Elementer Kesenirupaan

Dasar kesenirupaan yang diperlukan dalam kritik seni adalah pengetahuan mengenai medium seni dalam pengertian luas yang meliputi isi dan tema karya seni, dan dalam pengertian terbatas mencakup bahan baku yang digunakan mengungkap isi dengan kelebihan dan kekurangan bahan tersebut dalam mengungkapkannnya.

Kepiawaian kritikus dalam menyelami isi dan tema yang disampaikan seorang pencipta karya seni harus dilatih dan diasah dengan sering mengamati dan menghayati karya seni. Pemilihan tema seorang seniman akan menunjukkan visi dan misi tertentu dari penciptanya, dan juga turut mempengaruhi kualitas karyanya. Sebagai contoh tema lukisan Basuki Abdullah adalah wanita-wanita cantik, meskipun model yang diambil adalah gadis petani dengan kesederhanaan dan pergumulannya dengan lumpur di sawah, akan hadir dalam karyanya dalam wujud wanita cantik jelita tanpa penderitaan sama sekali. Berbeda dengan S. Soedjojono dan Affandi lebih menunjukkan visi kerakyatannya. Rakyat bukan dijadikan sekedat obyek melulu, tetapi karena hidupnya benar-benar menyatu dengan rakyat, karena ia berasal dari kalangan mereka, maka suka duka rakyat terhayati sepenuhnya. Seniman yang menyatu dengan penderitaan dan kegembiraan rakyat, menjiwai seperti sedarah sedaging. Tidak mengherankan sudah seperti melekat pada ujung-ujung jari dan kuasnya sehingga terasa dalam goresan, pewarnaan, ritme, dan suasana secara menyeluruh. Hal semacam ini tidak mungkin diperoleh dari Basuki Abdullah dengan visi seorang turis.

Latar belakang budaya dan sejarah merupakan modal dasar yang diperlukan dalam kritik seni, karena dalam pertumbuhan seni rupa banyak sekali gejala baru yang tidak bisa dilepaskan begitu saja dari pertumbuhan yang mendahuluinya. Jika seorang kritikus tidak tahu hubungan sebab akibat yang berlangsung dari gejala sebelumnya, besar kemungkinan penilaian atau kesimpulan yang disampaikan bersalahan. Ketidaktahuannya akan sejarah, seorang seniman bisa saja mengira telah menemukan suatu corak atau teknik baru, padahal orang lain telah mendapatkannya beberapa abad yang lalu. Begitu juga seorang kritikus menganggap telah menemukan seniman pembaru, padahal apa yang dilakukan seniman tersebut sudah dilakukan sebelumnya oleh seniman lain. Sebaliknya karena tidak mengenal sejarah seni rupa bangsanya jauh ke masa silam, bahkan ke masa pra sejarah, seseorang yang diketahui melukis abstrak tahun enampuluhan di Indonesia ini, serta merta saja dihubungkan dengan W. Kandindky atau Malevich. Padahal latar belakang tradisi di Indonesia sudah kaya akan seni abstrak dan simbolis. Jangan heran jika di antara calon seniman yang datang daerah yang kaya akan seni abstrak dan simbolis itu, ketika belajar melukis diperguruan tinggi seni sudah menghasilkan karya abstrak yang sering mendapat predikat moderen, tanpa harus melewati naturalisme.

Melalui pengenalan sejarah, seorang kritikus akan mengetahui bermacam-ragam cara mengungkapkan batin dengan media kesenirupaan. Mengetahui berbagai cara pengungkapan ini, di samping memperoleh pengetahuan yang siap digunakan untuk menilai, juga mempunyai wawasan atau perhitungan perkembangan karya seni ke depan.

Pendekatan terhadap karya seni dapat dilihat dalam buku Approaches to Art in Education tulisan Laura H. Chapman (1978) yang mencoba melihat karya seni beserta unsur-unsurnya se bagai berikut :

1.    Bentuk dan dimensinya

Berdasarkan bentuk dan dimensinya terlihat adanya karya seni yang berdimensi dua dan berdimensi tiga. Pada karya seni dua dimensi yang bersifat datar, ada juga kesan-kesan volume, kedalaman, dan ruang, namun kesemuanya itu hanya merupakan tipuan pandang …

Menurut asal katanya, “keindahan” dalam bahasa Inggris disebut beautiful dan bahasa Perancis beau, sedang Italia dan Spanyol bello yang berasal dari kata Latin bellum. Akar katanya adalah bonum yang berarti kebaikan, kemudian mempunyai bentuk pengecilan menjadi bonellum dan terakhir dipendekkan sehingga ditulis bellum. Menurut cakupannya orang harus membedakan antara keindahan sebagai suatu kwalita abstrak dan sebagai sebuah benda tertentu yang indah. Untuk perbedaan ini dalam bahasa Inggris sering dipergunakan istilah beauty (keindahan) dan the beautifull (benda atau hal yang indah). Dalam pembahasan filsafat, kedua pengertian itu kadang-kadang dicampuradukkan saja.

