Type Kritik Seni

Menurut P.A. van Gastel kritik yang pertama dituliskan di dunia ini bentuknya sangat berlainan. Kebanyakan kritik berhubungan dengan seni sastera dan kadang-kadang dituliskan dalam sebuah ceritera, dimana pembaca yang cerdas dapat menangkap isi kritik terhadap karya lain, meski tidak diketemukan secara langsung. Beda antara macam-macam kritik terletak pada cara menimbang yang dipakai. Aristoteles adalah contoh seorang kritikus yang dalam  beberapa hal meletakkan dasar bagi kritik klasik. Baginya harus ada sebuah timbangan yang dapat menimbang sampai di mana suatu karya seni itu dapat dikatakan berhasil atau tidak berhasil. Hal semacam ini yang dilakukan dalam kritik klasik. Ukuran yang pasti ditentukan, dan diukur karya seni tersebut tingkatan nilainya dibandingkan dengan ukuran standar yang telah ditetapkan. Melalui cara ini ditentukan apakah karya seni yang dikritik tersebut dapat dikategorikan sangat baik, baik, kurang baik, atau buruk.

Tata cara menimbang yang klasik semacam itu tampak obyektif, tetapi juga amat canggung. Ukuran-ukuran yang sudah ditentukan menolak perubahan dan perkembangan baru. Berhubung pada dasarnya manusia itu hidup, dan terus mengembangkan diri dengan karya-karyanya, tata cara menimbang yang klasik terasa seolah-olah tidak mau melihat kemajuan dan pembaruan dalam ukuran timbangannya. Hal ini membuat tata cara menimbang klasik dianggap sangat tidak relevan lagi dan tidak dapat dipertahankan tata caranya. Pada akhirnya timbul reaksi terhadap cara menimbang yang klasik dan obyektif itu, yaitu tata cara kritik romantis. Nama romantis digunakan, karena pada saat kemunculannya pada waktu peradaban di Eropa menginjak masa romantis. Kritik romantis menolak hukum timbangan seni yang ortodoks dan tidak dapat diubah. Kritikus romantis menimbang karya seni dengan mengingat daya kreatif yang ada dalam karya itu. Kritikus tidak boleh mengukur karya seni dengan ukuran yang sama sekali tidak dicoba untuk ditepati. Kritik romantis menolak metode yang hanya membanding-bandingkan karya seni pada efek atau akibat yang dapat ditimbulkan kepada pecinta seni. Kritik semacam ini akan membela sepenuhnya sang seniman. Dalam bentuknya yang negatif kemerdekaan itu bisa berubah menjadi kekejian, keonaran, dan kekacauan. Jika mau melaksanakan pendirian kritisi romantis dengan menepati segala konsekuensinya, maka harus diberikan kebebasan sepenuhnya kepada seniman untuk melaksanakan apa saja yang timbul di benaknya, asal saja dapat mencapai efek yang dimaksudkan atas publik. Bentuk timbangan seni semacam ini lupa bahwa semua di dunia ini, termasuk seni, terikat pada dalil kuno yang timbul dengan cara wajar.

Berikutnya cara kritik impresionis. Nama ini timbul dari adanya suatu paham pendapat yang muncul di Perancis, kemudian menyebar ke seluruh dunia. Menimbang seni secara impresionis dalam banyak hal merupakan cara yang moderen pada masanya, dan banyak dipakai para kritisi. Kritikus seni impresionis, tidak memperdalam ukuran seni. Bahkan menimbang karya seni bukanlah tujuan utama. Kritikus seni impresionis sadar dan merasa yakin bahwa kedudukan istimewanya menjadikan sebagai perantara atau penghubung karya seni dengan masyarakat yang kurang memahami seluk beluk seni moderen. Seorang impresionis memakai impresi yang didapatkan untuk menghidupkan dan menjelaskan karya seni dihadapan masyarakat. Bentuk terburuk dari kritik semacam ini adalah kritikus impresionis terlalu banyak menuruti perasaan pribadinya dan tinjauannya menjadi subyektif, sehingga pembicaraannya tidak dapat diikuti lagi, atau justru berbeda pendapat. Bahaya dari kritik impresionis terlalu bersifat perseorangan, sering menjadi meleset dari tujuan sebenarnya.

Selain itu masih ada yang disebut dengan istilah kritik moril. Ketiga tipe kritik di atas meliputi nilai artistic sebuah karya seni, sedangkan dalam kritik moril tumbuh suatu anggapan bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini adalah sebagai karya seni yang merupakan bagian dari moril. Kritik moril pernah mempunyai pengaruh yang hebat di dunia ini. Dalam peradaban Barat kritik moril sudah tidak dipakai lagi. Bisa dikatakan bahwa kritik moril masih dapat dijumpai dalam penerbitan buku yang khusus religius atau sosial. Masyarakat Timur perkembangannya berbeda dengan Barat. Bagi masyarakat Timur seni bukan sebagai suatu pernyataan jiwa manusia bebas yang dapat dinikmati dan peninjauannya lepas dari faktor moral kemasyarakatan. Masyarakat Timur lebih erat ikatannya daripada masyarakat Barat. Cara berfikir orang Timur merupakan kesatuan dari berbagai faktor dan fa#ktor-faktor tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan karena semuanya saling berhubungan erat, baik harmonis maupun tidak. Pemisahan antara seni dan moral bagi masyarakat Timur kurang dapat diterima dan dirasakan dengan cara Barat. Kritik moril di Timur jauh lebih berpengaruh daripada Barat.

