebutannya saja yang berbeda, tetapi keduanya menjelaskan maksud dan inti yang sama. Lwin (2008: 197) menjelaskan kecerdasan interpersonal sebagai kemampuan untuk memahami dan memperkirakan perasaan, temperamen, suasana hati, maksud dan keinginan orang lain kemudian menanggapinya secara layak. Dari beberapa pengertian di atas, maka kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk memahami maksud dan perasaan orang lain sehingga tercipta hubungan yang harmonis dengan orang lain. Kecerdasan interpersonal penting dalam kehidupan manusia karena pada dasarnya manusia tidak bisa menyendiri. Banyak kegiatan dalam hidup manusia terkait dengan orang lain, begitu juga seorang anak yang membutuhkan dukungan orang-orang disekitarnya. Keterampilan sosial anak terjalin melalui hubungan dengan teman sebayanya.
Karakteristik orang yang memiliki kecerdasan interpersonal menurut Muhammad Yaumi (2012:147) adalah:1)Belajar dengan sangat baik ketika berada dalam situasi yang membangun interaksi antara satu dengan yang lainnya.2)Semakin banyak berhubungan dengan orang lain, semakin merasa bahagia.3)Sangat produktif dan berkembang dengan pesat ketika belajar secara kooperatif dan kolaboratif. 4)Ketika menggunakan interaksi jejaring sosial, sangat senang dilakukan dengan chatting atau teleconference .5)Merasa senang berpartisipasi dalam organisasi-organisasi sosial keagamaan dan polotik. 6)Sangat senang mengikuti acara talk show di tv dan radio. 7)Ketika bermain atau berolahraga, sangat pandai bermain secara tim (double atau kelompok) daripada bermain sendirian (single).8)Selalu merasa bosan dan tidak bergairah ketika bekerja sendiri.9)Selalu melibatkan diri dalam club-club dan berbagai aktivitas ekstrakurikuler.10)Sangat peduli dan penuh perhatian pada masalah-masalah dan isu-isu sosial.Secara umum, kecerdasan interpersonal dapat diamati dari perilaku seseorang. Orang yang memiliki kecerdasan interpersonal yang kuat cenderung mampu berdaptasi dengan lingkungan,senang bersama-sama dengan orang lain, dan mampu menghargai orang lain serta memiliki banyak teman. Safaria (2005:25),juga menyebutkan karakteristik anak yang memiliki kecerdasan interpersonal tinggi, yaitu :1)Mampu mengembangkan dan menciptakan relasi sosial baru secara efektif.2)Mampu berempati dengan orang lain atau memahami orang lain secara total.3)Mampu mempertahankan relasi sosialnya secara efektif sehingga tidak musnah dimakan waktu dan senantiasa berkembang semakin intim/ mendalam/ penuh makna. 4)Mampu menyadari komunikasi verbal maupun non verbal yang dimunculkan orang lain,atau dengan kata lain sensitif terhadap perubahan situasi sosial dan tuntutan-tuntutannya. 5)Mampu memecahkan masalah yang terjadi dalam relasi sosialnya dengan pendekatan win-win solution, serta yang paling penting adalah mencegah munculnya masalah dalam relasi sosialnya.6)Memiliki kemampuan komunikasi yang mencakup keterampilan mendengarkan efektif, berbicara efektif dan menulis secara efektif.Dari beberapa pendapat diatas dapat diuraikan bahwa anak yang memiliki kecerdasan interpersonal tinggi mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1)Dapat membangun dan mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang lain.Anak dapat menempatkan dirinya dalam situasi apapun dengan baik dalam hubungannya dengan orang lain sehingga membuat orang lain merasa nyaman berada didekatnya. 4)Mampu menyadari komunikasi verbal maupun nonverbal yang dimunculkan orang lain,atau dengan kata lain sensitif terhadap perubahan situasi sosial dan tuntutan-tuntutannya. 5)Mampu memecahkan masalah yang terjadi dalam relasi sosialnya dengan pendekatan win-win solution, serta yang paling penting adalah mencegah munculnya masalah dalam relasi sosialnya.6)Memiliki kemampuan komunikasi yang mencakup keterampilan mendengarkan efektif, berbicara efektif dan menulis secara efektif. Dari beberapa pendapat diatas dapat diuraikan bahwa anak yang memiliki kecerdasan interpersonal tinggi mempunyai karakteristik sebagai berikut:1)Dapat membangun dan mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang lain.Anak dapat menempatkan dirinya dalam situasi apapun dengan baik dalam hubungannya dengan orang lain sehingga membuat orang lain merasa nyaman berada didekatnya. 2)Mampu berempati dengan orang lain, maksudnya adalah anak mampu memahami dan mengerti perasaan orang lain.Anak akan ikut merasakan ketika orang lain merasa sedih ataupun senang.3)Mampu menjaga dan mempertahankan persahabatan dengan rekan/teman, dan menjauhi permusuhan. Anak dengan kecerdasan interpersonal tinggi akan memiliki banyak teman, karena ia dapat menjaga hubungan pertemanannya dengan baik. 4)Memahami norma-norma sosial yang berlaku sehingga anak mampu beradaptasi dan berperilaku santun dengan lingkungannya, baik lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.5)Mampu mencari solusi yang baik atas permasalahan yang terjadi.6)Memiliki kemauan tinggi untuk berbagi dan membantu orang lain. 7)Menyukai kegiatan-kegiatan yang melibatkan aktivitas kelompok.8)Memiliki kemampuan komunikasi yang baik dengan orang lain
Buatlah rangkuman konsep kreativitas dan teori kreativitas interpersonal !
Teori Trait
Buatlah rangkuman teori Trait and Factor
Ujian Akhir Semester
Waktu : 100 menit
1. Jelaskan pengertian ‘kreativitas’ !
2. Uraikan teori kreativitas Torrance !
3. Sebutkan teori kreativitas Wallas !
4. Jelaskan teori kreativitas Hurlock !
5. Apa yang dimaksud dengan teori kreativitas assosiasionistik ?
6. Uraikan teori kreativitas Gestalt !
7. Jelaskan definisi kreativitas eksistensial !
8. Jelaskan garis-garis besar teori kreativitas interpersonal !
9. Apa yang dimaksud dengan teori Trait?
10. Bagaimana hubungan kreativitas dengan seni rupa?
Selamat mengerjakan !