Selain itu terdapat pula perbedaan menurut luasnya pengertian yaitu: a) Keindahan dalam arti yang luas; b) Keindahan dalam arti estetis murni; c) Keindahan dalam arti terbatas dalam hubungannya dengan penglihatan. Keindahan dalam arti yang luas, merupakan pengertian semula dari bangsa Yunani, yang didalamnya tercakup pula ide kebaikan. Plato misalnya menyebut tentang watak yang indah dan hukum yang indah, sedang Aristoteles merumuskan keindahan sebagai sesuatu yang selain baik juga menyenangkan. Plotinus menulis tentang ilmu yang indah dan kebajikan yang indah. Orang Yunani dulu berbicara pula mengenai buah pikiran yang indah dan adat kebiasaan yang indah. Tapi bangsa Yunani juga mengenal pengertian keindahan dalam arti estetis yang disebutnya symmetria untuk keindahan berdasarkan penglihatan (misalnya pada karya pahat dan arsitektur) dan ‘harmonia’ untuk keindahan berdasarkan pendengaran (musik). Jadi pengertian keindahan yang seluas-luasnya meliputi: - keindahan seni, keindahan alam, keindahan moral, keindahan intelektual. Keindahan dalam arti estetika murni, menyangkut pengalaman estetis dari seseorang dalam hubungannya dengan segala sesuatu yang dicerapnya. Sedang keindahan dalam arti terbatas, lebih disempitkan sehingga hanya menyangkut benda-benda yang dicerap dengan penglihatan, yakni berupa keindahan dari bentuk dan warna secara kasat mata.

Pembagian dan pembedaan terhadap keindahan tersebut di atas, masih belum menjelaskan apakah sesungguhnya keindahan itu? Ini memang merupakan suatu persoalan fisafati yang jawabannya beranekaragam. Salah satu jawaban mencari ciri-ciri umum yang pada semua benda yang dianggap indah dan kemudian menyamakan ciri-ciri atau kwalita hakiki itu dengan pengertian keindahan. Jadi keindahan pada dasarnya adalah sejumlah kualita pokok tertentu yang terdapat pada sesuatu hal. Kualita yang paling sering disebut adalah kesatuan (unity), keselarasan (harmony), kesetangkupan (symmetry), keseimbangan (balance) dan perlawanan (contrast).

Ciri-ciri pokok tersebut oleh ahli pikir yang menyatakan bahwa keindahan tersusun dari pelbagai keselarasan dan perlawanan dari garis, warna, bentuk, nada dan kata-kata. Ada pula yang berpendapat bahwa keindahan adalah suatu kumpulan hubungan-hubungan yang selaras dalam suatu benda dan diantara benda itu dengan si pengamat. Herbert Read dalam The Meaning of Art merumuskan definisi bahwa keindahan adalah kesatuan dari hubungan-hubungan bentuk yang terdapat diantara pencerapan-pencerapan inderawi kita (beauty is unity of formal relations among our sense-perceptions).

Sebagian filsuf lain menghubungkan pengertian keindahan dengan ide kesenangan (pleasure). Misalnya kaum Sofis di Athena (abad 5 sebelum Masehi) memberikan batasan keindahan sebgai sesuatu yang menyenangkan terhadap penglihatan atau pendengaran (that which is pleasant to sight or hearing). Sedang filsuf Abad Tengah yang terkenal Thomas Aquinas (1225-1274) merumuskan keindahan sebagai id quod visum placet (sesuatu yang menyenangkan bila dilihat).

Masih banyak definisi-definisi lainnya yang dapt dikemukakan, tapi tampaknya takkan memperdalam pemahaman orang tentang keindahan, karena berlain-lainannya perumusan yang diberikan oleh masing-masing filsuf. Kini para ahli estetik umumnya berpendapat bahwa membuat batasan dari istilah seperti ‘keindahan’ atau ‘indah’ itu merupakan problem semantik modern yang tiada satu jawaban yang benar. Dalam estetik modern orang lebih banyak berbicara tentang seni dan pengalaman estetis, karena ini bukan pengertian abstrak melainkan gejala sesuatu yang konkrit yang dapat ditelaah dengan pengamatan secara empiris dan penguraian yang sistematis. Oleh karena itu mulai abad 18 pengertian keindahan kehilangan kedudukannya. Bahkan menurut ahli estetik Polandia Wladyslaw Tatarkiewicz, orang jarang menemukan konsepsi tentang keindahan dalam tulisan-tulisan estetik dari abad 20 ini.

Susunan karya seni sebenarnya lebih komplek dari setiap kesan yang ditangkap dari setiap deskripsi, sebab kesatuan itu bukan hanya ada diantara unsur saja, melainkan juga di antara dua aspek pada setiap unsur dan secara keseluruhan bentuk dan isi. Kesatuan diantara mendium, pikiran dan perasaan apapun yang menjelma padanya inilah kesatuan pokok dalam segala macam ungkapan. Kesatuan di antara kata dan artinya, nada musik dan rasanya, warna dan kekuatannya, bentuk dan yang disajikan mereka. Jika seniman menggunakan unsur-unsur medium sebagai penjelmaan gagasan, maka ia harus memilih, bukan hanya sekedar mengantarkan sesuatu arti, melainkan juga untuk menyampaikan suasana rasa. Supaya pilihan itu sesuai, maka nada rasa dari bentuk itu harus identik dengan nada rasa dan isi didalamnya yang dituangkan oleh seniman. Mendium sendiri masih harus mampu mengungkapkan lagi isi dan melalui hal itu akan lebih memperkuat nilai didalamnya. Inilah yang disebut dengan harmoni, yang berbeda dan tidak sekedar kesatuan belaka dari bentuk dan isi.