Melalui landasan yang berbeda Edmund Burke Feldman merumuskan tipe kritik seni secara lain. Uraian di atas mendasarkan kritik seni dalam mencari letak ukuran karya seni, sedangkan Feldman cenderung pada oleh dan untuk siapa kritik seni tersebut ditulis atau diberlakukan, sehingga kritik seni dibedakan oleh Feldman sebagai berikut :

1.    Kritik Jurnalistik

Sesuai dengan namanya, kritik tipe ini disajikan kepada pembaca koran dan majalah. Sudah diketahui bersama, pembaca koran atau majalah adalah masyarakat yang heterogen, mulai pelajar, mahasiswa, pedagang, pegawai negeri, pengusaha, pejabat pemerintah, hingga rakyat jelata. Selain kondisi semacam ini, kritik jurnalistik bagi Koran yang terbit harian atau mingguan akan cepat hadir dan juga dibatasi deadline yang ketat beserta jumlah kolom yang sangat terbatas. Kritik jurnalistik untuk Koran juga harus dipandang sebagai berita, sehingga dengan keterbatasan kolom yang tersedia menjadikan pembahasannya tidak dapat meluas dan mendalam, serta gaya bahasanya menjadi singkat dan padat. Kritik jurnalistik bagi majalah umum yang terbit bulanan, mingguan atau dua mingguan, pengaruh deadline tidak seketat koran, demikian juga dengan jumlah kolom lebih leluasa, namun isi tulisan beserta gaya bahasa yang digunakan masih bersifat umum dan pupoler karena dibatasi komunitas pembacanya, kecuali majalah khusus seni rupa yang tentunya memberi porsi yang lebih besar bagi ulasan atau bahasan tentang seni rupa.

2.    Kritik Pedagogik

Kritik pedagogik dimaksudkan untuk meningkatkan kematangan estetik dan artistik para pelajar. Bagi mahasiswa Jurusan Pendidikan Seni Rupa yang nantinya diharapkan menjadi guru seni rupa ditingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama, atau Sekolah Menengah Umum, kritik pedagogik ini sangat penting digunakan untuk memberikan dorongan dan bimbingan kepada anak muridnya. Kritik pedagogik dapat dilakukan secara verbal dengan cara mendiskripsikan karya dari siswa, kemudian menganalisis unsur-unsur yang ada pada karya, menafsirkan dan mengevaluasi karya siswa dengan menjelaskan bagian-bagian mana yang menjadi kelebihan atau yang menarik dari karya untuk dibahas lebih lanjut. Kriteria yang digunakan tidak boleh terlalu kaku dan keras, yang terpenting dari kritik tersebut dapat mendorong siswa supaya lebih kreatif, dan dapat berfikir secara visual atau spatial.

3.    Kritik Ilmiah

Kritik ilmiah berbeda dengan kritik jurnalsistik dan pedagogic seperti yang telah diuraikan di atas, karena sepenuhnya bersifat keilmuan. Pada kritik ilmiah, karya-karya yang dikritik atau dibahas memerlukan data-data yang akurat, kemudian dideskripsikan secara tepat, dianalisa secara cermat menggunakan landasan teori yang dibutuhkan, diinteprestasikan dan penilaian karya secara bertanggung jawab sesuai kaidah-kaidah sebuah penulisan karya ilmiah. Kritik semacam ini dapat dijadikan sebuah penelitian ilmiah yang berwujud skripsi, thesis, bahkan disertasi dengan cara mengikuti metode atau prosedur penelitian ilmiah, dengan tingkat kedalaman pembahasan yang disesuaikan stratanya.

Pada masa lalu kritik ilmiah banyak dimusuhi seniman Indonesia yang berlatar belakan otodidak atau non akademik, karena dianggap kritik tersebut menyimpang dari kodrat seni dengan sifat unity. Karya seni bagi mereka bukan seperti mayat yang diotopsi, boleh dibedah, dicincang, dan diperinci setiap unsur beserta anatominya, karena karya seni merupakan sebuah kebulatan nilai yang harus dihayati secara utuh.

4.    Kritik Populer

Seperti namanya, kritik popular harus bersifat popular, dan dapat dikerjakan oleh orang awam yang tidak pernah belajar atau mengambil spesialisasi dalam bidang seni. Hasil sebuah kritik popular mempunyai tingkat kedalaman yang berbeda-beda, sesuai dengan latar belakang sosial budaya, tingkat pendidikan, pengalaman, dan kepekaannya dalam menanggapi sebuah karya seni.