Ramah Lingkungan

Oleh: Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi

Industrialisasi masa depan tidak bisa lagi mengabaikan pentingnya sinergi lingkungan karena sejatinya eksistensi lingkungan tidak sekedar di eksplorasi dan eksploitasi semata tapi juga perlu dijaga kelestariannya. Oleh karena itu tidak ada lagi industrialisasi yang hanya memaksa pemanfaatan alam semata tapi juga harus peduli dengan lingkungan di sekitarnya.

Argumen yang mendasari karena lingkungan sekitar adalah bagian dari nilai tambah dan menjadi modal dalam pembangunan, termasuk juga dalam proses produksi. Jadi, eksplorasi dan eksploitasi alam tanpa peduli dengan alam itu sendiri pada akhirnya justru akan memicu kehancuran sedari awal. Hal ini menjadi acuan dari pengembangan manajemen lingkungan atau pembangunan berwawasan lingkungan.

Pendekatan manajemen lingkungan dapat dilihat dari berbagai aspek mengacu prinsip keseimbangan hidup. Regulasi tersebut secara tidak langsung berimplikasi sangat luas, termasuk di bidang pemasaran. Hal ini mengindikasikan proses produksi harus ‘bersih’ mulai sumber bahan baku, di proses produksi dan ketika produk itu pasca dikonsumsi.

Mata rantai ini kemudian dikenal istilah green marketing dan produknya juga dikenal dengan green product. Sinergi antara green marketing dan green product menjadi acuan pemasaran global seiring kesadaran kolektif terkait lingkungan hidup. Pasar Eropa kini juga semakin selektif terhadap produk kerajinan yaitu pasar lebih menghendaki produk kerajinan yang ramah lingkungan dari proses bahan bakunya sampai dikonsumsi akhir yang bisa didaur ulang.

Persoalan tentang tata ruang dan lingkungan menjadi isu klasik karena lingkungan pada dasarnya dibedakan dua yaitu yang bisa diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Eksistensi lingkungan tidak terlepas dari ekonomi dan sebaliknya sehingga ada sinergi antara lingkungan - ekonomi. Hal ini dijabarkan dalam bentuk ketersediaan lingkungan sebagai sumber daya membantu pasokan bahan baku proses produksi industrialisasi. Lingkungan juga menjadi tempat pembuangan akhir dari hasil produksi industrialisasi itu sendiri. Problemnya saat kemampuan lingkungan kian dieksplorasi dan dieksploitasi sehingga tidak bisa menanggung beban maka ketidakseimbangan terjadi dan berdampak negatif terhadap kehidupan, termasuk juga kualitas air yang tercemar dan kacaunya tata ruang sehingga industrialisasi berbenturan dengan kepentingan manajemen lingkungan.

Fakta eksplorasi - eksploitasi lingkungan justru kian meningkat di era otda. Salah satu konsekuensi otda yaitu pesatnya industrialisasi akibat kemudahan investasi. Di sisi lain, otda juga memicu kerusakan ekosistem dan lingkungan akibat industrialisasi, termasuk akibat maraknya migrasi. Kegagalan sejumlah daerah meraih Adipura tidak terlepas dari persoalan manajemen lingkungan. Terkait ini maka komitmen menjadikan daerah sebagai Kota Kreatif harus juga melihat keseimbangan alam agar pembangunannya dapat selaras dengan tuntutan keseimbangan lingkungan dan tata ruang sesuai peruntukan.

Artinya, janganlah sampai komitmen menjadikan daerah sebagai Kota Kreatif berdampak negatif bagi penciptaan sampah, limbah industri dan kacaunya tata ruang, meskipun di sisi lain social cost industrialisasi tetap ada, tidak bisa diabaikan dan juga limbah industri adalah salah satunya. Oleh karena itu tidak ada salahnya jika komitmen pembangunan ke depan adalah sinergi antara industrialisasi dan manajemen lingkungan. Jadi, tema HUT ke-76 RI yaitu Indonesia Tangguh Indonesia Tumbuh tidak bisa terlepas dari kepentingan dini untuk menciptakan keseimbangan dan keselarasan dalam manajemen lingkungan.