Secara tersirat kesatuan atau harmoni merupakan prinsip dasar dan cerminan  bentuk estetis, terutama yang terkandung dalam karya seni. Kajian tentang bentuk estetis dalam karya seni Parker membagi dalam enam asas.

1.    The principle of Organic unity (asas kesatuan/utuh)

Asas ini berarti bahwa setiap unsur dalam sesuatu karya seni adalah perlu bagi nilai karya itu dan karyanya tersebut tidak memuat unsur-unsur yang tidak perlu dan sebaliknya mengandung semua yang diperlukan. Nilai dari suatu karya sebagai keseluruhan tergantung pada hubungan timbal-balik dari unsur-unsurnya, yakni setiap unsur memerlukan, menanggapi dan menuntut setiap unsur lainnya. Pada masa yang lampau asas ini disebut kesatuan dalam keanekaan (unity in variety). Ini merupakan asas induk yang membawakan asas-asas lainnya.

2.    The principle of theme (Asas tema)

Dalam setiap karya seni terdapat satu (atau beberapa) ide induk atau peranan yang unggul berupa apa saja (bentuk, warna, pola irama, tokoh atau makna) yang menjadi titik pemusatan dari nilai keseluruhan karya itu. Ini menjadi kunci bagi penghargaan dan pemahaman orang terdapat pada karya seni itu.

3.    The principle of thematic variation (Asas variasi menurut tema).

Tema dari suatu karya seni harus disempurnakan dan diperbagus dengan terus-menerus mengumandangkannya. Agar tidak menimbulkan kebosanan pengungkapan tema yang harus tetap sama itu perlu dilakukan dalam pelbagai variasi.

4.    The principle of balance (Asas keseimbangan)

Keseimbangan adalah kesamaan dari unsur-unsur yang berlawanan atau bertentangan. Dalam karya seni walaupun unsur-unsurnya tampaknya bertentangan tapi sesungguhnya saliang memerlukan karena bersama-sama mereka menciptakan suatu kebulatan. Unsur-unsur yang saling berlawanan itu tidak perlu hal yang sama karena ini lalu menjadi kesetangkupan, melainkan yang utama ialah kesamaan dalam nilai. Dengan kesamaan dari nila-nilai yang saling bertentangan terdapatlah keseimbangan secara estetis.

5.    The principle of evolution (Asas perkembangan)

Dengan asas ini dimaksudkan oleh Parker yaitu proses yang bagian-bagian awalnya menentukan bagian-bagian selanjutnya dan bersama-sama menciptakan suatu makna yang menyeluruh. Jadi misalnya dalam sebuah cerita hendaknya terdapat suatu hubungan sebab dan akibat atau rantai tali-temali yang perlu yang ciri pokoknya berupa pertumbuhan dari makna keseluruhan.

6.    The principle of hierarchy (Asas tata jenjang)

Kalau asas-asas variasi menurut tema, keseimbangan dan perkembangan mendukung asas utama kesatuan utuh, maka asas yang terakhir ini merupakan penyususnan khusus dari unsur-unsur dalam asas-asas tersebut. Dalam karya seni yang rumit kadang-kadang terdapat satu unsur yang memegang kedudukan memimpin yang penting. Unsur ini mendukung secara tegas tema yang bersangkutan dan mempunya kepentingan yang jauh lebih besar daripada unsur-unsur lainnya.

Demikianlah ke-enam asas diatas menurut Parker diharapkan menjadi unsur-unsur dari apa yang dapat dinamakan suatu logika tentang bentuk estetis (a logic of aesthetic form). Di samping itu, persoalan teknik dan wujud juga turut mempengaruhi karya seni yang dihasilkan. Maksud persoalan teknik adalah persoalan bagaimana cara seseorang mentransformir wujud yang idiil menjadi sensuil sehingga ia bernilai. Ini terjadi dengan penggunaan media kesenirupaan. Unsur yang cukup penting adalah garis, warna, tekstur atau barik, ruang dan volume. Berdasarkan unsur tersebut orang kemudian memperoleh efek psikologis yang lebih kompleks lagi, misalnya dengan garis tertentu dapat menimbulkan irama, warna dengan nada tertentu juga menumbuhkan ritme juga. Selanjutnya keseimbangan, suasana, harmoni, dominasi,kontras, pusat perhatian, unity atau kesatuan, dan sebagainya. Unsur-unsur tersebut tidak merupakan sesuatu yang lepas atau berdiri sendiri, malainkan bagian dari kesatuan yang utuh sebuah karya seni. Unsur tersebut selayaknya simbol-simbol yang lain mengandung makna, baik karena perjanjian manusia, maupun sifatnya yang kodrati. Guna memahami setiap unsur tersebut, di bawah ini akan diuraikan unsur-unsur dalam karya seni.

1.    Garis

Garis mempunyai dimensi memanjang dan punya arah tertentu. Ia bisa pendek, panjang, halus, tebal berombak, lurus, melengkung, dan barangkali masih ada sifat yang lain. Di antara unsur seni rupa yang banyak, garis sangat dominan, apalagi di dunia timur. Garis hanya dapat disejajari warna. Garis sebuah unsur rupa yang diciptakan manusia dan berumur sangat tua, semenjak dunia mengenal seni lukis di gua beribu tahun yang lampau. Garis di tangan yang mahir, merupakan prinsip ekonomis dalam seni lukis. Artinya dengan sedikit goresan, dapat menghasilkan banyak. Pelukis timur pada umumnya sangat terpesona olah kekuatan garis dan memberikan kedudukan istimewa. Perhatikanlah karya-karya seniman Cina, Jepang, India, dan Indonesia. Garis yang diketemukan dalam kebudayaan manusia ini benar-benar dieksploitir semaksimal mungkin untuk menyampaikan pikiran dan perasaan. Lukisan Cina klasik yang bersifat grafis memberikan kesan puitis, lembut, penuh irama yang terkendali, serta menimbulkan kesan perasaan tenteram. Sebaliknya pelukis Vincent van Gogh yang menggunakan garis pendek, patah-patah menimbulkan kesan yang keras dan tegar. Ada kesan ledakan dan pemberontakan. Jika garis semacam itu ditunjang juga oleh warna keras menyala, sempurnalah kesan kekerasan dan pemberontakan itu. (lihat Sudarmaji, 1979 : 30) Di dunia barat, Hanry Matisse, Pablo Picasso, Paul Klee, Roul Dufi, merupakan tokoh-tokoh yang kuat dalam penggunaan garis. Jika garis digoreskan dengan jujur mengikuti kata batin, akan ditemukan identitas seseorang. Ia menjadi bersifat personal. Melalui garis dapat lahir bentuk, tapi sekaligus juga mengesankan tekstur, nada dan nuansa, ruang dan volume, kesemuanya melahirkan katakter khusus atau perwatakan dari seseorang.

2.    Bidang

Bidang (shape) adalah suatu bentuk yang sekelilingnya dibatasi oleh garis. Secara umum dikenal dua jenis bidang yaitu bidang geometris seperti lingkaran atau bulatan, segi empat, segi tiga dan segi-segi lainnya, sementara bidang dengan bentuk bebas terdiri dari aneka macam bentuk yang tidak terbatas.

3.    Warna

Mempelajari penggunaan warna, diperoleh kesan, dan pengertian yang berbeda dari seorang pelukis ke pelukis lainnya. Bahkan pada masa yang lalu dengan mudah menunjuk bangsa yang satu berbeda dari yang lainnya berkat kecenderungan penggunaan warnanya.

Warna adalah gelombang cahaya dengan frekuensi berbeda yang  mempengaruhi penglihatan kita. Warna memiliki tiga dimensi dasar yaitu hue, nilai (value), dan intensitas (intensity). Hue adalah gelombang khusus dari spektrum dan warna. Misalnya, intensitas spektrum warna merah disebut hue merah. Nilai (value) adalah kecerahan dan kegelapan relatif dari warna, sedangkan intensitas adalah kemurnian dari hue warna.

Sehubungan dengan seni rupa, dalam teori warna dikenal beberapa jenis kombinasi harmonis yaitu kombinasi monokromatis, analogus, komplementer, split komplementer, dan kombinasi warna triadik.

Secara garis besar dapat ditandai adanya tiga fungsi warna. Dalam ilmu semiotik, pertama secara qualisign adalah tanda yang menjadi tanda berdasarkan sifatnya. Misalnya sifat warna merah adalah qualisign, karena dapat dipakai tanda untuk menunjukkan cinta, bahaya, atau larangan. Kedua merupakan lambang atau simbol yang menjadi tanda berdasarkan kesepakatan bersama atau konsensus, misalnya bendera berwarna putih menandakan menyerah kepada musuh. Ketiga merupakan tanda ikon, karena mewakili acuannya, misalnya warna merah untuk darah, dan warna hijau untuk menggambarkan dedaunan. Pada masa pra moderen, warna-warna itu tidak pernah mewakili dirinya sendiri, biasanya ia menjadi simbol atau lambang sesuatu. Seniman pada waktu itupun terikat ketentuan umum dalam hal penggunaan warna.

Pemilihan warna pada seorang seniman dapat merupakan mediuim ke arah penemuan jati dirinya sendiri, sehingga bersifat khas dan punya nilai tersendiri. Misalnya lukisan rembrandt, pastilah coklat gelap dengan bersitan sinar di sana sini, sebaliknya lukisan Affandi cenderung hijau kusam dengan bersitan merah dan kuning di sekitarnya. Warna erotis milik Titziano, warna yang ringan-ringan milik J.A. Watteau, dan lain sebagainya.

4.    Tekstur atau Barik

Tekstur adalah kesan halus dan kasarnya suatu permukaan lukisan atau gambar, atau ada perbedaan tinggi rendah permukaan suatu lukisan atau gambar. Tekstur juga merupakan rona visual yang menegaskan karakter suatu benda yang dilukis atau digambar.Ada dua macam jenis tekstur atau barik. Pertama adalah tekstur nyata, yaitu nilai permukaannya nyata atau cocok antara bagaimana tampaknya dengan nilai rabanya. Misalnya sebuah lukisan menampakkan tekstur yang kasar, ketika lukisan tersebut diraba, maka yang dirasakan adalah rasa kasar sesuai tekstur lukisan tersebut. Sebaliknya tekstur semu memberikan kesan kasar karena penguasaan teknik gelap terang pelukisnya, ketika diraba maka rasa kasarnya tidak kelihatan, atau justru sangat halus. Teksture yang dihadirkan pada lukisan Affandi merupakan kombinasi teksture kasar, karena teknik pelototan cat dari tube, dan sekaligus tekstur semu ketika hasil pelototan tersebut diratakan dengan tangannya atau kuas yang halus. Lukisan Ozenfat, Jan Vermer, patung Barbara Hepworth dan C. Brancussi, menunjukkan suatu cara penampilan teknis tekstur berbanding Affandi, Aming Prayitno, A. Rodin A. Bourdelle, dan sebagainya. Melalui teknik-teknik tertentu dalam membuat tekstur beserta variasi dan perkembangannya yang meningkat dapat dihasilkan karya yang baik.

5.    Ruang dan Volume

Ruang dan volume merupakan unsur pokok dalam seni tiga dimensi seperti seni patung dan arsitektur. Patung pra moderen cenderung menggunakan bentuk-bentuk volumetrik yang masif seperti patung-patung Budha di candi Borobudur dan patung-patung pra moderen di seluruh dunia umumnya. Dalam arsitektur yang tujuannya utamanya memang menciptakan ruang, otomatis unsur keruangan sangat dominan. Namun semenjak kaum konstrutifisme lahir, seperti Alexander Rodchenko, Naum Gabo, Antgoin Pevsner, dan kemudian Pablo Picasso, Henry Moore dan lain-lain, ruang dalam seni patung memegang peranan besar sekali. Patung-patung non obyektif atau non figuratif boleh dikatakan kekuatannya pada susunan-susunan ruang dan volume di samping penguasaan tekstur secara artistik. Dalam seni lukis, ruang dan volume dimanfaatkan secara ilusif karena teknik penggarisan yang perspektifis atau adanya tone (nada) dalam pewarnaan yang bertingkat dan berbeda-beda. Pada lukisan Piet Mondrian yang neo plastisis tidak diketemukan ruang, kecuali bidang-bidang datar. Berbeda dengan karya kubisme Fernand Leger yang volumetrik dan monumental.

6.    Cahaya dan bayang-bayang

Sama halnya dengan ruang, citra cahayapun dalam seni rupa terdiri dari dua jenis yaitu cahaya nyata dan cahaya semu. Cahaya nyata dalam karya seni rupa tiga dimensional menerangi benda-benda karya secara alamiah, dan memisahkan efek visual dari benda-benda tersebut menjadi bagian-bagian yang terang dan bagian-bagian yang gelap. Sementara citra cahaya pada karya-karya dua dimensional adalah ilusi terang yang diakibatkan oleh pembubuhan warna terang pada bagian tertentu dari subyek gambar atau lukisan yang membedakannya dengan warna gelap pada bagian lain secara bergradasi.

7.    Sosok Gumpal

Sosok gumpal adalah bentuk-bentuk yang ada di dalam ruang baik ruang nyata pada seni rupa tiga dimensional, dan ruang nyata dalam seni rupa dua dimensional.  Dalam seni rupa dua dimensional misalnya, sosok gumpal adalah semua bentuk-bentuk yang merespon ruang dalam bidang gambar. Sedangkan dalam seni rupa tiga dimensional, massa adalah kepejalan benda-benda seni rupa yang merespon ruang nyata.

Hal lain seperti irama, proporsi, keseimbangan, dominasi, kesatuan, dan lain-lain adalah prinsip pengorganisasian dalam memanfaatkan unsur-unsur seni rupa tersebut di atas secara tertentu. Kesan ritmis diperoleh karena kecakapan memperlakukan warna dan garis secara khusus sehingga lukisan serasa bergerak-gerak bergelombang. Lukisan masa Manerisme menunjukkan kesan betapa cakapnya para seniman mengeksploitir sifat garis dan sapuan kuas seperti pada Tintoretto. Masa-masa terakhir dapat dilihat pada karya Vincen van Gogh, Jackson Pollock dan Willem de Kooning yang mengesankan kelincahan goresan dan gerak. Proporsi adalah perbandingan yang lahir karena ketepatan luas atau isi antara bagian satu dengan bagian yang lain. Balance atau keseimbangan dapat dibedakan yang simetris, asimetris, radial, dan occult balance. Adanya balance suatu hasil karya seni menjadi terasa stabil. Dominasi adalah tekanan-tekanan yang dapat menghilangkan kesan monoton. Mengenai unity atau kesatuan merupakan kriteria kunci dari pengorganisasian keseluruhan, karena sebuah karya seni rupa yang baik ialah jika unsur-unsurnya tidak terlepas sendiri-sendiri. Herbert Read menyatakan : “In a perfect world of art, all the element are interrelated; they cohere to form a unity which has a value greater than more sum of these element”.

Dalam bukunya Art Form (1985 : 100-114), dijelaskan 8 jenis prinsip desain yakni : Skala, proporsi, kesatuan di dalam keberagaman, pengulangan bentuk dan irama, keseimbangan, kekuatan arah, keutamaan dan penunjang, dan kontras. Sedangkan dalam buku Dasar desain (1991 : 17-22) dijelaskan pengertian desain sebagai, (1) bentuk rumusan dari suatu proses pemikiran, (2) dituangkan dalam bentuk gambar dan merupakan pengalihan gagasan konkret dari perancang kepada orang lain, dan (3) setiap benda buatan mengungkapkan penampilan desain. Jika dalam Art Form dikemukakan 8 prinsip desain. Dalam Dasar Desain dikemukakan hanya 5 prinsip desain yakni : Kesederhanaan, keselarasan, irama, kesatuan yang terpadu, dan keseimbangan. Dari dua sumber di atas tampak persamaan dalam hal, irama, kesatuan, dan keseimbangan.

1.    Skala

Dalam konteks seni, desain adalah proses menyusun bentuk visual dan produk dari proses tersebut. Karya desain dipersepsikan sebaik dengan hasil yang akan diciptakan. Dalam hal ini ukuran sebuah gambar desain tidak selalu sama dengan produk yang akan dihasilkan. Maka dalam pembuatan gambar desain, diperlukan prinsip-prinsip penskalaan. Sedangkan yang dimaksudkan dengan skala, adalah perbandingan ukuran antara obyek yang digambarkan dan gambar desain yang dibuat. Misalnya, sebuah bangunan yang tingginya 25 meter dengan lebar 5 meter,  digambar dalam kertas dengan ukuran tinggi 25 cm dan lebar 5 cm, maka skala antara bangunan dengan gambar bangunan adalah 100 : 1. Prinsip skala banyak digunakan dalam menggambar teknik. Perhitungan skala tidak hanya mencakup ukuran totalnya saja, tetapi juga bagian-bagiannya.

2.    Proporsi

Jika skala adalah perbandingan ukuran antara obyek yang didesain dengan gambar desainnya, Proporsi adalah perbandingan ukuran dari bagian-bagian bentuk dengan bentuk keseluruhannya atau antara bentuk yang satu dengan yang lain. Pada gambar manusia, ada perbandingan yang lazim dan khusus antara ukuran panjang dan lebar bentuk kepala. Misalnya 5 (tinggi) dan 3 atau 3,5 lebar, perbandingan antara ukuran bentuk kepala dengan tinggi keseluruhan tubuh orang dewasa 1 : 8, perbandingan ukuran kaki dan tangan, perbandingan ukuran tinggi dan lebar hidung dengan bentuk kepala, dan perbandingan satu unsur bentuk dengan unsur bentuk lainnya. Perbandingan yang lazim, selalu terdapat pada bentuk-bentuk yang bercitra alamiah. Perbandingan seperti ini disebut ideal. Tetapi pada karya-karya kreatip, perbandingan yang umum tidak selalu digunakan, misalnya dengan membesarkan ukuran unsur yang satu dengan mengecilkan unsur yang lain seperti yang sering ditemui pada gambar-gambar kartun, atau gambar-gambar deformatip lainnya. Pelanggaran kaidah proporsi umum dalam hal ini ditujukan untuk menciptakan karakteristik tersendiri dari karya yang dibuat, baik agar tampak lucu, seram, aneh dan sebagainya.

3.    Kesatuan dalam perbedaan

Konsistensi dari suatu konsep menyebabkan aneka elemen di dalam karya muncul sebagai bagian yang disatukan bentuk. Para senirupawan membangun citarasa desain sebagai bagian dari cara pribadi di dalam melihat. Setiap karya seni memperoleh bentuk kesatuannya di dalam gagasan yang dioperasikan di dalamnya. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa semua karya seni mesti memiliki gagasan intelektual di belakangnya.

Kesatuan atau kepaduan muncul di dalam ketunggalan. Kesatuan terdiri dari keanekaragaman karakteristik visual di dalam desain, sementara keanekaan dioperoleh dari elemen-elemen yang tidak mirip satu dengan yang lainnya. Keseimbangan antara kualitas-kualitas yang mirip dengan yang tidak mirip memberikan daya tarik dan vitalitas baik kepada seni maupun kepada kehidupan.

4.    Pengulangan dan irama

Repetisi adalah pengulangan bentuk, sedangkan ritme adalah irama dari pengulangan bentuk-bentuk tersebut. Misalnya ada yang rapat, agak renggang, rapat lagi, semakin jarang dan sebagainya. Arus balik dari elemen-elemen desain menghasilkan kesinambungan dan penekanan dramatis. Repetisi ada yang eksak, yang membangun irama konstan (regular beat), dan ada juga yang beragam-ragam. Secara sederhana ritme dapat saja berupa pengulangan bentuk. Ritme dapat memberikan aneka pilihan pada basis tema atau mengindikasikan perkembangan progresif.

5.    Keseimbangan

Arti keseimbangan adalah tidak berat sebelah. Keseimbangan adalah hubungan antara kekuatan-kekuatan yang bertentangan. Secara umum dikenal dua tipe keseimbangan yaitu : simetris dan a simetris. Keseimbangan simetris adalah adalah keseimbangan “keduaan” (the two). Adanya kesamaan bentuk tempat antara bagian-bagian yang berlawanan. Bentuk pada bagian bawah dan atas, bagian kiri dan kanan, dan sisi-sisi dan sudut-sudut berlawaban lainnya. Keseimbangan seperti ini dicapai melalui kesamaan distribusi yang identik atau bagian-bagian yang sangat mirip pada sisi lain dari sumbu sentral. Suatu variasi dari keseimbangan simetris adalah keseimbangan memusat (radial balans). Kekuatannya berotasi keliling, radiasi dari, atau berkonvergensi pada hal yang aktual; atau termasuk titik sentral.

Berbeda dengan keseimbangan simetris, keseimbangan a simeris dicapai dengan perbedaan bentuk dan ukuran bentuk bagian-bagian yang dipiosah pada sumbu sentralnya. Bentuk yang besar pada satu bagian diimbangi dengan beberapa bentuk pada bagian berlawanan darinya. Bentuk besar yang relatip statis, diimbangi dengan bentuk-bentuk kecil yang relatif dinamis, dan seterusnya.

6.    Kekuatan Arah

Garis-garis aktual menghasilkan arah garis atau kekuatan arah yang sangat menentukan pada struktur dasar karya. Karya seni rupa atau obyek yang didesain memuat arah garis yang secara besama tampak dalam komposisi yang terpadu. Garis-garis dengan kekuatan arah ini lebih menggundang perasaan dari pada sekedar untuk dilihat. Garis-garis vertikal dan horisontal mengesankan pengalaman manusia yang berdiri dan  rebah. Garis horisontal memberi perasaan tenang. Kadang-kadang berfungsi sebagai latar datar bagi garis-garis vertikal. Garis vertikal, di samping  juga mengesankan ketenangan, juga memberikan rasa seimbang. Gabungan garis horizontal dan garis vertikal lebih menghasilkan perasaan ketenangan (composure). Baik garis semu maupun garis nyata, secara relatif bersifat statis atau tanpa kesan gerak.

Berbeda dengan garis-garis horizontal , garis-garis diagonal mengesankan ketegangan dan menggangu perasaan keseimbangan pelihatnya.. “Ketegangan” dinamik garis diagonal  dirasakan karena arah garis tersebut mengidentifikasikan apa yang secara umum bergerak.

Format atau basis bentuk gambar dan arah dominan dari gerak semu di dalam desain merupakan sumber dari suasana hati atau sumber dari isi yang diekspresikan.

7.    Utama dan penunjang

Dengan menekankan ciri-ciri tertentu di dalam karya dan mensubbordinasikannya dengan yang lain, seniman membangun pusat perhatian pada karyanya untuk mengundang perhatian pengamat kepada citra yang ditonjolkannya pada karyanya. Dengan cara ini komunikasi dari muatan-muatan seninya yang semakin kuat. Jika muatan tersebut diekspresikan dengan pengulangan yang monoton, semua elemen karya secara relatif akan memberikan kesamaan bobot , maka penekanan prinsip desain menjadi tidak aktif. Oleh karena itu, pada karya seni selalu ada bagian atau bentuk yang lebih ditonjolkan dari pada bentuk-bentuk lainnya.

8.    Kontras dan nuansa

Kontras adalah interaksi dari elemen-elemen yang mengekpresikan pertentangan antara “keduaan”. Misalnya, kecil dan yang besar, kasar dengan  halus statis dan dinamis, gelap dengan terang dan sebagainya. Penekanan suatu elemen-elemen visual, dan ungkapan isi dapat dicapai melalui kontrastik dan nuansa. Kontras antara dua garis adalah kontras antara tebal tipis dari goresan kuas tunggal. Kontras bidang adalah kontras antara bidang geometrik teratur dan bidang-bidang organik yang tidak teratur. Kontras nilai warna terdapat antara area gelap terang warna pada permukaan karya. Kontras warna dapat juga dilihat dari berbagai cara termasuk kontras “corak warna” (hue), kontras komplemen, kontras antara redup dan cerah, atau kontras temperatur antara kualitas warna hangat dan dingin. Di samping itu kontrastik dan nuansa dapat juga terjadi antara massa padat dan massa kosong pada permukaan lukisan atau gambar.

9.    Bentuk total

Bentuk total adalah paduan dari unsur-unsur bentuk dan pengelolaan prinsip-prinsip desain menjadi suatu bentuk yang dilihat secara menyeluruh dengan mengabaikan unsur-unsur bentuk yang mendukungnya. Paduan unsur-unsur  bentuk total tersebut diapresiasi secara total  sebagai suatu kesatuan karya

Isi

Pada umumnya karya seni dihadirkan tidak sekedar sebagai permainan unsur-unsur bentuk yang dikelola dengan teori-prinsip-prinsip desain. Bentuk-bentuk  dihadirkan dengan penyampaian suatu gagasan atau pesan kepada pemerhatinya.. Seperti apa yang dikemukakan Leo Tolstoy pada bab sebelumnya bahwa “seni adalah sarana komunikasi gagasan dan perasaan’. Gagasan dan perasaan tersebut adalah gagasan-gagasan yang mengandung nilai-nilai tertentu. Sedangkan  nilai adalah sesuatu yang menimbulkan penghargaan bagi kehidupan.

Dalam filsafat nilai-nilai, dikenal empat nilai utama yaitu nilai kebenaran, kebaikan dan keindahan dan kekudusan. Di samping nilai-nilai utama tersebut, dalam kehidupan sehari-hari dikenal beberapa konsep nilai yaitu nilai -nilai sosial,  religi, sejarah, dan juga nilai-nilai ekonomi. Nilai-nilai seperi inilah yang dikemukakan pada karya seni, sehingga karya tersebut dapat dikatakan karya yang bernilai.

1.    Nilai Keindahan

Seniman ingin mengkomunikasikan kepada masyarakat tentang gagasan-gagasan keindahan secara murni, terlepas dari tujuan-tujuan mengungkapkan pikiran, perasaan dan apresiasinya tentang kehidupan melalui karya seninya. Gagasan estetik murni ini dikomunikasikannya setelah dia tidak tertarik lagi pada gagasan-gagasan estetika sebelumnya, karena gagasan-gagasan masa lalu tersebut dianggapnya tidak lagi dapat “memagari” imajinasi-imajinasi dan spiritnya untuk menciptakan karya seni yang benar-benar orisinal, baik dari segi gaya, teknik, medium yang digunakan, serta aspek-aspek estetika lainnya.

Gagasan estetik murni seperti ini dapat dilihat pada lukisan-lukisan ekspresionisme Van Gogh dan Affandi, Kubisme Picasso, Surrealisme Salvador Dali, dan karya-karya besar dari pelukis-pelukis besar lainnya.

2.    Nilai kebaikan

Seniman sebagai manusia dan anggota masyarakat ingin mengkomunikasikan misi kebaikan dan kebajikan yang dianutnya kepada masyarakat, atau mengingatkan kembali masyarakat tentang nilai-nilai yang dianut bersama melalui ungkapan simbolik untuk mengajak masyarakat senantiasa berbuat kebaikan dan kebajikan , maupun mengutarakan sikap kritis terhadap situasi moralitas masyarakat yang diamatinya. Dalam hal ini seni di samping mengkomunikaikan nilai-nilai estetis, juga bersifat paedagogis.

3.    Nilai Kebenaran

Nilai kebenaran berhubungan dengan pengetahuan dan pembiktian pendapat-pendapat dan dugaan-dugaan tentang segala hal. Dalam hal ini, seniman mengkomunikasikan gagasan-gagasannya tentang kebenaran dalam prilaku kehidupan, dan menjauhkan tindakan-tindakan yang bersifat kepalsuan, melalui simbol-simbol baik yang sudah dikenal masyarakat, atau simbol-simbol khusus yang ingin dikenalkan di dalam masyarakat.

4.    Nilai religi

Seniman berupaya melalui karyanya mengkonunikasikan nilai—nilai kekudusan yang mengarah kepada nilai-nilai kepercayaan kepada Tuhan yang maha Esa, atau mengekspresikan keimanannya melalui karya-karyanya. Misalnya relief-relief perjalanan Sidharta Gautama pada Borobudur, relief dewa-dewi pada karya-karya seni rupa di dunia timur dan barat, lukisan-lukisan riwayat kehidupan Jesus Kristus pada langit-langit rumah ibadah di Italia, lukisan-lukisan kaligrafi yang mengkomunikasikan ayat-ayat suci di dunia Islam dan sebagainya.

5.    Nilai Sosial

Seniman ingin mengkomunikasikan gagasan-gagasan sosialnya kepada masyarakat melalui karyanya, dengan memberi contoh-contoh yang dianggapnya cocok untuk dilaksanakan masyarakat, mencela gambaran kehidupan yang lebih mementingkan kehidupan individual yang  merugikan masyarakat banyak.

6.    Nilai Ekonomi

Seniman mengkomunikasikan prinsip-prinsip hidup yang efisien dan efektip dan mengemukakan citra kesederhanaan, dan menjauhkan sikap hidup mewah dan mubajir.